Perceraian merupakan sesuatu yang paling tidak diinginkan dalam sebuah perkawinan. Namun terkadang hal itu tak terhindarkan meski semua cara telah ditempuh. Eksesnya, biduk rumah tangga yang karam berdampak negatif terutama pada aspek psikologis dan tumbuh-kembang anak.
Di Medan, menurut data Pengadilan Agama Medan sepanjang tahun 2018 ada sebanyak 3.375 perkara perceraian yang ditangani. Menariknya kebanyakan gugatan justru dilayangkan pihak istri yaitu sebanyak 2.620 sedangkan talak oleh pihak suami hanya 755 perkara. Adapun faktor paling dominan penyebab perceraian yakni perselisihan atau pertengkaran yang diakibatkan pengaruh narkoba (Tribun Medan, 13/2/2019).
Data tersebut menunjukkan betapa eratnya kaitan antara perceraian dengan narkoba. Jika ada narkoba di antara pasangan suami-istri maka bisa ditebak, buntutnya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Hal itu masuk akal jika kita melihat pengaruh adiksi. Seseorang yang telah diperbudak narkoba tidak peduli lagi dengan keutuhan rumah tangganya. Mereka biasanya hanya akan mementingkan pemenuhan kebutuhan zat dan mengabaikan keluarga. Otaknya seperti sudah diprogram untuk mencari narkoba terus-menerus dengan dosis yang semakin meningkat.
Karena bekerja pada otak, narkotika mengubah suasana perasaan, cara berpikir, kesadaran dan perilaku pemakainya. Itulah sebabnya narkotika disebut zat psikoaktif. Zat ini dapat mengubah perilaku, perasaan dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap beberapa neurotransmitter.
Baca juga: Narkoba dan Obat Terlarang Masih Mengintai Nyawa Kita
Dilihat dari efeknya, narkoba bisa dibagi dalam tiga kelompok yaitu depresan, stimulan dan halusinogen. Narkoba kelompok depresan akan menekan fungsi saraf sehingga membuat si pecandu mengantuk dan 'fly'. Zat ini terdapat pada opiad/morfin, kodein, petidin serta putaw.
Pecandu dengan efek seperti itu akan hidup bermalas-malasan bahkan tak mau bekerja sehingga tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga terabaikan. Orang seperti ini juga akan malas bersosialisasi dengan lingkungan sekitar sehingga mungkin akan menjadi pergunjingan tetangga-tetangga terdekat.
Sebaliknya, narkoba berefek stimulan memacu tidak normalnya jaringan saraf. Akibatnya pencandu menjadi sangat aktif dan tidak mengantuk dan tidak merasa lelah. Zat ini terdapat pada ekstasi, sabu, dan beberapa jenis sintetis terbaru.
Dalam kehidupan sehari-hari, narkoba jenis ini akan membuat penyalahgunanya menjadi temperamental dan cenderung emosional. Bahkan dia akan tidak segan melakukan kekerasan fisik terhadap pasangannya ataupun orang terdekat jika keinginannya tidak dituruti.
Adapun narkoba berefek halusinogen akan membuat pecandunya mengalami halusinasi baik visual (lihat) maupun auditori (dengar). Zat halusinogen ini biasanya terdapat pada ganja, LSD dan mushroom.