Mohon tunggu...
Esdras Idialfero Ginting
Esdras Idialfero Ginting Mohon Tunggu... -

-Penikmat pantai- \r\n@esdrasidialfero

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Timnas Keok, PSSI Harus Bertanggung Jawab!

15 November 2011   16:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:37 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Mimpi menembus putaran final Piala Dunia 2014 di Brazil pupus sudah. Empat gol yang bersarang di gawang Hendro Kartiko ketika melawan Iran menyadarkan publik sepak bola tanah air bahwa jalan ke sana masih sangat jauh.

Nyaris tak terlihat sama sekali semangat berjuang anak-anak asuhan Wim Rijsbergen meski tampil di hadapan publiknya sendiri. Bambang Pamungkas dkk memang kalah segalanya dibanding Iran yang sudah cukup berpengalaman di level internasional.

Sebagian penggila bola tanah air langsung menjatuhkan beban kesalahan ada di pundak Wim, yang tak lain adalah suksesor Alfred Riedl. Tak sedikit pula yang mengkritik permainan punggawa timnas yang jauh dari harapan. Bahkan Wim sendiri pernah mengatakan, dengan kualitas seperti itu pemain-pemain timnas belum layak untuk bermain di level internasional.

Sangat tidak adil kiranya jika kesalahan hanya ditimpakan kepada pelatih dan pemain saja. Bahkan boleh dibilang, mereka lebih cocok disebut sebagai korban. Lha kok bisa? Ya, mereka hanyalah korban keegosian para petinggi otoritas sepak bola tertinggi di tanah air, PSSI.

Bagaimana pemain timnas bisa berprestasi jika pada saat yang bersamaan mereka dihadapkan pada persoalan ketidakjelasan masa depan di klub. Mereka tidak akan bisa bermain dengan enjoy  jika selalu saja muncul persoalan sah tidaknya klub mereka bermain di liga resmi yang diakui PSSI.

Padahal liga menjadi salah satu ruh dalam mencetak pemain-pemain yang andal. Tanpa adanya liga, sulit bagi pemain untuk tampil dalam performa terbaiknya. Lihatlah bagaimana Jepang dan Korea yang tampil sebagai macan Asia berkat dinamisnya liga di kedua negara tersebut.

PSSI sebagai pemegang otoritas sepak bola tertinggilah yang seharusnya paling bertanggung jawab terhadap buruknya penampilan timnas. Mereka lebih mementingkan kepentingan kelompok dan nafsu kekuasaan. Soal prestasi, itu masuk list entah urutan ke berapa.

Tak ada hari tanpa gontok-gontokan internal. Munculnya friksi maupun polarisasi justru membuat keadaan makin kacau. Selalu saja statuta yang dijadikan pegangan, padahal statuta itu hanya dijadikan sebagai pembenaran untuk memuaskan nafsu menjadi pemegang otoritas.

Selama PSSI masih kacau-balau, jangan mimpi Indonesia bisa naik ke pentas dunia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun