Dalam beberapa hari terakhir ini, ramai dibicarakan tentang rencana Pemerintah untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas di bulan Juli 2021. Menko PMK Muhadjir Effendy berharap seluruh satuan pendidikan dapat menyediakan layanan pembelajaran tatap muka secara terbatas, pada tahun pelajaran baru di bulan Juli 2021.
Untuk membahas hal ini Ahli Mikrobiologi sekaligus Dosen Program Studi Farmasi Universitas Esa Unggul, Prof Dr Maksum Radji M. Biomed akan menjabarkan secara mendalam terkait rencana pembukaan sekolah dan kemanan kondisi saat ini bagi para pendidik dan tenaga kependidikan, terutama bagi para peserta didik.
Radji mengatakan keputusan pemerintah untuk membuka kembali intansi pendidikan merupakan langkah yang wajar mengingat sejumlah kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk kembali melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah, hal ini bisa dipahami mengingat sejumlah keterbatasan dan masalah yang timbul dari sistem pembelajaran jarak jauh di Indonesia.
"kita perlu mengapresiasi Pemerintah yang telah memberikan prioritas pemberian vaksin kepada pendidik dan tenaga kependidikan. Hal ini merupakan bentuk kepedulian pemerintah pada para pendidik yang merupakan garda terdepan dalam melayani proses pembelajaran peserta didik," ucapnya.
Radji melanjutkan proses pembalajaran tatap muka nantinya diharapkan sesuai protokol kesehatan karena Jangan sampai dengan pelaksanaan tatap muka terbatas ini, sekolah dan perguruan tinggi menjadi klaster penularan virus penyebab Covid-19, Perlu diingat, kebijakan pembelajaran tatap muka di Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan negara lain yang memiliki jumlah kasus Covid-19 lebih sedikit dan mitigasi penanggulangan wabahnya lebih baik.
"Menurut data yang dilansir oleh https://www.worldometers.info/ Indonesia menempati peringkat pertama dalam kasus Covid-19 di Asia Tenggara, dan nomor empat di Asia, setelah India, Turki, dan Iran. Indonesia juga menempati urutan pertama dengan kasus yang meninggal karena Covid-19," ucapnya.
Radji mengusulkan kepada para pemangku kebijakan yakni pemerintah untuk dapat melakukan pengkajian yang mendalam terhadap kondisi dan kemampuan mitigasi serta pengendalian kasus Covid-19 di setiap daerah sebelum adanya implementasi pembelajaran tatap muka.
"Untuk itu pelaksanaan pembelajaran tatap muka ini perlu dilakukan secara hati-hati dan disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Jangan sampai malah menimbulkan kasus baru, sehingga sekolah terpaksa harus ditutup kembali setelah temuan kasus positif Covid-19, dan kembali ke metode pembelajaran tatap maya, sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah akhir-akhir ini, yang telah membuka pembelajaran tatap muka," terangnya.
Dosen UEU yang juga ahli Mikrobiologi ini pun menyampaikan Kemendikbud harus konsisten melakukan pengawasan terhadap penyiapan dan pelaksanaan pembelajaran tatap muka., sesuai dengan SKB Empat menteri (1). Menggunakan masker 3 lapis, masker sekali pakai, atau masker bedah yang menutupi hidung, mulut sampai dagu; (2). Wajib cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau cairan pembersih tangan (hand sanitizer); (3). Menjaga jarak minimal 1,5 meter dan per kelas diisi maksimal 18 orang peserta didik, serta tidak melakukan kontak fisik seperti bersalaman atau cium tangan; (4). Menerapkan etika batuk/bersin. Selain itu, dalam dua bulan pertama, yaitu tidak ada aktivitas di kantin, aktivitas olahraga, ekstrakurikuler, dan kegiatan lain selain pembelajaran.
"Dalam aturan ini sekolah juga boleh bebas memilih, misalya melakukan tatap muka dua kali sepekan, yang penting sekolah menyediakan opsi tatap muka. Orang tua atau wali murid juga berhak dan bebas memilih bagi anaknya, apakah mau melakukan pembelajaran tatap muka terbatas, atau tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh," tutup Radji.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H