Mohon tunggu...
Esang Suspranggono
Esang Suspranggono Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Si Jhonny yang berusaha menepati Janjinya. Berharap kisahnya bisa menginspirasi bagi lainnya. Masih belajar mencintai kopi, dan berkeyakinan suatu saat akan dapat kontrak untuk menulis tentang museum di berbagai negara.ig@janjijhonny

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Secangkir KafeinISME#1 Lelang Gengsi dan Seni

2 September 2015   17:03 Diperbarui: 2 September 2015   17:03 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

....Sebuah perjalanan hidup seorang teman yang patut diacungi jempol. Apa yang ada di dirinya saat ini hanya sedikit yang tahu tentang kisah perjuangannya...

Waktu sudah menunjukan pukul 6 malam. Warung kopi yang berada di timur kantor bupati Bantul kembali membuka lapaknya. Suasananya sedikit hening ketimbang kemarin malam. Belum ada pengunjung yang mengisi bangku di sana. Yah...tak apalah kemarin malam sudah mendapat rejeki yang lebih, kata-kata penghibur diri.

Menjelang adzan isya perlahan tamu berdatangan. Belum banyak sih, tadinya baru dua orang yang datang. Si pemiliki toko spare part motor dan anak ketiganya mampir ke warung. Sudah cukup membuat lega hati dengan apa yang ia pesan. Si bapak memesan Kopi susu (kalo bahasa Italinya coffee latte) dan si bungsu memesan menu susu dan roti panggang. Beberapa saat kemudian dua meja tepat di depan gerobak juga terisi oleh mas yang akan menjemput istrinya. Dan meja satunya dekat dengan papan tokoh –JanjiJhonny- dengan beberapa koleksi foto juga terisi. Adzan telah berlalu, hanya tertinggal tiga orang dari lima yang datang. Namun itu cukup memberi senyuman untuk malam ini. Ini warung kopi bung dan di Bantul pula, dimana banyak orang kita yang tidak menyukainya. Pahit katanya, itu yang selalu terucap dari mereka. Dan mungkin juga karena papan yang terpasang di depan warung adalah sebuah tulisan berbau kopi jadi mereka enggan mampir. Tapi tak apalah perlahan pasti akan banyak orang yang tahu jika di sini tidak hanya kopi melainkan masih banyak menu asyik yang bisa menjadi teman buat nongkrong.

Bbrrmm....brrmm...suara motor dengan dapur ledak modifikasi perlahan masuk ke halaman warung –JanjiJhonny-. Hafal dengan suara motor berkapasitas mesin gede itu dan ternyata benar itu teman saya, namanya Yuki.  Perjumpaan dengannya pun tanpa diduga. Kala itu, ia dari tempat workshopnya pulang ke Bantul dan kebetulan melintas di depan warung. Hingga akhirnya kini ia sering mampir ke warung. Terlebih saat setelah menang proyek pelelangan. Lelang ? Masih kurang terdengar gema tentang bisnis pelelangan tersebut. Namun setelah beberapa kali ia bercerita ternyata bisnis ini cukup menjanjikan.

...Sego abange (nasi merah) isih ra ? Isih jawabku . Yoh kui karo kopi latte, terus sosis gorenge siji, karo ketang goreng siji yo. Aku ngelih banget (1/9)....

Muda, kaya ,punya usaha, serta tidak mau susah itu yang banyak anak muda sekarang inginkan. Tapi itu adalah sebuah penyakit. Penyakit malas yang hanya ingin enaknya tapi tak mau berusaha. Jangankan berusaha, berdoa pun enggan gimana mau kaya?

Hal demikian tidak terjadi dengan teman saya satu ini. Kisah hidupnya bukan sebuah kisah yang enteng layaknya minuman bersoda. Apa yang ia miliki hingga hari ini adalah sebuah perjuangan membangun yang tak terhingga. Cobaanya terjadi saat ia masih di bangku SMP. Ketika itu ia lebih banyak hidup bersama simbahnya, karena masalah keluarga menjadi salah satu faktor penyebabnya. Bisnis yang ditekuni bapaknya collapsed akibat ditipu oleh rekannya. Saat itu juga bisnis yang biasa menghidupi keluarganya gulung tikar. Ekonomi berubah drastis tuturnya semalam. Yang dulunya bapak yang bekerja kini malah simbok yang berusaha menafkahi keluarga.

“Setiap hari simbok bersepeda keliling jualan es, sedangkan bapak masih belum bisa move on dari kejadian itu. Bertahun-tahun bayangno. Dan baru beberapa tahun ini kembali semangat hidupnya, ” tutur Yuki sambil menyruput kopi latte dengan topping art saus cokelat dan karamel.

Sejak itu dia lebih memilih hidup bersama simbahnya. Lumayan katanya, waktu itu saudara ditempat simbahnya memiliki usaha burung puyuh. Setiap hari selepas sekolah ia bisa bantu-bantu. Sekedar membersihakn kotoran dengan imbalan 500 rupiah. Bisa meringankan beban simbok untuk memberinya uang jajan.

SMA, konon katanya menjadi kisah yang tak terlupakan. Jarak dari rumah ke SMA kala itu lebih dari 10 kilometer. Jika ditempuh dengan sepeda tentu ia harus berangkat pagi untuk bisa tepat waktu. Kalau tidak? Terlambat pastinya. Sewaktu SMA gengsi tentu tumbuh subur di jiwa muda. Ia sempat termakan dengan namanya gengsi. Sewaktu berangkat sekolah, ia lebih memilih menitipkan motor GL 100 nya di pabrik rokok kurang lebih 1 km dari sekolah, kemudian melanjutkan berjalan. Waktu itu motor dirumahnya benar-benar primadona. Hanya ada satu motor waktu itu dan itu pun motor tua. Jika ia memakai motor untuk berpergian maka ibunya hanya bisa menggunakan sepeda. Ya, untuk berjualan es ibunya lebih banyak menggunakan sepeda ketimbang motor. Padahal tahun 2004 motor saat itu yang lagi ngetren adalah motor keluaran tahun tersebut. Malu, pasti! Itu yang dialami Yuki. Sampai akhirnya terpikir, mau sampai kapan harus memelihara gengsi? Kemudian iapun memulai langkah perjuangannya.

...Kui sik dadi motivasi nggo aku, kudu iso mbahagiake simbok ro bapak. Opo meneh aku duwe adi loro cilik cilik meneh, “ imbuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun