...akhirnya kesampaian juga datang ke museum ini. Setelah sebelumnya hanya berseliweran di depan bangunan berbentuk anjungan kapal...
“Mas, ini museumnya buka kan?”tanya saya kebingungan saat pertama kali berkunjung.
Sempat bingung ketika datang pertama kali Sabtu (22/5) kemarin. Masalahnya sebuah papan yang bertuliskan hotel juga ikut nebeng bersama papan Museum Bahari.
Saatnya Berlayar
Secara garis besar museum berbentuk mirip kapal perang ini terbagi menjadi empat bagian. Ruang pertama adalah ruang koleksi pribadi, ruang kedua berisikan tentang peralatan yang ada di kapal dan atribut TNI AL disertai beragam kisahnya, ruangan ketiga adalah ruang kendali kapal, dan terakhir adalah ruang audio visual.
Memasuki ruangan pertama, kaki dan mata saya setuju untuk berhenti pada sebuah benda yang terletak menghadap pintu masuk. Di film-film perang ia selalu dicitrakan berbahaya dan menakutkan dengan kepala berhulu ledak. Sebuah torpedo buatan Amerika MK II menjadi among tamu pembuka kisah di sini.
Di lantai pertama ini terdapat banyak sekali cinderamata dari berbagai negeri milik si empu museum, Laksamana Madya Didik Heru Purnomo. Yang cukup menarik perhatian saya adalah sebuah injil berbahasa arab dari Lebanon Selain itu cinderamata gading dari negeri gajah putih juga cukup menawan dengan ukirannya. Sebagai informasi saja, jabatan terakhir Pak Didik sebelum pensiun adalah Wa KSAL.
Kenyataan bahwa sebagai wilayah yang sebagian berupa lautan/perairan, sangat aneh bila tidak memiliki museum mengenai kelautan. Di samping itu masih minimnya pengetahuan tentang dunia bahari mengilhami Pak Didik mendirikan Museum Bahari. Melalui wahana ini ia berharap banyak generasi muda yang nantinya bisa mencintai laut.
“Mari lanjut ke lantai atas. Banyak hal yang tak kalah menariknya,”ujar Iskandar yang hampir setengah hari menjadi pemandu wisata kali ini.
Di lantai dua bangunan ini, banyak peralatan yang pernah menjadi saksi kengerian kekuatan armada laut Indonesia. Salah satunya adalah kisah kapal tragis KRI Irian. Kapal yang mampu menampung sekitar 1500 awak dilengkapi persenjataan penghancur tercanggih saat itu. Pada era nya dengan segudang senjatanya ia mampu menghancurkan kapal induk. Oleh sebab itu seluruh Asia saat itu menaruh hormat kepada Indonesia. Sayang kapal buatan Rusia hanya berumur pendek. Pergantian tonggak kepemimpinan negeri ini membuatnya menjadi sebuah kisah antara ada dan tiada.
“Informasi ini masih simpang siur tentang keberadaan KRI Irian mas, ada yang bilang kalau kapal ini disembunyikan. Ada pula yang mengatakan kalau kapalnya sudah dipensiunkan”jelasnya Iskandar lagi.