Mohon tunggu...
Esang Suspranggono
Esang Suspranggono Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Si Jhonny yang berusaha menepati Janjinya. Berharap kisahnya bisa menginspirasi bagi lainnya. Masih belajar mencintai kopi, dan berkeyakinan suatu saat akan dapat kontrak untuk menulis tentang museum di berbagai negara.ig@janjijhonny

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Secangkir KafeinIsme #8 Cerita si Mesin Penggiling Kopi

1 Mei 2016   06:17 Diperbarui: 1 Mei 2016   10:26 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

.....hhrrrrrrrrrrrr suara mesin penggiling kopi yang saat malam menambah nada-nada di warung Janji Jhonny. Mesin berlabel buatan Taiwan sangat membantu, terlebih bila pesanan cappucinno sedang banyak-banyaknya. 

Berbeda dengan saat memulai usaha warung kopi yang semuanya serba pas-pasan. Waktu itu anggaran dana hanya mampu membeli mesin grinder onthelan tangan saja. Itupun harganya sudah terasa mewah. Hampir 400 ribu untuk membawa pulang Hario plastik manual grinder. Kecepatan menggiling biji kopi tergantung si pengonthelnya. Jika diawal jam buka warung, biasanya bisa menggiling dengan cepat. Ya sekitaran satu hingga tiga menit, tergantung kepadatan si biji dan akan dibikin seperti apa hasil gilingannya. Itu hanya untuk menggiling satu jenis kopi dengan takaran sekitar 15 gr. Namun bila lebih dari satu jenis kopi maka bisa semakin lama.

Pernah suatu saat datang 4 pesanan kopi dengan 4 jenis olahan yang berbeda. Tangan terkuat sebelah kanan ini terasa pegal bukan main. 4 jenis kopi dengan kepadatan biji yang cukup keras memaksa tangan saya mengeluarkan tenaga lebih. Alhasil keringat bercucuran dan sumuk sekali. Terkadang saya merasa tidak enak dengan para pelanggan apabila mereka menunggu terlalu lama. Hanya untuk meminum secangkir kopi saja mereka harus menunggu setidaknya 10-20 menit. 

Sebuah pengalaman yang cukup pahit juga pernah terjadi dengan mesin giling kopi manual. Waktu itu datang seorang teman lama yang kenal lewat dunia game. Pas rasanya jika bernostalgia sambil ditemani kopi. Sayang, saat ditengah-tengah menggerus si biji cokelat tiba-tiba as penggiling kopi lepas. Sehingga tidak mampu menggerakan burr ceramic penggiling. Walhasil kini mesin seharga hampir 400ribu pensiun. Rupanya salah satu kelemahan mesin ini adalah di bagian kepala pemutar tuas. 

Waduh uang penghasilan warung masih sangat terbatas sekali, hanya bisa untuk membeli bahan-bahan produksi. Sedangkan mesin grinder rusak dan kalaupun beli yang sama harganya cukup mahal. Apalagi jika membeli yang automatis super ketjee...lupakan. Dan selama mengumpulkan dana dengan tenggat waktu tak terbatas saya hanya bisa membeli mesin grinder bermata pisau dengan harga 170 ribu. Hasilnya pun jauh dari yang manual.

Nonton GP 3.5 Renault dan Keajaiban

...Sekitaran di bulan keempat tahun 2015 jika tak salah mengingat. Ajakan dari seorang saudara untuk ikut acara nonton bareng Grand Prix 3.5 Renault saya iyakan...

 Awalnya hanya untuk melepas stres setelah enam hari berjualan kopi. Bersama teman-teman yang sering datang ke warung kami berangkat ke KFC Jl. Sudirman Yogyakarta. 

..ada pembalap Indonesia yang main disana, begitulah yang membuat semangat ingin melihat bagaimana ia berlaga...

Memang ada semacam sebuah program dalam diri saya untuk bisa menghargai bangsa sendiri. Banyak kisah dari anak pribumi yang memiliki bakat luar biasa namun hanya sedikit yang dipandang. Sebuah penyakit yang belum ada obatnya dari negeri ini, yaitu ling lung. Sehingga rasa nasionalisme saya coba tanamkan kembali. 

Saya memang tidak tahu siapa itu Sean pada mulanya, namun setelah dijelaskan oleh MC saya jadi paham siapa dia. Beruntung begitu kira-kira saya menilainya. Di usia yang masih muda sekali ia sudah mampu tampil di kancah internasional. Menggeber mobil seharga ratusan atau mungkin sudah menembus nominal M adalah hal yang waoww. Dan lebih beruntungnya lagi ia didukung penuh oleh kedua orang tuanya dengan fasilitas yang fantastic.

Di awal race begitu antusiasnya saya melihat aksinya. Sayang ia harus finish di urutan terakhir karena kendala teknis. Lanjut di balap berikutnya asa untuk melihat ia masuk 10 besar masih begitu membara. Namun seiring waktu rupanya harapan untuk melihatnya masuk 10 besar mulai surut. Sempat dua kali atau tiga kali saya absen nonton balapannya di KFC. Ya memang susah jika mempraktekan daripada membicarakannya. Mungkin tahun 2015 bisa menjadi ajang mencari pengalaman bagi Sean sehingga target finish saja sudah cukup baik. Begitulah saya berbaik sangkanya.

 Memang bukan rejeki saat itu. Pada balap seri ke berapa saya lupa  nama saya yang berada di dalam fish bowl keluar. Doorprize berupa jam tangan yang jika dirupiahkan sekitar 400 ribuan terbang melayang. Hanya gara-gara tidak memfollow akun twitter @SeanID gagal membawa pulang jam tersebut. Hanya malu saat itu yang saya alami. Sorakan para penonton  mengantar saya membalik badan. 

...”Padahal sudah punya angan-angan beliin jam tangan buat si bapak, dan pas banget ini bisa mendapat hadiah jama tangan” dalam hati berkata. Namun ya sudahlah bukan rejekinya..

Hingga akhirnya di balapan seri penutup Jerez sebuah keajaiban benar-benar saya alami. Selama hidup saya termasuk orang yang jauh dari perhatian dewi fortuna. Kalaupun menang doorprize mungkin cuma hadiah ecek-ecek.

Ada informasi jika ada hadiah grandprize dari panitia penyelenggara. Itu yang menjadi pemberat langkah saya untuk pulang duluan. Padahal waktu itu memang badan sedang tidak enak. Perut menjadi langganan mules jika tubuh sedang tidak fit. 

Adzan maghrib sudah kelewat lama. Teringat jika ada sebuah masjid berada dekat sini. Akhirnya saya berangkat menuju Masjid Syuhada Kota Baru. Biasanya suasana di sana ramai. Banyak jemaah yang sembari menunggu adzan isya berkumandang mereka mendarus Quran. Tetapi suasana waktu itu benar-benar hening.

Toilet yang berada di bawah menjadi tujuan utama. Teringat banyak kisah yang mengatakan kalau memelihara rumah Allah pasti akan mendapat limpahan RahmatNya. Maka saya pun coba melakukan hal itu. Memang toilet disini dijaga kebersihannya. Hanya saja saya iseng mengecek satu persatu kamar mandinya. Sebuah puntung rokok dan beberapa bungkus yang tidak pada tempatnya saya pungut dan menaruhnya di tong sampah. 

Mungkin bisa dikatakan tidak khusyuk saat beribadah. Terngiang-ngiang jika bisa mendapatkan grandprize hape yang sempat diperdebatkan antara sodara saya mbak Miya, mas Estu dan saya. Sehingga saat akan mengakhiri sholat menguping  sebuah pertanyaan dari seorang jamaah tentang kenapa jika berdoa selalu diawali dengan tiga surat yaitu Al Ikhlas, An Nas, dan Al Falaq. Jawaban dari sang Ustadz pun cukup masuk akal sehingga disaat berdoa saya membaca ketiga surat tersebut.

Malam semakin dingin. Angin malam semakin membuat tubuh saya menjadi tidak karuan. Sempat setengah mutung dan akan pulang ketika pengundian doorprize sodara saya sudah membawa pulang  hadiah. Pesimistis  dan tidak mungkinlah saya bisa membawa pulang hadiah utama. Tapi tanpa disangka  saya menjadi orang yang paling banyak dicari di acara malam itu. Setengah tidak percaya hingga si MC harus memanggil untuk terakhir kalinya. Saya pun bergegas menuju depan panggung.

Belajar dari pengalaman, maka akun twitter saya pun sudah siap dengan telah memfollow akun Sean. Bahkan sudah saya siapkan di halaman muka sehingga tidak perlu repot-repot mengeluarkannya. 

“wuhh nganti ndhredheg ngono kok piye tangane”,ujar salah satu peserta nonton bareng waktu itu.Itu kalimat tidak bisa saya lupakan hingga sekarang. 

Alhamdulillah setelah memenuhi syarat sebagai pembawa pulang hadiah grandprize Samsung Galaxy Note 4 saya bisa senyum dengan sumringah. Sepanjang jalan pulang bibir ini hanya bisa cengar cengir jika meruntut kejadian tersebut. Melihat bungkusnya yang begitu menawan sempat rasanya ingin digunakan saja daripada dijual. Tetapi kebutuhan untuk melengkapi alat di warung jauh lebih penting daripada menggunakan hape tersebut. Akhirnya barang tersebut dengan mahar sekitar 6 jutaan saya serahkan ke penjual. 

Uang tersebut kini telah menjadi beberapa alat penyeduh kopi. Aeropress, metal disc, grinder manual, grinder automatis, dan teko penyeduh yang dulunya hanya saya bisa pantengin dari situs online kini sudah berada di warung. Terima kasih banyak kepada semuanya. Terutama kepada Sean Gelael yang menyelenggarakan acara nonton bareng. Jika tidak ada acara seperti ini mungkin peralatan kopi saya akan bertambah setelah  beberapa tahun warung berdiri. Dan mungkin ini buah dari program menanamkan rasa nasionalisme. 

...Dan tahun ini jika ada lagi acara tersebut saya akan ajak teman lebih banyak. Agar bisa lebih semarak lagi mendukungmu Sean. Terima kasih banyak....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun