Mohon tunggu...
Esang Suspranggono
Esang Suspranggono Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Si Jhonny yang berusaha menepati Janjinya. Berharap kisahnya bisa menginspirasi bagi lainnya. Masih belajar mencintai kopi, dan berkeyakinan suatu saat akan dapat kontrak untuk menulis tentang museum di berbagai negara.ig@janjijhonny

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dongeng Hidupnya Sang Maestro

13 Januari 2014   03:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:53 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_289811" align="aligncenter" width="614" caption="Galeri pertama museum Affandi."][/caption]

...Sudah sangat sering saya lalu lalang di depan rumahnya. Bahkan hafal betul dimana rumah tersebut berada, namun baru kali ini  saya bisa mampir nunut minum di kediamannya....

Sedikit keterlaluan atau memang baru sempat mengunjungi rumah beliau, namun hari itu saya mendapat banyak hal luar biasa menariknya. Di rumahnya yang terletak di jalan Laksda Adisucipto no 167 Yogyakarta, saya melihat betapa hebatnya perjuangan beliau. Seorang salah satu seniman lukis terkenal kebanggan negeri ini , bernama Affandi.

Jogja saat itu sedang tidak romantis,cuaca begitu panas. Udara terasa panas ditambah dengan sengatan sinar matahri yang beberapa hari tidak terasa kehadirannya. Namun saat saya sampai di pelataran rumahnya, suasana pun berbeda. Dikelilingi pohon-pohon yang tinggi menyaring sinar matahari yang masuk, sehingga suasana begitu nyaman. Ditambah dengan rumah beliau yang berada di dekat sungai Gajah Wong, kedudukannya lebih rendah dari jalan raya semakin memanjakan pengunjung untuk betah disana. Banyak sekali pengunjung yang mengabadikan gambarnya, terekam jelas di mata saya.

Perjalanan di mulai

......0004371 dan 0004370 dengan gambar senyum sang maestro pada tiket menjadi jalan masuk  kami menuju dunia sang maestro lukis...

[caption id="attachment_289810" align="aligncenter" width="614" caption="Affandi bersama dengan Presiden Soekarno."]

13895579151687100961
13895579151687100961
[/caption]

Hanya berdasarkan feeling saja, kami berdua memutuskan untuk masuk ke sebuah ruangan yang paling dekat dengan parkiran motor. Ketika masuk, kami sudah disambut dengan seseorang dengan perawakan kecil, pendek,  senyum yang kontras dengan kulitnya, serta potongan rambutnya yang  khas jabrik. Joko, sebuah  nama yang tertulis di baju putihnya. Dialah yang menemani kami  berkeliling di rumah Affandi.

...Selamat datang di galeri pertama museum Affandi. Di ruangan ini terdapat beberapa karya seni , barang pribadi pak Affandi. Ohh yaa ini adalah foto  Pak Affandi dan Bu Maryati...

Hal yang saya pertama kali lakukan ketika masuk dalam ruang galeri pertama adalah mbengong. Saya benar-benar dibuat nggumun dengan semua yang ada di ruangan ini. Baru kali ini saya melihat sebuah ruangan dengan bebagai lukisan terpajang rapi. Begini rupanya bentuk ruangan pameran pribadi sang maestro. Setiap lukisan seperti bercerita kepada saya tentang apa saja yang pernah dirasa dan dilihat olehnya. Saya merasa bahwa semua yang ada di ruangan ini adalah tentang bagaimana beliau dimasa hidupnya.

Masih terkagum dengan galeri pertama museum Affandi. Terlihat tegel berukuran 20x20 cm tertata rapi membentuk sebuah komposisi berwarna merah putih berpola papan catur. Berdiri pula  beberapa tiang panjang berjajar membuat garis lengkung di tengah ruangan. Di atasnya dihiasi tiga helai kain putih panjang  membentang membentuk bagai ombak.  Sinar matahari yang tersaring masuk ke dalam ruangan seakan menghidupkan warna dari lantai ruangan dan semua benda yang ada. Sungguh suasana ruangan yang memanjakan kaki dan mata untuk setia di ruangan tersebut.

Di sudut sebelah kiri berjejer rapi beberapa barang kesayangan beliau. Seperti mitsubishi gallant  kuning kesayangan beliau yang mirip bumble bee, sepeda onthel yang pernah ia pakai, serta terdapat 2 buah patung wajah Affandi dan satu buah patung ia bersama sang putri yang tersisa tertata di tengah ruangan. Di bagian kanan atau tepatnya di depan lukisan tubuh Bu Maryati , terdapat sebuah ruangan penyimpanan barang – barang peninggalan beliau. Seperti piagam penghargaan dari berbagai negara, baju putih penuh dengan noda berwarna warni dan masih banyak lagi.

.....Di ruangan ini terdapat karya-karya lukis pak Affandi yang bergaya naturalis, tutur mas Joko kecil..

Saya bisa katakan di sini adalah ruangan dimana kita bisa mengenal Affandi lebih dekat. Meski beliau telah tiada namun semua benda disini masih dan terus  bercerita tentang hidupnya. Lukisan, foto, piagam, semuanya bercerita tentang apa yang telah di lakukan pak Affandi.

[caption id="attachment_289813" align="aligncenter" width="614" caption="Berbagai piagam penghargaan yang pernah diraih Affandi."]

13895584111634475555
13895584111634475555
[/caption] [caption id="attachment_289814" align="aligncenter" width="614" caption="Pengunjung yang sedang menikmati lukisan Affandi. Sebelah kiri adalah lukisan potret diri sendiri Affandi yang merindukan sosok ayahnya."]
1389558561857289860
1389558561857289860
[/caption] [caption id="attachment_289815" align="aligncenter" width="409" caption="Lukisan diri Affandi yang menceritakan kekecewaanya karena tidak bisa mengikuti pameran lukis Basuki Abdullah."]
13895587681963557323
13895587681963557323
[/caption]

Seperti pada lukisan diri pak Affandi yang terletak di dekat pintu masuk, dimana ia melukis sendiri wajahnya yang kala itu masih muda. Ia menambahkan samar – samar sosok wajah pria lain di belakang wajahnya. Ia bercerita tentang kerinduan seorang Affandi yang selama hidupnya ia tidak pernah bisa melihat wajah almarhum ayahnya.

Kemudian pada sebuah lukisan diri wajah pak Affandi yang terlihat begitu galau. Rasa kecewa akan ketidak bisa ikutanya beliau dalam mengikuti pameran Basuki Abdulah ia tumpahkan dalam kanvas. Warna yang dominan gelap dengan ekspresi wajah yang berisi kekecewaan. Sebuah lukisan yang  benar-benar menggambarkan betapa kecewanya beliau. Dan dapat saya bisa lihat jelas perasaan tersebut.

Berbagai kisah hidupnya terekam dalam kanvas karya lukis. Seperti ketika ia tidak mampu menyewa model untuk dilukis dan akhirnya istrinya lah yan bersedia menawarkan diri untuk dilukis dengan syarat, serta bagaimana terdapat beberapa karya pak Affandi yang mengalami kerusakan. Maklum saja dulu sebelum memiliki nama besar, pak Affandi menyimpan karya lukisnya di bawah tempat tidurnya. Sehingga  wajar kalau ada yang sobek atau rusak. Kedua bola mata saya juga sempat melihat betapa cintanya beliau kepada istri dan mertuanya yang ia tumpahkan dalam lukisannya. Serta rasa bencinya terhadap kekerasan dapat pula disaksikan. Seperti pada lukisan empat ayam jago yang mati akibat sabung ayam serta lukisan burung mati yang di tembak oleh tentara jepang semua ia tumpahkan dalam karya lukis naturalis.

Pada galeri pertama ini, bisa saya katakan sebagai saksi bisu  bagaimana ia memulai karirnya dan akhir dari semuanya. Jika besok  anda kesana , lihatlah ke atas dan di urutan terakhir sebelah kanan dari pintu masuk bisa anda lihat sebuah karya lukis bernama Embryo. Itu adalah lukisan terakhir beliau sebelum akhirnya harus menghembuskan nafas terakhir. Semua karya di galeri pertama adalah karya pribadi yang tidak di perjual belikan, namun menurut mas Joko harga tafsirannya bisa membuat orang berkata WWOWW.

....Kalau di tafsir satu lukisan minimal 7 M mas...sebuah angka yang fantastis sebanding dengan kisah yang dialami sang maestro. Masih ada beberapa galeri lagi dan kaki ini pun harus berpindah dari galeri pertama.....

Setelah puas melihat semua kisah hidup pak Affandi melalui berbagai lukisannya, akhirnya kami pun berpindah ke galeri dua. Baru keluar dari pintu galeri pertama tiba –tiba mas Joko kecil menunjukan sesuatu kepada kami.

..Antara galeri satu dan dua terdapat makam pak Affandi beserta istrinya bu Maryati. Ini adalah permintaan beliau mas dan ini makamnya mas....

Kemudian sampailah kaki kami menginjak di galeri kedua. Jauh lebih kecil dibandingkan dengan ruangan sebelumnya. Dengan design ruanganya masih saja tetap memanjakan untuk betah menyaksikan karya lukis pak Affandi. Di ruangan bertingkat ini terdapat dua jenis karya lukis pak Affandi, ekspresionis dan juga karya lukis sket. Saya sempat beberapa kali bertanya kepada mas Joko tentang perbedaan gaya naturalis dan ekspresionis. Dan lucunya hingga saat saya masih saja susah membedakannya.

[caption id="attachment_289816" align="aligncenter" width="614" caption="Beberapa karya lukis Affandi yang dilukis di luar negeri seperti karya lukis berjudul A Corner In Paris"]

13895589611038767978
13895589611038767978
[/caption] [caption id="attachment_289817" align="aligncenter" width="614" caption="Salah satu karya lukis Kartika Affandi yang terpajang di galeri tiga. Ada yang tahu berapa harga karya lukisnya ? jika tidak silahkan datang ke museum Affandi Yogyakarta, maka anda akan mengetahuinya."]
13895591361899225800
13895591361899225800
[/caption]

Pada bagian dinding bawah terdapat banyak sekali karya lukis sket pak Affandi. Kertas yang terbuat dari ketela dengan tinta cina menghiasi seluruh dinding bagian bawah ruangan ini. Meski hanya hitam putih namun karya – karya di ruangan ini juga memiliki kisah yang tidak kalah menariknya. Seperti pada lukisan main kartu di gudang taman siswa, kemudian antrian beras yang bercerita tentang susahnya hidup pada jaman perjuangan. Yang membuat saya kagum bukan main adalah bagaimana beliau menemukan inspirasi untuk berkarya dengan berkeliling dunia. Bayangkan saja hanya untuk melukis ia sudah sampai ke Roma Italia, Menara Eiffel di Perancis dan masih banyak lagi negara  yang ia kunjungi.  Namun ya itu tadi karyanya benar – benar sebanding dengan perjalanannya .

Jika di galeri pertama pengunjung hanya bisa menyaksikan saja dan harus memendam hasrat untuk memiliki. Kini di galeri kedua para pengunjung bisa untuk memiliki karya beliau secara eksklusif. Cukup siapkan saja rupiah dalam jumlah banyak yang sepadan dengan karya lukis beliau. Ohh ya  satu lagi, pengunjung juga terpaksa harus memendam hasrat untuk memiliki karya lukis sket pak Affandi. Sebab yang diperbolehkan untuk dimiliki adalah lukisan ekspresionis yang terpajang di dinding atas karya sket beliau.

Perjalanan kami tidak berhenti di galeri dua, masih ada galeri tiga dan empat yang berisikan karya putra-putri, serta cucu beliau. Selain lukisan di museum ini juga terdapat gerobak tempat isitirahat pak Affandi yang kini dijadikan sebagai mushola. Kemudia saya juga diajak pula menuju kamar beliau menhembuskan nafas terakhir. Serta sebuah kamar dimana dulu ia bersama sang istri  beristirahat.

Belajar dari sang maestro

Tidak saja mengagumi karya beliau yang sudah mendunia, namun saya mendapat pelajaran yang sangat berharga di tempat ini. Bagaimana kesukaan beliau terhadap melukis akhirnya membawa ia di akui dunia.

.....Affandi tidak punya guru mas, ia belajar secara otodidak, ujar mas Joko kecil.......

Dahulu sewaktu ia disekolahkan oleh kakaknya, hobi yang ia lakukan adalah melukis, melukis dan melukis. Namun kecintaan terhadap hobinya lah yang akhirnya bisa membuatnya diakui. Semangat beliau untuk tidak menyerah ketika ia ditolak untuk mengikuti pameran lukis dengan terus berbenah. Kemudian bagaimana ia mau belajar untuk menjadi lebih baik lagi benar-benar hal yang luar biasa.

Keterbatasan ekonomi juga tidak membuat ia menyerah untuk berkarya. Bagaimana karya lukisnya ada yang robek karena ia simpan di bawah tempat tidur. Kemudian bagaimana sang istri mau membantu Affandi untuk dijadikan model karena ia tidak mempunyai uang guna menyewa model bukan menjadi penghalang akan kecintaanya pada dunia lukis. Ribuan karya sudah ia hasilkan dan kini hanya tinggal 300an karya yang tersisa di museumnya. Ia sudah membuktikan bagaimana ketekunan, kecintaan  beliau terhadap dunia lukis dapat mengantarkan dirinya ke sebuah status yang luar biasa hebatnya sebagai Maestro Lukis Indonesia. Saya jadi teringat dengan sebuah pepatah yang intinya begini :

..... Cintailah hobi mu maka kelak dari hobi mu itulah kamu bisa hidup. Belajar dari semangat Affandi dan saya pun juga akan terus menekuni hobi berkeliling dan menulis tentang museum. Suatu saat saya pasti bisa berkeliling dunia melihat berbagai museumdan menuliskannya , sama seperti Affandi.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun