Mohon tunggu...
Esang Suspranggono
Esang Suspranggono Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Si Jhonny yang berusaha menepati Janjinya. Berharap kisahnya bisa menginspirasi bagi lainnya. Masih belajar mencintai kopi, dan berkeyakinan suatu saat akan dapat kontrak untuk menulis tentang museum di berbagai negara.ig@janjijhonny

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Do Dolan Yuk Ke FKY 26 Yogyakarta

9 September 2014   17:57 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:12 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

….Cubitan sinar mentari berubah menjadi kehangatan senja. Mungkin sekitar pukul 4 sore, saya dan mbak pacar tiba di FKY hari minggu kemarin (7/9). Sayangnya tak ada si lensa bundar untuk mengabadikan kemeriahan acara tersebut….

Masih mendapatkan sedikit cipratan acara nyanyi bertema jazz sore itu di panggung plaza ngasem. Hiruk pikuk manusia semakin mendekati malam terlihat semakin padat. Para kawula muda nampak begitu menikmati suasana. Ada yang  berjalan mengelilingi lapak – lapak yang ada, ada pula yang duduk menikmati jajanan sore  di pasar ngasem. Dulunya sini adalah  lapak para pedagang hewan yang ini alih fungsi menjadi pasar seni.

Langkah kaki kami terhenti pada sebuah lapak penjaja kopi. Sengaja memang saya bertujuan untuk mengunjungi lapak tersebut setelah beberapa hari lalu saya sempat melihatnya. Di lapak milik mas Akrom, terdapat beragam kopi dari berbagai daerah nusantara. Ada kopi toraja, bali kintamani, kopi sumatra , java moca yang berdandan rapi dalam toples kecil. Penasaran dengan rasanya , kami coba mencicipi rasa kopi nusantara.

Menarik, berjualan kopi dengan olahan langsung. Tidak seperti penjual lainnya, yang hanya menyeduh kopi pabrikan. Cita rasa kopi dapat dinikmati tanpa ada campuran bahan lainnya. Oya, di lapak ini pula selain menjual minuman kopi, juga menjual peralatan penyeduh kopi. Saya tidak tahu apa namanya, namun saya melihat alat mirip bejana terlihat seksi dengan dua lekukan bahenol untuk menyeduh kopi.

…lumayan nih bisa tanya- tanya, untuk usaha warung kopi yang akan saya rintis…dalam hati saya berkata…

Jika dalam beberapa kali saya berkunjung ke FKY saya punya ambisi untuk berdialog dengan turis asing, akhirnya Tuhan mengabul mimpi saya. Secangkir kopi inilah yang membawa saya berdialog dengan turis asing asal Jerman. Belum sempat menanyakan nama, namun dia sempat memberi tahu bahwa dia datang ke Indonesia bersama teman – temannya.

Syahdunya sinar mentari sore yang berpadu dengan alunan musik di panggung utama. Sambil menikmatii  secangkir kopi di kelilingi berbagai macam pedagang. Terlihat  seorang bapak – bapak yang sedang sibuk membuat pesanan silouet, ada lupa di sebelah kiri saya sebuah toko penjaja lukis sketsa wajah. Setiap petak lapak selalu saja ramai dikunjungi para pengunjung. Sekedar bertegur sapa harga barang dagangan , memotret barang kerajinan.

Setelah beberapa slupurt kopi , kami memutuskan untuk berkeliling lagi. Ada sebuah toko yang menarik untuk dikunjungi. Sebuah toko buku menjajakan berbagai macam koleksi buku lawasnya. Mulai dari  komik lawas, ada pula sebuah poster film jaman dulu dengan judul yang sensasional. Seakan kembali ke jaman dimana kejayaan judul buku itu berjaya.

Hampir sepuluh menit kami berkeliling, perhatian saa tertuju pada suara tak asing mc saat itu. Guyonan dan plesetannya begitu khas di telinga saya. Alit Jabang Bayi, itulah hasil pencocokan memori suara saya dengan ingatan saya. Cukup menghibur cara dia membawakan acara sore itu. Sedikit sengatan matahari yang tadinya membuat malas orang untuk erapat ke plaza ngasem, berubah menjadi penuh dengan kerumunan. Sempat berbangga bisa melihat secara jelas, kini harus menggoyangkan kepala ke kiri atau ke kanan untuk melihatnya.

Bukan faktor utama ia menjadi fokus perhatian, melainkan salah satunya adalah sebuah penampilan dari Ambyar Binangun. Sebuah kelompok kesenian dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang menampilkan permainan jathilan modern. Sedikit aneh jika mendengar jathilan tapi modern. Keanehan, rasa penasaran perlahan berubah menjadi rasa kagum. Ternyata yang dimaksud dari jathilan modern disini adalah tarian yang diiringi dengan alunan musik. Hampir mirip dengan tari tradisional namun disini lebih menitik beratkan pada gerakan yang energik seperti cheerleaders. Iring – iringan drum, bonang, serta kenthongan bambu menghasilkan perpaduan tari yang luar biasa.

....riuh tepuk tangan mengakhiri penampilan dari kelompok musik Ambyar Binangun.....dan senja pun semakin berani menampakan rona mesranya...

Ada Banyak keistimewaan Di FKY

....ini adalah bagian yang saya suka ketika datang di Fsetival Kesenian Yogyakarta, ide sederhana untuk menghiasi pasar ngasem begitu apik. Tertata rapi mirip dengan caping namun bukan itu namanya, fungsinya adalah untuk menanak nasi di jaman dahulu yang terbuat dari bambudi depan pintu masuk....

Kesan pertama yang saya alami ketika datang adalah, kok bisa ya ? hebat ya? Menarik sekali. Benda – benda yang berasal dari bambu menjadi penghias pasar. Ini seperti ruang kreativitas , dimana setiap orang yang datang akan terangsang daya kretivitasnya.

Saat malam datang, suasana menjadi semakin berwarna – warni. Kerlipan lampu menghidupan hiasan bambu. Lampion, kemudian serutan kulit bambu yang dibuat sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti wadah lampu juga terlihat asik. Dominasi kuning selalu menghiasi FKY kota Yogya selama kurang lebih 20 hari.

...Mas lampune gek dipatheni, teriak bocah – bocah yang kala itu menyaksikan bioskop FKY....

Itu baru dari keindahan hiasan pasar ngasem, belum lagi dengan cerita seni dari para sineas muda. Selama 5 hari kemarin yang berakhir pada hari rabu, para pengunjung dimanjakan dengan film pendek. Mulai dari film bertema cinta, komedi, hingga film yang bertema kehidupan sosial menghibur orang yang datang. tidak kalah serunya dengan bioskop terkenal di kota anda, disini antusias penonton begitu hebat. Dinginnya Jogja tidak menyurutkan orang untuk datang berduyun – duyun ke Pelataran Taman Sari. Mereka yang tidak kebagian kloso (tikar) rela berdiri berjam – jam hingga film selesai diputar. Saya pernah mengalami hal itu, sehingga pada hari berikutnya saya coba untuk datang tepat waktu.

Sungguh menjadi ajang kesenian bagi masyarakat Jogja. Semua seni mulai dari yang tradisional seperti kethoprak, tari, pembacaan puisi , hingga ke seni modern pun ditampung disini. Setidaknya FKY berhasil menjadi wadah pra seniman untuk menunjukan apa yang telah diciptakannya. Dan disini penghargaan tertinggi yang diberikan pra pengunjung ya dengan memberikan aplaus. Saya bersyukur bisa hidup di bumi Jogja, walaupun hanya sebuah daerah yang kecil namun kesenian disini bernyawa. Banyak hal yang bisa diperoleh dari FKY 26 kali ini.

….Sepintas hanya pertunjukan seni seperti tari ataupun kethoprak. Tetapi dibalik semua itu banyak makna yang diselipkan. Dan Seni adalah salah satu cara untuk memperhalus budi pekerti kita. Sampai ketemu di penutupan FKY nanti malam….

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun