Mohon tunggu...
Esai Kita
Esai Kita Mohon Tunggu... Aktor - Tukang Tulis

Tukang Share Esai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cerdikiawan

12 Oktober 2019   13:44 Diperbarui: 12 Oktober 2019   13:50 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dulu orang-orang pandai cerdik punya statusnya sendiri; Cendekiawan. Entah dia ahli agama, ahli pendidikan atau ahli ilmu-ilmu lain. Namun yang pasti, definisi itu punya hirarki dalam struktur berfikir kita. Lantas, pantaskah makna itu dipertahankan sekarang?"_
-Penimba Akal-

Lalu, coba kalian tanyakan pada mereka yang masih hijau, soal definisi "Cendekiawan"? Barangkali itu dimaknai sebagai satu terma tua, sebagaimana menyelipkan kata 'priyayi' untuk pesan anak millenial.

Dalam tradisi masyarakat kita yang penuh basa-basi, menjadi Cendekiawan perlu memenuhi prasyarat yang tidak mudah. Mungkin anda harus seorang berpendidikan tinggi, atau anda memiliki segudang karya ilmiah yang masuk sebagai portfolio akademik. Atau anda, anak, keponakan bahkan cucu dari seorang yang pernah menguasai seluk-beluk sivitas akademik tertentu.

Ya memang itu bukan barang mudah. Wajar, jika banyak orang berburu untuk diakui sebagai Cendekiawan. Itu barang langka, sekaligius prestisius. Tapi, pernahkah kita menghitung atau paling tidak mengakurasi kontribusi para cendekiawan terhadap perubahan zaman? Apakah, perubahan-perubahan besar, hanya boleh dikerjakan orang-orang besar pula?

Masihkah orang ingat, bahwa ide tapak karet sepatu lahir dari seorang buruh pabrik asal Italia selatan. Atau cerita bahan denim yang dipakai oleh parah budak penambang, hingga menembus _catwalk_ di kota-kota fashion dunia. Ya, perubahan memang tidak selalu datang dari sesuatu yang besar.

Terus, apa maksudnya Cerdikiawan? Memang apa pentingnya hanya satu kalimat?

Cerdikiawan bukan saja nama, dari konsonan huruf-huruf. Itu adalah gerakan pembaharuan. Menyadarkan banyak orang, bahwa zaman telah berubah. Barometer -barometer akademik yang dulu diyakini sebagaiman 'ayat suci', boleh jadi sudah tidak relevan.

Yang jelas, cerdikiawan adalah upaya gigih mengisi arus perubahan zaman, tanpa mempertimbangkan struktur yang usang. Cerdikiawan mengusung _egalitarian_ sebagai satu pondasi pemaknaan.

Tentu para cerdikiawan bukanlah orang-orang yang masuk dalam kualifikasi dari cendekiawan. Sama sekali tidak. Cerdikiawan menjadi manifestasi ekspresi tanpa batas, mereka melawan kemapanan dari ilmu pengetahuan. Bisa-bisa para cerdikiawan lahir dari coba-coba, atau cara bertahan hidup ditengah rapatnya kompetisi terbuka.

Anda tidak harus jauh-jauh bergelar Professor untuk menjadi cerdikiawan. Bahkan anda pun tidak perlu berimaji soal kota-kota maju dunia. Tapi yang pasti, anda harus percaya bahwa perubahan sedang berlangsung. Dan semua orang berhak untuk menikmati dari proses-proses itu. Dan pastilah mereka yang menjadi cerdikiawan adalah orang-orang yang berfikir diluar kebiasaan orang banyak. Mereka yang bergairah untuk menghadapi hari esok. Mereka yang percaya tidak boleh kalah ditanah sendiri.

Salam Cerdikiawan Sehat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun