Mohon tunggu...
Suhadi Rembang
Suhadi Rembang Mohon Tunggu... Guru Sosiologi SMA N 1 Pamotan -

aku suka kamu suka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hamil di Usia Belia

14 Maret 2014   15:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:57 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mengapa anak diusia belia yang sedang hamil cenderung tidak menerima kehamilannya?

Sebagian besar masyarakat meyakini bahwa kehamilan merupakan simbol dari kesempurnaan perempuan. Karena dengan proses kehamilan, sebagai pintu awal menuju kepemilikan status seorang ibu.

Tahapan hidup yang dikenal penuh dengan tatalaku yang ketat ini, biasanya dilalui dengan tahapan pernikahan. Melalui prosesi upacara pernikahan, secara sosial, masyarakat mengharapkan perempuan dari pasangan yang menikah itu, segera memiliki momongan. Perempuan yang berhasil hamil setelah menikah, segera disambut dengan kebahagian sosial. Beragam sambutan spesial dari masyarakat tersebut diantaranya dapat dilihat dengan semakin perhatiannya pada perempuan yang sedang hamil, menghadiri prosesi tujuh bulan usia kehamilan, hingga menghadiri kelahiran anak dengan membawa aneka barang untuk sang bayi yang penuh sentuhan kasih sayang.

Dalam deskripsi di atas, perempuan yang sedang hamil pascamenikah, telah dijaga secara sosial. Anggota masyarakat satu dengan yang lainnya selalu mengharap akan lahir anggota baru dalam masyarakat yang bertatalaku baik. Sehingga anak yang baru lahir itu juga sebagai tanggung jawab sosial.

Lantas bagaimana dengan perempuan yang berusia belia, telah hamil tanpa diawali dengan prosesi pernikahan? Lantas bagaimana juga perilaku masyarakat dalam berinteraksi dengan kelahiran anaknya nanti?

Pada masyarakat yang masih memegang teguh norma kehamilan, dimana kehamilan harus diawali dengan proses pernikahan, maka masyarakat akan serta merta mencibirnya. Perempuan hamil tanpa menikah akan dicemo’oh, dihina, hingga dikucilkan dari panggung sosial. Bahkan keluarga dari perempuan yang hamil sebelum menikah itu, akan menjadi buah cakap yang benuh dengan aroma kebusukan.

Perlakuan masyarakat yang demikian, dikarenakan sang perempuan itu telah melanggar norma reproduksi yang diagungkan. Sanksi sosial kemudian diberikan kepada perempuan yang bersangkutan, termasuk laki-laki yang menghamili, berupa tidak diberikan dukungan saat perempuan itu hamil. Kegalauan, rasa hawatir, dan semakin goyahnya keyakinan saat ia hamil, telah menyelimuti kesehariannya. Masyarakat tidak akan mau datang dalam perayaan kelahirannya. Perempuan yang hamil sebelum menikah ini, benar-benar dalam keadaan hamil tanpa dukungan sosial.

Terlebih perempuan yang bersangkutan membayangkan apa yang terjadi pada saat anaknya lahir nanti. Bagaimana anaknya akan dikucilkan dari hiruk pikuk sosial. Bayangan kehamilan yang penuh dengan penjara sosial, dan tidak lama kemudian sang calon anak yang akan lahir juga mendapatkan kado penjara sosial. Pada saatu itulah terjadi terpaan alam pikir yang goyah tanpa pegangan pada perempuan belia yang sedang hamil tanpa proses pernikahan.

Kemuliaan seorang perempuan telah tersandera dalam pagelaran prosesi kehamilan yang tidak diawali dengan pernikahan. Status sosial semakin terjerumus dalam lubang kehinaan. Dan bayangan anaknya nanti juga semakin terhempas dalam bejana sosial. Sungguh telah terjadi kemerosotan kekuatan mental dalam menjalani hidup yang masih dari separuh umur. Sehingga tidak aneh jika anak diusia belia yang sedang hamil cenderung tidak menerima kehamilannya sendiri.

Maka dari itu, para perempuan, jangan hamil tanpa menikah. Begitu halnya untuk laki-laki yang pandai menghamili, apakah engkau tidak membayangkan akibat tingkahmu? Mari sempurnakan tatalaku hidup ini yang penuh dengan kemuliaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun