Kali ini saya ingin berbagi pengamalan kecil tentang strategi pembelajaran di kelas. Saya termasuk dari sekian pendamping siswa yang suka memberi tugas produk saat pembelajaran di kelas. Kebiasaan saya ini didorong dari keyakinan saya, bahwa sedikit apapun ilmu yang kita punya, harus bermanfaat untuk masyarakat dan alam sekitarnya. Untuk mewujudkan hal di atas, setiap pembelajaran di kelas, kerap kali saya menyederhanakan materi yang ada, lalu saya tindak lanjuti dengan memberi tugas produk siswa.
Saat ini saya dan para siswa sedang belajar bersama tematik masyarakat multukultural. Mata pelajaran sosiologi jurusan IPS kelas XI semester dua ini memiliki banyak hal yang menarik. Pertama, materi ini memiliki sumber belajar tanpa batas karena Indonesia adalah masyarakat multikultural. Kedua, pada kali ini juga, di Indonesia sedang hangat-hangatnya isu tentang bagaimana merawat keharmoniman bangsa di atas keragaman yang ada. Untuk itu, dalam mencapai kompetensi inti dan kompetensi dasar, saya dan para siswa sepakat dalam melangsungkan pembelajaran dengan pendekatan  kunjungan lapangan dan produksi video pendek.
Kunjungan lapangan
Kunjungan lapangan merupakan strategi klasik dalam pembelajaran. Model pendekatan pembelajaran ini cenderung ditinggalkan seiring dengan kemajuan teknologi pembelajaran. Walaupun di kelas, sebuah realitas sosial dapat dihadirkan di kelas tanpa berkunjung langsung di lapangan. Namun model pembelajaran berbasis teknologi tinggi ini lambat laut tidak menarik lagi. Hal ini didorong adanya keinginan para siswa untuk eksis di media sosial untuk mendapatkan suatu realitas sosial yang ada, kemudian di posting di media sosial yang sedang trend. Melalui tren para siswa yang ada di media sosial inilah, saya gunakan menjadi pintu masuk dalam hunting sumber belajar melalui pendekatan kunjungan lapangan.
Bertepatan dengan materi yang sedang saya dalami dengan para siswa adalah tematik masyarakat multikultural, maka mengunjungi pusat-pusat keragaman adalah tantangan yang menarik untuk kami lakukan. Memang semua serba kebetulan. Tidak jauh dari sekolah kami, terdapat pusat-pusat keragaman yang menarik kami kunjungi. Ada Masjid, Vihara, Gereja, dan Klenteng. Minimal empat tempat suci menjadi awal untuk belajar keragaman.
Berangkat dari potensi sumber belajar tersebut, saya dan para siswa sepatkat melakukan kunjungan lapangan dalam rangka pembelajaran dalam memahami materi masyarakat multikultural. Seiring dengan keingin tahuan siswa pada slah satu tempat suci yaitu Vihara, maka saya manfaatkan keinginan tersebut dengan mendatangi Vihara  Ratanavana Arama tepatnya di desa Sendangcoyo Lasem.
Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan yang kami lakukan adalah sebagai berikut; Pertama, membaca materi masyarakat multikultural di perpustakaan sekolah. Kedua, dikusi singkat tentang pendalaman materi tentang keragaman umat beragama. Ketiga, memilih tempat kunjungan terdekat sebagai sumber belajar di lapangan. Kali ini yang  terpilih mejadi tempat kunjungan pertama kami adalah Vihara. Keempat, mengurus ijin kunjungan dengan mengirim surat ke lokasi tempat kunjungan. Kelima, sembari menanti surat konformasi ijin, kami melakukan pendalaman tentang apa yang akan kami lakukan melalui intrumen pembelajaran di lapangan. Keenam, mengunjungi lokasi sumber belajar dengan panduan instrumen pembelajaran lapangan serta panduan dari Nara Sumber Vihara.
Tepat seperti yang saya duga, ternyata model pendekatan pembelajaran kunjungan lapangan sangat diminati oleh siswa. Sebagian besar para siswa mengaku belum pernah tahu tentang apa saja isi di Vihara. Para siswa juga mengaku belum tahu tentang bagaimana perilaku beribadah para umat di Vihara. Inilah yang menurut saya sangat penting, dimana sebuah pembelajaran harus memiliki daya tarik dari dalam, yaitu keingintahuan siswa itu sendiri.
Lebih dari itu, ternyata para siswa sangat kreatif dalam mendokumentasikan dari apa saja yang ia temui di lapangan. Mereka sangat antusias dengan mendengarkan dan bertanya terhadap apa yang dijelaskan oleh Nara Sumber langsung dari lapangan. Â Mereka para siswa juga sangat antusian dengan memfoto dan memvideo dari apa yang dilihat. Mereka berbuat demikian, ternyata mereka ingin tampil beda di media sosial. Mereka ingin pontingan di media sosialnya adalah hal yang menarik, sesuatu yang baru yang belum banyak diketahui oleh teman-temannya. Inilah yang mungkin perlu diketahui para pendamping belajar, bahwa mengidentifikasi hal-hal yang disukai para siswa, untuk dijadikan pintu masuk dalam pembelajaran adalah hal yang penting. Bukan sebaliknya, memaksakan kesukaan para pendamping agar para siswa suka dan mengikutinya.
Dan tidak lama kemudian, usai pembelajaran kunjungan lapangan, para siswa sangat aktif dalam menyebarkan informasi yang didapatkan. Foto dan video dari proses kunjungan lapangan tersebar di media sosial. Mereka juga telah tampil menjadi penjelas ketika beberapa teman medsos nya tentang hal foto dan video yang dipostingnya. Dalam minggu ini, tugas kunjungan lapangan dalam bentuk laporan kunjungan yang sesuai dengan instrumen kunjungan, dalam proses penantian.
Dan tentu, dalam rangka memahami pemahaman secara utuh tentang bagaimana kami harus perfikir, bersikap, dan bertindak ketika hidup berdampingan dalam sebuah masyarakat yang beragam, dalam kesempatan selanjutnya, saya dan para siswa akan segera mengunjungi pusat-pusat keragaman yang ada tidak jauah dari sekolah kami berada.Â