Di salah satu kelas yoga, seseorang menanyakan kepada saya, mengapa gerakan asana yoga  yang saya ajarkan banyak sekali yang mirip dengan gerakan shalat? Saya jadi teringat dengan  tulisan lama ini -sebenarnya sudah hampir dibukukan oleh salah satu penerbit buku-buku  Islami besar, namun karena problem internal plus kesulitan mencari editor yang memiliki  pengetahuan Islami serta yoga yang mumpuni, proyek ini terkatung-katung- yang mungkin  bisa menjadi penjelas pertanyaan tersebut. Sedikit kontroversial bagi  banyak orang, bisa jadi?   Terutama bagi mereka yang tidak terbiasa  melihat satu masalah dari kacamata berbeda-beda.  Atau berpikir  secara pluralis. Tapi lumayan memberikan informasi sekiranya bisa  dilihat sesuai fungsinya, setidaknya dari sudut ilmu Tauhid yang  mampu membuat kita terperangah, betapa kuasa Tuhan yang esa itu  sangatlah luar biasa besar. So enjoy! HUBUNGAN ANTARA SHALAT DAN YOGA Banyak orang yang menanyakan arti hakiki mengapa shalat itu harus berupa ritual yang dipenuhi gerakan? Pertanyaan yang sulit dicarikan jawabannya sebelum saya mengenal yoga. Kalau hanya berkilah bahwa gerakan shalat dimaksudkan untuk memelihara kebugaran fisik, rasanya agak sulit. Tidak sedikit orang yang melakukan shalat secara rajin tapi fisiknya tidak bugar, mereka ‘tetap’ mengidap berbagai penyakit yang identik dengan orang ‘kurang bergerak’ seperti : jantung, darah tinggi, gula, obesitas (kegemukan) dan lain sebagainya. Apakah itu berarti shalat telah gagal memenuhi tugasnya? Tentu tidak! Semestinya ada tujuan lain yang lebih signifikan dari gerakan shalat ketimbang sekedar dianggap sebagai sebuah olah fisik belaka. Pertanyaan ini menghantui saya selama bertahun-tahun, walaupun saya tetap tergolong rajin untuk terus menerus melakukan shalat dengan tertib waktu -tapi tidak dengan tertib kualitas karena masih belum bisa mendefinisikan tentang arti gerakan shalat yang pas. Puji Tuhan! Setelah mengenal yoga, baru tersadari ada ‘hubungan’ erat antara sebuah gerakan yang dilakukan dengan intensitas tinggi dan peningkatan kualitas spiritual seseorang. Gerakan postur yoga yang baik menuntut saya untuk selalu mengerahkan konsentrasi dan fokus sebaik mungkin. Dimana tanpa melakukan hal itu, bisa dipastikan manfaat yang bisa diambil dari sebuah postur bisa bernilai dibawah 5 (kalau meminjam system skala nilai 10) sementara semestinya kita mungkin mampu meraih angka minimal 8. Dari yoga kita mengetahui bahwa sisi spiritual hadir saat tubuh seorang manusia dapat terpadu dengan sempurna dengan pikirannya. Identik dengan shalat bukan? YOGA Semakin jauh belajar mengenai yoga, saya mendalami satu tradisi bernama Iyengar yang menganut presisi dan alignment tubuh secara (sangat) ekstrim untuk dapat melakukan sebuah asana. Awalnya saya mengira bahwa apa yang mereka lakukan itu berlebihan. Tapi Tuhan Maha Besar, karena ternyata setelah saya mempelajari lebih dalam, dapat diketahui bahwa konsep gerakan yoga asana klasik, sangat sesuai dengan anatomi alamiah tubuh. Bahkan obsesi pelaku Iyengar dalam melakukan postur yoga secara benar, ternyata memiliki efek samping yang berguna untuk memperbaiki berbagai macam masalah kesehatan. Sekali lagi, Maha Besar Tuhan! Di samping ekstrim dalam melakukan pose klasik, pelaku Iyengar juga sangat intens dalam melakukan penelitian ilmiah. B.K.S. Iyengar, sang dedengkot tradisi ini, menulis sebuah buku panduan yoga berjudul The Light On Yoga, sebuah buku yang informatif dalam memberikan keterangan tentang apa itu yoga dan apa kegunaannya bagi kehidupan manusia. Ia juga membantu menerjemahkan buku orisinil tentang yoga bernama Yoga Sutra -yang konon telah berusia ribuan tahun- dan di sana saya menemukan satu kalimat yang jujur cukup membuat saya terperangah "Sraddha virya smrti samadiprajna purvakah itaresam" Kalimat ini berarti kurang lebih "Latihan (gerak pembentuk postur) harus dilakukan dengan rasa percaya, keyakinan, segenap daya upaya, kemampuan adaptasi dan kesadaran penuh demi mencapai kondisi spiritual terbaik." Kalimat ini menyadarkan saya bahwa level spiritual tertinggi hanya akan datang apabila kita mampu menstimulai fisik sedemikian rupa hingga berada pada kondisi paling prima. Senada dengan pomeo populer yang telah lebih dulu memasyarakat men sana in corpore sano, “di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat’. Yoga juga bukan agama yang mengacu pada budaya atau nilai geografis tertentu, kalimat dalam yoga sutra ini juga bisa menjadi salah satu acuan : "Jati desa kala samaya anavacchinnah sarvabhaumah mahavratam" Secara harfiah berarti : "Para pelaku yoga seharusnya menyadari bahwa yoga datang dari sang Maha Pencipta yang berlaku universal tanpa terikat oleh tempat, waktu maupun tingkatan. Pelaksanaannya pun sepatutnya menyesuaikan kepada sistem sosial setempat." (notes : tulisan saya ini http://www.facebook.com/note.php?note_id=40587725973 bisa menjadi acuan lain tentang yoga bukanlah sebuah agama) SHALAT, YOGA DAN KESEHATAN Beranjak dari pembelajaran tadi saya baru mampu melihat alasan ‘sesungguhnya’ mengapa  shalat sebagai sebuah ritual doa harus memiliki pergerakan yang bersifat fisik. Dari sini juga  terlihat bahwa shalat adalah ‘sebuah konsep yang sempurna’ untuk memelihara kondisi  mental, fisikal serta spiritual seorang manusia. Fisik yang prima adalah efek positif yang diinginkan oleh semua manusia. Shalat wajib yang  dilakukan selama 5 kali sehari sebenarnya bisa membawa kita kearah itu. Selama setiap gerakan shalat bisa dilakukan secara benar dan detil sesuai dengan tuntutan alamiah anatomi tubuh manusia. Sayangnya hanya sedikit studi ilmiah (dan objektif) yang pernah dilakukan seputar bagaimana cara melakukan shalat seperti itu. Terlalu sedikit, sehingga jarang ada pemeluk agama Islam yang mampu memanfaatkan kegunaan shalat secara fisik. Literatur atau diskusi yang ada kebanyakan membahas makna shalat dari sudut pandang spiritual semata. Yoga –dari sisi saya, tradisi Iyengar— mengajarkan saya tentang bagaimana cara mengisi ‘lubang’ pengetahuan tentang shalat ini. Setelah beberapa tahun mendalaminya saya mendapati sebuah fakta yang cukup menarik, hampir semua detil gerakan shalat terwakili dalam berbagai pose latihan yoga. Menariknya lagi, intensitas yang dilakukan selama yoga mampu membuat pelakunya menjadi lebih bugar dan sehat secara fisik maupun spiritual dalam waktu lama. Mr. Iyengar telah berusia hingga 9 dekade, namun ia masih mampu melakukan banyak pose sulit secara prima, sarat konsentrasi serta ketahanan fisik yang mengagumkan. Sebuah bukti bahwa apabila yoga dilakukan lewat cara yang baik serta benar tidak hanya menyehatkan namun juga mampu menghambat efek penuaan. Di salah satu negara Asia Tenggara, seorang pelaku yoga dari tradisi lain, mengaku telah berusia di atas 100 tahun dan masih mampu mengajar kelas yoga dengan kombinasi kekuatan serta fleksibilitas tubuh di atas rata-rata. Bayangkan apabila pendekatan ini bisa diaplikasikan saat kita melakukan shalat. Betapa banyak manfaat positif yang bisa diambil! Shalat benar-benar bisa melaksanakan salah satu ‘tugas aslinya’ sebagai sebuah jalan untuk menyehatkan manusia secara lengkap. Fisik, mental dan spiritual! Shalat juga bukan lagi menjadi sebuah masalah bagi orang berusia lanjut untuk dapat melakukannya secara baik dan benar. Karena faktor pendukungnya kini bisa dipelajari secara sistematis sejak usia muda. Semua bergantung kepada seberapa besar keterbukaan kita dalam mempelajari berbagai hal (dalam kasus ini yoga) sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas shalat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H