Mohon tunggu...
Erycka Al Hakim
Erycka Al Hakim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Gizi di Universitas Airlangga

jangan lupa bersyukur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual: Adakah Tempat yang Aman bagi Perempuan?

14 Januari 2022   21:45 Diperbarui: 14 Januari 2022   21:47 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: freepik.com)

Hak bebas dari ancaman, diskriminasi dan kekerasan telah menjadi makan perlindungan yang komprehensif bagi seluruh warga negara, tak terkecuali kelompok rentan, kelompok berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas, anak dan perempuan. Tujuan ini telah termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang meskipun telah menekan hak ini sebagai salah satu hak konstitusional sehingga pada kenyataannya tidak setiap warga bebas dari kekerasan. Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan kasus-kasus kekerasan seksual yang semakin meningkat dengan angka yang sudah mencapai ribuan di Indonesia hingga September 2021.

Menurut data global yang dihimpun oleh UN Women (2021), menunjukkan bahwa sekurangnya 736 juta perempuan atau satu dari setiap tiga perempuan pernah menjadi korban kekerasan. Mayoritas sekitar 87% adalah korban kekerasan dalam ranah personal, termasuk kekerasan di dalam rumah tangga maupun oleh pasangannya. Sekitar 6% adalah korban kekerasan seksual dari pelaku yang bukan pasangan atau anggota keluarganya. Diperkirakan terdapat 137 perempuan yang dibunuh oleh anggota keluarganya setiap hari. Hampir setengah dari korban perdagangan orang adalah perempuan dewasa. Secara global, perempuan miskin dan dari kelompok marginal lebih rentan pada kekerasan.

Situasi ini tidak banyak berbeda dengan situasi di tanah air. Meskipun hak asasi perempuan telah dijamin dalam konstitusi negara dan sejumlah peraturan dan perundangan lainnya, namun tidak menghentikan berbagai kekerasan yang dialami perempuan. Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (CATAHU Komnas Perempuan) merekam pengaduan langsung kasus kekerasan terhadap perempuan, yaitu sebanyak 2.389 kasus dibandingkan tahun sebelumnya yakni 1.419 kasus, atau terjadi peningkatan pengaduan 970 kasus (40%) di tahun 2020. Ranah kekerasan terbanyak yang diadukan langsung ke Komnas Perempuan adalah ranah personal (KDRT) sebanyak 1.404 kasus (65%), ranah publik/komunitas 706 kasus (3%) dan negara 24 kasus (1%). Telah tercatat juga meningkatnya diskriminasi perempuan atas nama agama dan moralitas serta kriminalisasi terhadap Perempuan Pegiat Hak Asasi Manusia (PPHAM). Kondisi pandemi Covid-19 juga memberikan dampak yang tidak proporsional bagi perempuan sehingga menjadi lebih rentan mengalami kekerasan. Tak berhenti disitu, dalam satu bulan terakhir Indonesia kerap diramaikan dengan semakin banyaknya pemberitaan tentang berbagai kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan. Di perguruan tinggi, ditemukan kasus pelecehan seksual oleh oknum Dekan di Universitas Riau, kemudian kasus serupa kembali terjadi di Universitas Sriwijaya dan kekerasan seksual juga terjadi di pondok pesantren yang sedikitnya 12 anak di Bandung menjadi korban pencabulan oleh pemilik pondok pesantren.

(Sumber gambar: freepik.com)
(Sumber gambar: freepik.com)

Darurat kekerasan seksual yang sedang terjadi saat ini tidak bisa hanya dimaknai dengan semakin tinggi dan ekstremnya angka kasus kekerasan seksual, akan tetapi justru kegagalan dalam penanganan kasus yang terjadi sehingga membuat korban makin merasa dihantam, tidak berdaya, dan kehilangan rasa aman. Sementara dengan jumlah pelaporan yang terus bertambah, upaya yang dilakukan negara untuk perlindungan dan pemenuhan masih setengah hati dan melambat kemajuannya. Hal ini terlihat dengan masih banyaknya kebijakan dan regulasi yang diskriminatif serta adanya kekosongan hukum yang mampu melindungi hak-hak perempuan, seperti Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) dan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang tidak kunjung disahkan. Didukung dengan masyarakat kita yang terbelenggu dengan kelompok sosial, yaitu menempatkan laki-laki sebagai pion utama (patriarki), kerap melakukan manipulasi sosial seperti menyuruh korban menikah dengan pelaku sebagai solusi dari kekerasan seksual, kurangnya pengetahuan tentang isu kekerasan seksual juga membuat masyarakat sering menormalisasi bentuk-bentuk kekerasan seksual yang membuat kekerasan seksual masih marak terjadi.

Perempuan yang seharusnya mendapatkan hak untuk dilindungi dari orang sekitar, mendapat kebebasan dan keamanan dalam berkegiatan tanpa ada rasa ketakutan atau khawatir, tetapi kini ruang gerak bagi perempuan menjadi semakin sempit. Di ruang publik yang seharusnya memberikan pelayanan dan keamanan bagi perempuan di tempat yang dianggap aman, yaitu tempat dimana perempuan mencari ilmu seperti perguruan tinggi dan tempat pendidikan lainnya atau bahkan rumah yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman dan nyaman untuk pulang, bahkan kini sudah tidak aman lagi bagi beberapa perempuan karena kejahatan ini sudah sangat menjamur dimana-mana. Ini bukan saatnya lagi untuk mengkritik tentang pakaian, keputusan, atau bahkan kelalaian yang dilakukan korban, melainkan sudah saatnya mendorong berbagai pihak terkait untuk menciptakan instrumen hukum yang akan menjadi payung pelindung korban untuk mendapatkan keadilan serta ruang ramah bagi perempuan, baik itu di ranah publik dan privat. Perlu adanya kampanye narasi yang memuliakan perempuan, entah melalui mulut ke mulut atau media sosial. Bukan malah memperkeruh suasana dengan melanggengkan penyudutan perempuan dari segala aspek. Bila ini masih saja dilakukan, sampai kapan perempuan akan memiliki tempat yang aman?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun