Eryani Kusuma Ningrum No. 56
“Ah... anginnya sejuk sekali pak! Pantas saja tempatmu selalu rindang membuatku betah disini” sahut Teguh duduk bersila santai.
“Pak, baru kali ini saya seperti menemukan hidup semenjak peristiwa itu. Penyemangat itu bernama Kejora, seperti bintang terang dan riang menghiasi langit malam” cerita Teguh berbinar-binar.
“Ayahnya galak, maklum tentara namun itu membuat saya bertekad untuk melamarnya”.
“Secepatnya saya akan mengajak Kejora untuk berkenalan dengan bapak, Mungkin minggu depan... ah tidak... lusa? atau besok?” Teguh berceloteh sambil menikmati angin di bawah pohon akasia.
“Maafkan saya, andai tak terlambat untuk memindahkan bongkahan batu itu, mungkin bapak tak akan terkena runtuhan dan dapat mendampingi saya dalam kemajuan kampung ini” Ujar Teguh sambil mengusap air mata.
“Oke deh pak, saya pamit pulang... Ibu pasti khawatir. Saya heran dengan Ibu yang menganggap saya sebagai bocahnya padahal umur hampir menginjak kepala tiga, hahahahaa...” tawa Teguh memecahkan kesunyian komplek Makam kampungnya, Desa Tanjungsari.
Dengan langkah santai, Teguh meninggalkan makam ayahnya. Dia yakin akan mencapai mimpi bersama almarhum bapaknya untuk membuat Desa Tanjungsari menjadi lebih subur setelah dihadapkan kemarau panjang yang membuat para petani sulit untuk memanen hasil padinya dan tentunya meminang gadisnya yang tentu cantik seperti Laudya Cintya Bella bahkan lebih cantik dari artis yang mulai berhijab itu.