Mohon tunggu...
Eryani Kusuma Ningrum
Eryani Kusuma Ningrum Mohon Tunggu... Guru - Miss eR

Pengajar Sekolah Dasar... Suka jalan-jalan (travelling)... Suka berkhayal lalu ditulis... Suka menjepret apalagi dijepret... kejorabenderang.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Surga Dunia Itu Bernama Ibu

23 Mei 2018   23:43 Diperbarui: 24 Mei 2018   00:00 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setahun ini menjadi tahun yang sibuk bagi keluarga kami. Sejak ayah pindah kantor kesatuannya, ibu pun ikut aktif dalam organisasi sebagai istri tentara. Alhasil rumah sepi saat saya pulang dari sekolah. Belum lagi kesepian melanda karena adik sedang diluar kota menyelesaikan kuliahnya. Ah... seperti sebuah lagu makan, makan sendiri... nonton, nonton sendiri... ngobrol, ngobrol sendiri, loh ?

Namun semenjak ramadan tiba, kegiatan ibu menjadi non aktif sehingga ibu lebih banyak di rumah. Entah mengapa kehadiran seorang ibu di rumah menjadi surga bagi saya. Rumah menjadi rapi, aman dan hati tentram.

Ibu adalah wanita sederhana yang rapi dan cekatan. Namun di usianya yang hampir setengah abad, ibu masih menganggap saya sebagai anak gadisnya yang masih kecil padahal usia saya seperempat abad lebih dikit. Kalau bukan saya yang curhat, pasti ibu yang curhat dengan saya. Entah itu masalah di kantor atau di posyandu. Seru sekali mendengarnya.

dokpri
dokpri
Awal ramadan, ibu tak seperti ibu lainnya yang heboh mempersiapkan makanan sebanyak-banyaknya. Ibu malah menyiapkan tumisan kangkung dengan tempe dan tahu goreng. Wow voilaaa, rupanya ada empal dagingnya juga. Sahur pertama semarak rasanya, kami duduk bertiga dengan ayah. Begitu juga dengan waktu berbuka, ibu menyiapkan makanan seadanya yaitu sayur asem jagung dengan empal daging yang masih tersedia. Tak hanya itu, rupanya ibu pun membeli bihun goreng dan kolak.

Ramadan hari ketiga, rumah semakin ramai. Adik pulang ke rumah karena perkuliahannya di Jogja diliburkan. Ramadan pun semakin semarak akibat celotehan adik mengenai kegiatannya di kampus. Hal itu membuat ibu semakin sumringah karena semua anak-anaknya berkumpul di rumah ini. Adik berkata kepadaku walau segalak apapun Ibu, beliau adalah sosok yang sangat dirindukan olehnya.

Ramadan keempat, saya melihat ibu sudah sibuk mempersiapkan bahan kue. Rupanya kue tersebut bukan untuk dimakan atau persiapan lebaran sendiri namun untuk dijual. Ibu sangat lihai membuat kue, dari nastar yang dibentuk daun, kastengel hingga kue kering lainnya. Oh ya tak ketinggalan kadang kala ayah turut serta membantu ibu untuk sekedar mengecek kue di oven. Melihat kematangan kue atau sekedar mengoleh kue dengan kuning telur. Ibu memang super woman yang dapat membantu perekonomian keluarga dan memberikanku contoh bahwa hidup tak sekedar dinikmati tapi tetap untuk diperjuangkan hingga cita-cita tercapai.

Alhamdulillah, begitu surga dunia Kau persembahkan kepada keluarga kami Ya Allah. Memiliki keluarga utuh yang bahagia memang sungguh membahagiakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun