Mohon tunggu...
Eryadi Ahmad
Eryadi Ahmad Mohon Tunggu... -

Konselor

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seberapa Sayang Anda Kepada Anak?

28 September 2012   01:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:34 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Suatu sore datanglah sorang ayah membawa mobil baru, lantas sang ayah memanggil-manggil Putrinya,” Putri....Dimana kamu?’

“ O ....Ayah, sudah pulang. Ada apaYah? “

“Ayo keluar kedepan ikut ayah” kata sang ayah, tak sabar menggandeng tangan putrinya. “ Waw.....mobil baru “ kata sang anak senang melihat ayahnya membeli mobil baru.

Putri senang nggak dengan mobil baru kita? “ tanya sang ayah .

“Senang banget, makasih Ayah”, Jawab Putri.

Kegembiraan muncul pada diri sang anak, Putri baru beumur enam tahun, tetapi sudah pandai menulis. Sewatu sang ayah sedang mandi, putri ingin mengungkapkan kegembiraannya dengan menggambar di mobil barunya dengan batu.

Sambil mengucapkan kata-kata, Putri mulai menggambar, Ayah dan Ibu serta dirinya yang digandeng ayah dan ibunya, “ Putri sangat senang dan sayang sama Ayah , Ibu”.

Setelah selesai mandi dan berpakain, sang ayah keluar rumah untuk mengajak putri jalan-jalan. Alangkah terkejutnya sang Ayah melihat mobil barunya dicoret-coret dengan batu oleh Putri, Sang Ayah meradang.

” Putri kamu apakan mobilnya!!” dengan spontan sang ayah memukul tangan sang anak dengan keras.

Putri mengerang kesakitan atas pukulan sang Ayah.Tapi ayah tidak memperdulikan tangisan sang anak, semakin menambah pukulannya. Terdengar oleh simbok.

” ada apa juragan....... ada apa?” simbok langsung memeluk putri, mengambil dari tangan sang Ayah yang sudah gelap mata.

“Sini mbok lepaskan putri” anak tak kenal disayang, dibelikan mobil baru malah dicoret-coret!

“Maaf Ayah..., maaf Ayah...”,Putri memohon maaf, sambil menangis menahan sakit karena dipukul ayahnya.

Keesokan harinya putri demam karena memar ditangannya, sanga ayahmasih merasa jengkel sama putri, sehingga simbok yang disuruh mengantar kepuskesma. Sang Ayah langsung berangkat kerja, begitu pula ibunya karena ibunya pun bekerja.

Putri mengerang kesakitan sambil memanggil Ayahnya,” ayah..., ayah, ibu....., ibu....,” Simbok bergegas mendekati putri.

Sayang, Ayah sama ibu sudah berangkat kerja, sama simbok aja ya..”, kata simbok menenangkan hati putri.

“Mbok...tangan putri sakit sekali mbok” kata Putri sambil menangis.

“sabar ya sayang nanti Simbok antar ke puskesmas”. Simbok bersiap-siap untuk mengantar putri ke puskemas.

“Ayo Putri, kita berangkat ke puskesmas” ajak Simbok sama putri.

“Tapi tangan putri sakit sekali mbok....?”

“Yasudah mbok gendong ya?” mbok pun menggendong putri.

Sampai di Puskesmas diperiksa sama dokter, ternyata sakit putri cukup parah sehingga dianjurkan untuk ronsen ke rumah sakit. Setelah malam harinya, Simbok ngomong sama juragan, “Juragan.. putri disuruh ronsen ke rumah sakit sama dokter puskesmas tadi pagi”.

“Biar ajalah mbok nantikan sembuh sendiri” kata sang ayah.

“Tetapi juragan, tangan putri memar dan badannya panas sekali”, simbok menimpali omongan juragan.

“Biar ajalah mbok, manja banget, nanti beberapa hari kan sembuh sakitnya”, tanpa sang ayah menengok lagi putri cukup memandang dari kejauhan, yang sedang sakit, karena merasa penat bekerja seharian.

Setelah berjalan beberapa hari putri tak berkurang sakitnya, bahkan semakin parah, sehingga simbok memohon sama juragan untuk membawa putrikerumah sakit.

“Juragan, simbok memohon sama juragan.. putribadannya panas.. tinggi sekali tolong diantar kerumah sakit” karena simbok memelas begitu sekali, akhirnya sang juragan tidak berangkat bekerja.

“Putri..” sang ayah dan Ibu mendekati Putri ,” kita kerumah sakit ya”, putri hanya mengangguk karena menahan sakit.

Sampai dirumah sakit, langsung dibawa ke UGD dan dibawa bagian ronsen, setelah selesai pemeriksaan, dokter memanggil kedua orang tua putri, untuk membicarakan penyakit putri.

“Pak ?.......kenapa baru diperiksa sekarang, setelah terjadi pembusukan ditangan anak bapak,” kata dokter bertanya pada sang ayah.

Apa ? tangan Putri anak saya membusuk, tidak mungkin dok “

“ Ronsen menunjukan bekas pukulan yang keras beberapa hari yang lalu, sehingga menyebabkan memar kemudian terjadi pembusukan, untuk itu tangan putri harus dipotong”. Kalau tidak dipotong membahayakan keselamatan anak bapak.” Dokter menjelaskan dengan hati-hati.

Sang ayah bingung dan menyesali perbuatannya. Akhirnya sang Ayah menyetujui saran dokter. Tangan putri harus diamputasi segera. Setelah sadar, Putri memanggil-manggil Ayah dan Ibunya dan bertanya “Tangan Putri yang kanan dimana?” Sambil menangis. Sang ayah dan Ibu tidak bisa menahan tangis melihat anaknya sudah sadar.

“ Sayang, sabar ya ....tidak dilanjutkan kata-kata Ibu,”hanya sambil memeluk anaknya tidak tega membicarakan tangannya yang dipotong.

Waktu terus berlalu, sang ayah tidak kuat melihat putri yang hanya mempunya tangan sebelah, akibat kesalahannya. Dan akhirnyanya sang ayah dihantui terus atas kesalahannya dahulu.

Rasa bersalah yang begitu dalam sehingga sang Ayah tidak kuat menangung rasa tersebut, akhirnya Sang Ayah bunuh diri bersama-sama mobil nya kedalam laut. Begitu juga Sang Ibu,karena merasa ikut bersalah tidak kuat menanggung perasaan, yang akhirnya sang ibu menjadi lupa ingatan.

-----------------------------------

Renungan : Sudahkah kita menyayangi dan memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak kita sepenuhnya, tidak lebih mementingkan pekerjaan kita. Memberikan pendikan yang terbaik untuk anak-anak, sebagai titipan Allah yang kelak akan diminta pertanggung jawaban?.

Jika kita sudah semaksimal mungkin memberikan yang terbaik untuk buah hati kita, Insya Allah kita akan memetik buahnya, dengan menjadikannya anak yang sholeh..amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun