Mohon tunggu...
Eryadi Ahmad
Eryadi Ahmad Mohon Tunggu... -

Konselor

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kambing Coklat untuk Anak

23 September 2012   17:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:51 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bagi kita sekarang, yang sedang mempunyai anak yang usianya diatas sembilan bulan keatas, merupakan perkembangan yang penuh perhatian untuksang anak, yang mulai tumbuh dan berkembang untuk mulai belajar berjalan.

Sang anak akan berusaha sekuat tenaga menegakkan tubuhnya untuk berdiri, lantas bergerak untuk berjalan. Sewaktu proses latihan berjalan, selangkah dua langkah, terjatuhlah ia lalu menangis.Apa tindakan kita pada umumnya ?, untuk mendiamkan sang anak yang menangis. Kita akan memarahi lantainya, menepuk-nepuklantainya supaya sang anak diam,”O....o.....lantainya jahat ya dede sampai terjatuh,Bapak tepuk lantainya ya..” , lalu sang anak pun diam.

Kejadian-kejadian tersebut akan terus berulang-ulang dengan bermacam-macam model sesuai dengan fase perkembangan anak selanjutnya.Setiap tindakan anak yang membawa kesalahan, dialihkan ke penyebab masalah(si kambing coklat) yang disalahkannya.

Contoh lain lagi, sewaktu makan anak menjatuhkan piring makannya, lalu pecahdan ia pun menangis, lantas kita pun melemparkan masalahnya kebenda tersebut, dengan mengatakan,”O ....o.... Piringnya jelek ya? Besok kita beli piring yang bagus, yang tidak bisa pecah”, anak pun diam dari tangisnya.

Sekali lagi hal-hal yang membuat kesalahan anak kita lemparkan ke kambing coklat, Sehingga anak terus berkembang maenjadi dewasa. Pada suatu waktu kita baru akan tersadar, setelah anak menjadi besar, tidak bisa untuk menegurnya dalam berbuat salah. Karena sewaktu kesalahan –kesalahan yang dibuatnya tidak pernah kita tindak lanjuti dengan benar.

Sebagai pembahasan kembali masalah diatas, sewaktuanak belajar berjalan terjatuh, yang selayaknya kita memberikan pengertian dan motivasi anak supaya hati-hati dan jangan cengeng, jangan menyerah, terus berlatih untuk berjalan.

Contoh selanjutnya anak menjatuhkan piringnya, karena supaya anak tidak menangis (karena takut dimarah) , lantas orang tua tidak menyalahkan anaknya, melemparkan kesalahannya kepada sikambing coklat.

Hal ini tidak mendidik untuk si anak, yang seharusnya sebagai orang tua haruslah berkata jujur, dengan tetap menyalahkan tetapi tidak memarahinya, dengan mengatakan,”Hati-hati ya sayang, besok jangan terjatuh lagi piringnya ya!, ayo kita kumpulkan pecahan piringnya (mengajak bersama-sama/melatih bertanggung jawab) supaya tidak kena kaki.” Sambil mengelus bahunya supaya tidak takut dimarah, tetapi menyadarkan kesilapannya jangan diulang kembali. Semoga kisah ini dapat menjadikan kita mendidik anak yang benar yang selama ini mungkin tidak kita sadari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun