Mohon tunggu...
La Baco Cukka Ulu
La Baco Cukka Ulu Mohon Tunggu... -

terpuruk oleh cinta

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pertemuan Itu...

3 Mei 2011   00:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:08 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dua puluh menit lagi jarum jam menunjukkan pukul 4 sore. Shalawat dari masjid lirih terdengar menandakan saat azan ashar akan segera bergema. Kembali kulirik handphone Nokiaku yang sudah mulai butut. Namun hingga saat ini belum ada sms konfirmasi pembatalan yang masuk. Sehingga menguatkan azzamku untuk segera ke tempat yang telah ku janjikan kemarin. Namun, gema azan ashar yang belum berkumandang menunda langkahku, sadar bahwa shalat ashar lebih penting dibanding pertemuan bersejarah ini. Pertemuan yang mungkin akan mengubah perjalanan hidupku kelak dikemudian hari.

Teringat beberapa hari sebelumnya, dengan sedikit nekad ku kirim sebuah sms kepadanya.

“Afwan ukhti sebelumnya, saya mau bertanya, apakah masih ada kemungkinan bagi saya untuk membina rumah tangga dengan antum? Karena terusterang saya merasa cocok dengan antum. Afwan atas ketidaknyamanan ini”.

Hah, sms yang terbilang lucu dan sangat kekanakkanakan. Bahkan terlihat seperti seorang anak SMP yang lagi menyatakan cinta. Lebih parah lagi, karena dikirim via sebuah SMS. Mungkin diapun merasakan hal yang sama sehingga tidak berselang lama dibalasnya.

“Tidak ada yang perlu dimaafkan. Setiap orang berhak mencintai siapapun, tapi saya berhak juga untuk memilih dan menentukan pilihan. Untuk pertanyaannya, saya tidak tahu mau bilang apa kakak?”

Huff…kumerasa dia pasti sedikit geli dengan kelakuanku selama ini padanya. Terlihat seakan minder dan takut untuk bertemu dengannya sehingga berani hanya lewat sebuah sms. Tapi jawaban smsnya sungguh membuatku merasakan adanya sedikit peluang terbukanya pintu hatinya. Pun ketika dia menanyakan alasanku menyukainya, saya kembali melihat adanya sedikit peluang yang diberikan kepadaku. Hingga sayapun merencanakan sebuah pertemuan dengannya. Setidaknya saya ingin melihat dengan mata kepala sendiri sinyal yang diberikan itu tulus atau hanya sekedar fatamorgana.

Akhirnya saya pun mengajaknya bertemu di sebuah pusat perbelanjaan hari ini pukul 4 sore. Pertemuan yang kuharapkan bisa menjadi awal dari sebuah kisah indah dalam periode hidupku yang memasuki usia yang sangat cukup untuk membina sebuah keluarga. Dan sejak pukul 3 sore, saya telah menyiapkan segala sesuatunya. Durasi mandi yang biasanya sekejap berubah menjadi agak lama. Memilih baju yang terbaik serta celana katun kebanggaan baru kali ini ku lakukan. Bahkan menyikat gigi yang biasanya hanya kulakukan di pagi dan malam hari, kali ini dengan sukarela ku kerjakan dengan semangat. Ah, pertemuan ini sungguh sangat penting sehingga segalanya harus terlihat sesempurna mungkin.

Gema azan ashar baru saja terdengar, dengan segera kukerjakan shalat Ashar dengan Qasar 2 rakaat. Didalam sujud-sujudku tidak lupa kupanjatkan do’a semoga segalanya berjalan lancar. Sementara waktu telah menunjukkan pukul 15.50. sepuluh menit lagi dari waktu yang kujanjikan. Segera ku bergegas dan menyewa ojek langsung ke tempat tujuan. Dada berdebar keras menanti momen yang bersejarah ini. Laju ojek yang sangat pelan menambah kekhawatiran terlambat tiba di tempat tujuan.

Pukul 16.00 tepat akhirnya saya sampai di tujuan. Bergegas menuju tempat yang saya rencanakan sambil mengetikkan sebuah sms kepadanya.

“Posisi dimana?”

Sambil celingak celinguk berharap melihat dia diantara para pengunjung pusat perbelanjaan ini, dengan perasaan yang semakin tegang menunggu momen pertemuan ini. Dan sambil berusaha menenangkan perasaan ini, ku coba mencari sebuah buku di salah satu toko buku sambil menunggu balasan smsnya.

Kurang dari sepuluh menit kemudian sebuah sms balasan berbunyi,

“Afwan Jiddan, saya tidak bisa datang. Saya ada urusan lain.”

Makassar, 29 Januari 2011

Menjelang magrib ditengah gerimis hujan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun