Mohon tunggu...
La Baco Cukka Ulu
La Baco Cukka Ulu Mohon Tunggu... -

terpuruk oleh cinta

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ketika Mendung Menggayut Makassar...

28 Maret 2011   02:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:22 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berada di Makassar selama 4 hari, saya merasakan de javu. Hujan yang tiada henti mengguyur beberapa hari terakhir betul – betul mengingatkan sesuatu yang terasa pernah terjadi beberapa waktu yang lampau. Ada rasa yang sepertinya pernah mengingatkanku akan kejadian yang telah lampau.

Dari hari pertama berada di kota ini, saya sebenarnya sudah merasakannya. Sepertinya akan terjadi hal yang seakan berulang. Sesuatu yang akan membuatku kembali merasakan keterpurukan. Namun, saya berusaha untuk mengabaikannya. Fakta bahwa saya memiliki rencana bertemu dengan dia mengaburkan semua perasaan tersebut. Ya, saya sudah menyusun suatu rencana untuk bertemu dengannya walaupun tanpa persetujuannya. Rencananya mau membuat surprise. Dengan tiba-tiba muncul di hadapannya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Harapannya sih dapat melihatnya kelabakan dengan pipi yang bersemu merah. Disertai dengan suara yang tiba-tiba menghilang atau sedikit gagap. Tentulah sangat mengasyikkan melihat ekspresinya seperti itu.

Saya sengaja mengambil izin satu hari dari kantor khusus untuk membuat surprise ini. Selain untuk alasan diatas, sebenarnya juga saya merasa penasaran terhadapnya. Beberapa hari terakhir saya sms, dia sepertinya malas membalasnya. Kalaupun dibalas pasti hanya berupa jawaban yang sangat singkat. Entah dia mulai bosan dengan smsku atau itu merupakan tanda persetujuan yang tidak bisa diartikan. Walau sedikit sangsi, namun saya berusaha optimis dengan usahaku kali ini.

Malam sebelum hari yang telah kutentukan untuk mengagetkannya, saya kembali merasakan de javu. Terasa ada bisikan dalam diri untuk bersiap menghadapi hal yang terburuk ketika bertemu dengannya kelak. Dalam sholat pun, diantara do’a pengharapan yang ku panjatkan, terselip sesuatu perasaan sangsi terhadap usahaku kali ini. Namun dengan sedikit optimis, saya tetap meneguhkan hati untuk menjalankan rencana ini.

Pagi yang basah di hari yang penting itu pun tiba. Hujan deras yang seakan tanpa henti memulai hari. Mata yang sedikit sembab karena susah tidur pada malam harinya, seakan tidak bisa diajak kompromi untuk membuka. Hawa dingin yang menyelusup diantara potongan sarung yang menempel di sekujur tubuh menambah malas semakin menjadi-jadi. Namun mengingat rencana yang tidak boleh ditunda lagi, saya pun memaksa diri untuk bangun dan mempersiapkan segala sesuatunya. Sedikit merutuk hari yang seakan tidak bersahabat, saya cuma sanggup berharap sorenya pada saat rencana dijalankan, cuaca bisa sedikit berkompromi. Setelah menyelesaikan pekerjaan – pekerjaan titipan dari kantor, saya pun bergegas menyiapkan mental dan psikis menghadapi pertemuan ini.

Gerimis mulai turun ketika saya melangkahkan kaki menuju ke tempat kerjanya. Ya, di tempat kerjanya itulah saya akan membuat surprise padanya. Dan sambil menaiki angkot, saya kembali berharap cuaca bisa bersahabat hingga urusan ini bisa dilancarkan. Namun apa lacur, setelahj mencapai setengah perjalanan, hujan malah semakin deras seakan ditumpahkan dari langit. Sambil sedikit menggigit bibir bawah, saya tetap bermohon kiranya di tujuanku itu hujan dapat reda.

Ajaib, seakan mendengar permohonanku, hujan ternyata reda di tempat kerjanya. Dengan perasaan yang tidak karuan, perlahan kulangkahkan kakiku menuju klinik tempat kerjanya. Sempat ada terbersit keinginan untuk membatalkan, namun langkah sudah tidak dapat ditarik lagi. Tiba di kantornya, dengan menguatkan diri saya pun kembali mencoba mereka-reka kalimat pembuka untuknya sambil berusaha tersenyum untuk menarik perhatiannya. Dan perlahan kumengangkat tangan bersiap untuk mengetuk pintu kantornya. Namun, sepertinya ada yang salah ketika saya mendongakkan kepala keatas. Dan disana,diatas pintunya terpampang tulisan besar-besar tertulis “TUTUP”.

Duah…sepertinya hari ini memang tidak berpihak kepadaku. Kucoba bertanya pada orang yang berseliweran didepanku tentang jadwal buka kantor ini. Dibilangnya tidak lama lagi dia akan datang. Karena mungkin hanya terjebak macet dan hujan. Kucoba bersabar sambil melirik jam di hapeku. Sambil berjanji jika dia tak datang dalam setengah jam, maka rencana ini telah gagal.

Semenit, dua menit, lima menit ketika tanpa sengaja saya mendongakkan kepala melihat dikejauhan seseorang berjalan dengan kerudung hitam di kombinasikan dengan baju seragam putih dengan emblem dilengannya dan papan nama di saku kirinya. Kemudian dipadu sebuah celana biru tua yang terlihat sangat ketat di pinggangnya yang kecil dan sebuah sepatu pantalon dengan hak tinggi. Dia berjalan menunduk dengan langkah yang panjang. Saya seperti melihat seseorang yang lain dari yang pernah kulihat selama ini. ya, setelah mendekat baru saya meyakinkan diri, kalau ternyata orang itu betul adalah dia. Sebuah sapaan lembut disampirkannya kepadaku yang justru malah tergagap menjawabnya. Gugup dan kaget dengan kedatangannya membuatku seakan merasakan senjata makan tuan. Dia sama sekali tidak terlihat kaget dengan kedatanganku, malah dengan lembut menyapaku.

Segera ku menguasai diri dan mencoba memulai pembicaraan. Walaupun disana, di ujung meja kerjanya dia terlihat asyik menulis namun ku yakin dia bersiap menerima pertanyaanku. Singkat cerita, ku paparkan keseriusanku kepadanya. Dan kembali perasaan itu datang ketika ku mencoba mendengar jawabannya. Dan akhirnya keluarlah pernyataan yang selama ini berusaha ku abaikan. Dia ternyata hanya ingin berteman denganku. Dia mempunyai pilihan yang lain. Pilihan yang membuatnya susah untuk menerima kehadiranku di hidupnya. Ku tercenung, merasakan perasaan yang sama yang pernah menghampiriku beberapa waktu yang lalu. Perasaan yang kembali memorakporandakan benteng kesabaranku. Namun kali ini ku merasa lebih kuat menghadapi perasaan itu. Terasa ada kekuatan yang menghalangi perasaan itu menjalar jauh kedalam batas kemampuanku. Saya sudah belajar dari kegagalan terdahulu. Dan kegagalan hari ini pun kuterima dengan lapang. Kuterima dengan hati yang terasa lebih kuat. Kuat, mengingat saya telah berani melakukan rencana-rencana yang telah kususun. Dan tidak lari dari rencana itu. Kuat karena saya telah membuktikan jikalau saya bukan hanya lewat sebuah sms, namun pun bisa membawa diri walau hanya untuk mendengar kekecewaan. Dan kuat karena ku yakin yang diatas sana telah memilihkan wanita terbaik untukku di waktu mendatang.

demi pertemanan, demi silaturahmi dan demi masa depan yang cerah tanpa terganggu masa lalu. Izinkan ku menghapus semua memori tentangmu. Dan mulai merajut asa tanpa ada bayangmu di sekitarku.

Makassar, 05 februari 2011

Di antara dinginnya lantai yang lembab beralaskan karpet butut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun