Pileg dan pilpres di Indonesia baru selesai dilaksanakan, orang-orang sudah ramai membicarakan pilpres dan pileg berikut pada tahun 2024. Presiden Jokowi baru membentuk kabinetnya, partai dan politikus dan banyak pihak lain sudah mengelus-ngelus jagonya, siapa calon presiden pada pilpres berikutnya. Genderang pemilu sudah bertalu-talu dan riuh-rendah.
Hal ini sangat berbeda dengan pemilihan legislatif di Jerman. Pemilih dan parpol masih adem-ayem sampai sekarang, padahal pileg di Jerman akan dilaksanakan pada hari Minggu, 26 September 2021 mendatang, hanya tinggal beberapa bulan lagi. Â
Seperti di banyak negara-negara Eropa lainnya, sistem demokrasi di Jerman adalah sistem demokrasi parlementer. Pemilu di Jerman atau dalam bahasa Jerman disebut die Bundestagswahl adalah untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di parlemen Jerman, yang disebut dengan der deutsche Bundestag.
Berdasarkan UU Pemilu Jerman die Bundestagswahl pileg dilaksanakan setiap empat tahun sekali. Dasar hukum pemilu di Jerman tercantum dalam Undang-Undang Dasar Jerman das Grundgesetz, yaitu dalam Pasal 39 Ayat 1 dan disebutkan: Pemilihan Umum berikutnya dilaksanakan secepatnya 46 minggu dan paling lambat 48 minggu setelah parlemen yang baru terbentuk mulai bersidang untuk pertama kalinya. Bila periode parlemen berakhir sebelum waktunya, misalnya karena parlemen dibubarkan, maka pileg baru harus dilaksanakan selambat-lambatnya 60 hari setelah parlemen dibubarkan.
Selain itu diatur pula bahwa pileg harus dilaksanakan pada hari Minggu atau pada hari libur resmi (hari libur nasional), seperti yang diatur dalam pasal 16 UU Pemilu Jerman atau die Bundeswahlgesetz. Di samping itu juga harus diusahakan, agar hari-H pileg tidak dilaksanakan bertepatan dengan masa hari libur utama.
Secara tradisional ada dua parpol besar yang mendominasi parlemen di Jerman, yaitu partai konservatif dan partai sosialis. Partai sosialis Jerman adalah CDU (Christlich Demokratische Union Deutschlands atau Uni Demokratik Kristen Jerman) dan CSU (Christlich-Soziale Union atau Uni Sosial Kristen). CSU hanya hadir di Negara Bagian Bayern sedangkan CDU tampil di 15 negara bagian lain, selain Bayern. Begitu kesepakatan antara CDU dan CSU, sehingga tercipta konstelasi atau gabungan CDU/CSU. Sedangkan partai sosial yang turut mendominasi parlemen Jerman adalah SPD (Sozialdemokratische Partei Deutschlands atau Partai Demokrat Sosial Jerman).
Pada awal demokrasi di Jerman hingga tahun 80-an kancah perpolitikan dan parlemen Jerman selalu didominasi dan dikuasai oleh kedua partai itu. Satu partai lain hanya menjadi pelengkap penderita, yang menjadi mitra junior sebagai pelengkap koalisi bila salah satu partai besar tersebut tidak bisa meraih mayoritas mutlak. Partai gurem tersebut adalah FDP (Freie Demokratische Partei atau Partai Demokrat Liberal). Dalam sejarah Jerman CDU/CSU atau SPD silih berganti memerintah di Jerman dengan mitra junior FDP. Hanya kadang-kadang tercipta koalisi gendut antara CDU/CSU dan SPD.
Seiring perkembangan jaman dan bergesernya ideologi di masyarakat, maka pada awal tahun 80-an hadir partai baru di parlemen. Partai baru tersebut menamakan diri Partai Hijau atau die Gruenen, dengan ideologi utama anti perang dan ekologis.
Secara mengejutkan pada pileg tahun 1998 Partai Hijau berhasil meraih suara yang cukup signifikan dan SPD yang dikomandani Gerhard Schroeder sebagai calon kanselir menggandeng Partai Hijau membentuk koalisi pemerintahan.
Secara keseluruhan partai yang hadir di parlemen Jerman pada periode sekarang ada enam parpol, yaitu
- CDU/CSU
- SPD
- Die Gruenen Partai Hijau
- FDP
- AfD (cenderung anti orang asing)
- Die Linke Partai Kiri
Pada tahun 2020 lalu Kanselir Angela Merkel menyatakan mengundurkan diri sebagai Ketua Partai CDU dan pada pileg 2021 dia tidak mau maju lagi sebagai calon kanselir Jerman. Sejak saat itu petinggi parpol CDU mulai berpikir untuk mencari calon kanselir dari partai mereka. Tetapi sampai pertengahan bulan April lalu belum ada nama resmi, siapa calon kanselir atau dalam bahasa Jerman disebut K-Frage (Calon Kanselir) dari mereka. Para pemilih di Jerman juga tidak terlalu meributkan siapa calon kanselir berikutnya.