Beberapa waktu beredar informasi yang bikin resah masyarakat Indonesia: pulsa HP dan token listrik kena pajak! Semua langsung heboh, seperti tikus yang sarangnya diganggu kucing. Kenapa sih? "Begitu saja kok repot!" Kalau masih hidup, mungkin Gus Dur akan berkomentar seperti itu.
Ada apa dengan pajak? Apakah pajak itu? Dalam bahasa Jerman dikatakan: Steuern sind Zwangsabgaben in Form von Geldleistungen, die sich der Staat von seinen Buergerinnen und Buergern und Unternehmen zum Zwecke der Einnahmenerzielung ohne Anspruch auf Gegenleistung verschafft.Â
Pajak adalah iuran atau pungutan paksa dalam bentuk jasa uang yang dibebankan kepada perorangan atau badan usaha, dan dibayarkan (diberikan) kepada negara tanpa imbalan apa-apa dari negara atas iuran yang dibayarkan itu. Tujuan iuran paksa itu adalah agar negara mendapat penghasilan atau penerimaan.
Benar atau tidak? Apa ada yang sukarela dan dengan senang hati membayar pajak atas gaji setelah bekerja keras sebulan penuh? Tidak 'kan? Dipaksa toh untuk membayar pajak penghasilan sekian persen? Sebenarnya pajak ini mirip seperti preman, yang datang minta "uang keamanan". Tapi uang preman kan ilegal, sementara pajak dinaungi oleh hukum, itu resmi dan legal, ada aturannya.
Tetapi jangan langsung apriori dulu dengan iuran atau pungutan paksa ini, yang disebut pajak. Tanpa pajak bagaimana negara bisa membangun sekolah, infrastruktur dll. Tanpa pajak bagaimana bisa ada PUSKESMAS? Tanpa pajak bagaimana bisa ada Kartu KIS? Tanpa pajak, kehidupan sehari-hari tak akan nyaman. Tak percaya? Percaya saja deh. Sebagai perbandingan, mari bertandang ke Jerman dan melihat jenis-jenis pajak di sana.
Penerimaan dari sektor pajak di Jerman pada tahun 2019 mencapai 735 miliar Euro, sementara pada tahun 2018Â adalah sebesar 713 miliar Euro (1 Euro kira-kira Rp16.500). Artinya ada kenaikan sebesar 3,1%Â dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2020 penerimaan dari pajak berkurang karena kelesuan ekonomi akibat pandemi Corona.
Di Jerman ada banyak jenis pajak. Saking banyaknya jenis pajak, kantor dinas pajak dan konsultan pajak sering pusing dan bingung sendiri. Jangan khawatir, di sini tidak akan dibahas semua jenis pajak tersebut. Hanya beberapa jenis pajak, khususnya yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang akan dijelaskan sedikit.Â
Siapa yang wajib membayar pajak? Wajib pajak atau steuerpflichtig misalnya adalah perorangan Einzelperson dan badan usaha Koerperschaft. Pajak yang harus dibayarkan misalnya adalah pajak penghasilan (PPh) dalam bahasa Jerman Einkommensteuer (ESt.). Besaran pajak penghasilan di Jerman tergantung beberapa faktor:
- menikah atau tidak menikah (lajang);
- kelas pajak (Steuerklasse): Kelas 1 sampai dengan Kelas VI;
- punya anak atau tidak;
- anak sudah lewat umur 18 tahun atau masih kuliah atau Pendidikan.
Wajib pajak lajang atau tidak menikah masuk Kelas 1, menikah, misalnya, masuk Kelas 3 (suami, penghasilan lebih besar daripada isteri) dan Kelas V (isteri, tidak bekerja atau penghasilan lebih kecil daripada suami ). Kalau penghasilan suami dan isteri hampir sama besarannya, maka bisa dipilih kombinasi Kelas IV dan Kelas IV, agar pajak beban pajak berkurang sedikit.
Pajak perorangan yang tidak menikah sangat besar. Hampir setengah dari gaji bruto bisa habis untuk membayar pajak dan iuran lain (iuran resmi dan wajib). Begitu menikah, pajak otomatis turun (lapor dulu ke kantor pajak dan tunjukkan surat nikah).Â
Kalau sudah punya anak, otomatis pajak turun lagi, dan uang di rekening bank lebih besar lagi. Senang rasanya melihat Kontoauszug bukti transaksi bank. Tapi jangan langsung berpikir untuk segera menikah dan buat anak banyak-banyak! No way!