Sebagai Indonesia merayakan 78 tahun kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 2023, kita tidak bisa menghindar dari pertanyaan yang menggelitik: Apakah Indonesia masih "terjajah" oleh korupsi meskipun telah mencapai prestasi luar biasa dalam kancah global?
Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia telah menorehkan berbagai pencapaian yang luar biasa di panggung dunia. Melalui keketuaan G20 dan perannya sebagai tuan rumah G20 pada tahun 2022, Indonesia berhasil memanfaatkan kesempatan tersebut dengan bijaksana. Dengan berbagai pemikiran dan solusi yang dihasilkan, Indonesia semakin mendapatkan tempat terhormat di panggung global.
Peran sebagai pemimpin ASEAN juga semakin meningkatkan kedudukan Indonesia di tingkat regional dan internasional. Bahkan, negara ini telah memulai langkah untuk keluar dari jeratan perekonomian menengah ke bawah, menuju potensi menjadi negara berpendapatan tinggi.
Namun, dalam momen perayaan kemerdekaan ini, kita dihadapkan pada dua sisi koin yang kontras. Di satu sisi, kita memiliki prestasi dan peran yang semakin penting di panggung global, tetapi di sisi lain, masih ada korupsi dan mentalitas keterjajahan yang mengganggu kemajuan sejauh ini.
Korupsi, sebagaimana telah diuraikan dengan jelas, adalah musuh bersama yang merusak. Namun, sayangnya, korupsi juga kerap dianggap sebagai "kawan" oleh sebagian pihak. Penting bagi kita untuk memahami bahwa korupsi tidak hanya merugikan sekelompok orang, tetapi juga membahayakan masa depan bangsa dan negara secara keseluruhan.
Kita juga harus menghadapi realitas bahwa walaupun telah meraih kemajuan besar, masih ada tiga masalah mendasar yang menghantui Indonesia seperti bayangan masa lalu: kebodohan, kemiskinan, dan diskriminasi. Perjalanan panjang bangsa ini seharusnya telah membawa perubahan yang lebih signifikan dalam hal ini.
Kita tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa menjelang Pemilu 2024, ada potensi bahwa ketiga masalah tersebut bisa kembali merajalela. Para politikus dengan tujuan pribadi mungkin akan memanfaatkan situasi ini untuk meraih kekuasaan tanpa memikirkan dampak jangka panjang bagi kesejahteraan rakyat dan negara.
Namun, tugas sebenarnya jatuh kepada pemimpin bangsa untuk membawa perubahan sejati. Tugas mereka adalah untuk memimpin dalam mengatasi korupsi dan menyinari sudut-sudut tergelap yang masih menghantui masyarakat. Kemerdekaan seharusnya tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga jembatan emas menuju masa depan yang lebih adil dan makmur.
Ketika kita merenungkan kata-kata Soekarno tentang kemerdekaan sebagai "jembatan emas," kita harus mengingat esensinya: perubahan radikal menuju masyarakat adil dan makmur. Kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk mewujudkan visi ini, terutama mengatasi korupsi yang menjadi penghalang utama.
Jadi, dalam usia ke-78 Republik Indonesia, marilah kita berdiri bersama, mengakui tantangan yang masih dihadapi, dan bekerja menuju masa depan gemilang di mana cahaya kemerdekaan menerangi setiap sudut kehidupan kita.