Beberapa tahun lalu kita kondisi perekonomian kita sangat dipusingkan dengan naik turunnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sangat berpengaruh terhadap tingkat harga umum atau inflasi. Bagaimana tidak, naik nya harga BBM menjadi sebuah hal yang negatif bagi semua pihak. Bagi masyarakat naiknya harga BBM merupakan momok yang menakutkan karena secara umum akan menaikan harga-harga barang sehingga meningkatkan beban pengeluaran mereka. Disisi lain bagi pengusaha kenaikan harga BBM membuat mereka harus mengeluarkan tambahan dana untuk biaya operasional kendaraan mereka sehingga mereka juga harus menghitung ulang hasil keuntungan mereka. Sementara itu, bagi pemerintah daerah naiknya harga BBM ini akan menurunkan popularitas mereka dimata masyarakat dan berimbas pada hujatan-hujatan negatif masyarakat kepada pemerintah.
Pada situasi terdahulu, beberapa instansi terkait baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan sangat sibuk untuk menyesuaikan dampak kenaikan dan penurunan BBM. Misalnya Penyesuaian tariff yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan, Pelaksanaan inspeksi harga dan operasi pasar oleh dinas terkait hingga penyesuaian suku bunga yang dilakukan Bank Indonesia dalam mencegah terjadinya inflasi yang berlebihan.
Namun demikian keadaan tersebut sekarang berubah setelah diterapkan kebijakan “Liberalisasi” harga BBM yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia saat ini. Respon cepat pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam menangani persoalan bahan bakar minyak bersubsidi dalam jangka pendek, menengah, dan panjang, melalui kebijakan “liberalisasi” Harga BBM ini merupakan kebijakan baru yang sedikit banyak diyakini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
Liberalisasi Harga BBM yang dimaksud disini ialah penyesuaian harga BBM yang di Kelola oleh PT Pertamina (Persero), khususnya Premium dan Solar, dengan harga minyak dunia. Mengapa diyakini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia?
Pertama, kebijakan ini akan memberikan ruang fiskal yang sangat lebar. Hal ini memungkinkan pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur dan sosial. Dengan adanya penghilangan subsidi BBM maka porsi anggaran untuk peningkatan infrastruktur semakin bertambah, Tambahan belanja infrastruktur oleh pemerintah setidaknya Rp 150 triliun (Menurut Prediksi PSEKP-UGM, 2015), sebagai penambah alokasi sebelumnya Rp 200 triliun, sehingga total Rp 350 triliun benar-benar akan menjadi motor penggerak perekonomian yang signifikan pada 2015. Sedangkan untuk pembangunan sosial kebijakan ini memberikan harapan realisasi anggaran pendidikan 20% dan jaminan kesehatan optimal bagi masyarakat miskin sehingga meningkatkan jaminan kesejahteraan mereka.
Yang kedua, perubahan persepsi masyarakat sebelum liberalisasi harga BBM dan setelah liberalisasi harga BBM. Pada saat sebelum liberalisasi harga BBM, masyarakat cenderung menganggap naiknya harga BBM akan memberi dampak negatif pada kenaikan harga secara umum yang mana meningkatkan pengeluaran masyarakat, sehingga gejolaknya terlalu besar. Adanya pola penerapan harga yang baru, (setelah adanya kebijakan liberalisasi harga BBM) yang bertujuan untuk membiasakan masyarakat agar tak tergantung pada subsidi. Masyarakat dinilai akan dapat lebih baik dalam mengatur pola pengeluaran dari konsumsinya sehari. Dengan begitu, masyarakat lebih bijak dalam mengonsumsi BBM, sementara sektor usaha perdagangan dan industri diyakini akan cenderung lebih bijak dalam menentukan harga keekonomian barang sehingga harga tidak lagi meningkat secara berlebihan dan inflasi akan lebih terkontrol. pengaruh inflasi dari penghapusan subsidi BBM tidak akan memberikan kejutan yang dapat mendistorsi keseimbangan pasar barang dan jasa.
Melihat dari segala aspek yang ada tentunya ada banyak efek positif yang dapat diperoleh dari penerapan kebijakan ini dimana iklim investasi akan relatif selalu dapat kondusif, rongrongan membengkaknya pengeluaran pemerintah dapat dikelola dengan pengaturan penerimaan pajak secara harmonis, perilaku masyarakat akan menjadi lebih siap dalam menyikapi perubahan harga BBM bersubsidi.
Akhirnya, lambat tetapi pasti, pengaruh yang berlebihan variabel kenaikan harga BBM terhadap Inflasi akan semakin berkurang bahkan dapat terhapus jika kebijakan penahapan penghapusan subsidi ini dijalankan secara sistematis, terencana, dan mengikut sertakan masyarakat luas untuk memahaminya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H