Pada awal tahun 2021, tepatnya pada tanggal 1 Februari 2021, dunia sempat dihebohkan dengan aksi Kudeta yang terjadi di Myanmar, di mana pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi digulingkan dari kekuasannya melalui aksi Kudeta Militer oleh Jenderal Min Aung Hlaing dan merebut kepemimpinan Myanmar dari Aung San Suu Kyi. Mungkin cerita mengenai aksi-aksi seperti kudeta militer dan perebutan kekuasaan oleh militer sudah sangat sering kita dengar, terutama di negara berkembang yang mana militer masih memiliki pengaruh yang sangat besar. Namun pernah kah kita mendengar terdapat aksi Kudeta militer dan perebutan kekuasaan oleh militer di negara seperti Amerika Serikat? Walaupun kejadian seperti perebutan kekuasan oleh militer sempat digambarkan dalam film fiksi tahun 1964 berjudul “Seven Days in May.”
Benar, memang di negara seperti Amerika Serikat perebutan kekuasaan oleh Militer kemungkinan besar tidak akan bisa terjadi. Hal ini di karenakan karena pada tahun 1947 pemerintah Amerika Serikat mengesahkan Undang-Undang Keamanan Nasional Tahun 1947, di mana salah satu point terpenting dalam undang-undang tersebut adalah menyatakan bahwa Militer harus berada di bawah kendali Sipil atau yang biasa dikenal dengan “Civilian Control over the Military.” Walaupun menilisik balik sejarah Amerika dari tahun-tahun sebelumnya, memang kaum Sipil lebih banyak memiliki pengaruh dibanding Militer dan dengan disahkannya Undang-Undang Keamanan Nasional Tahun 1947, pengaruh Sipil dalam mengendalikan Militer semakin diperkuat, sehingga membuat ruang gerak Militer di Amerika Serikat sangat dibatasi dan juga dipengaruhi oleh Sipil.
Setelah Undang-Undang Keamanan Nasional Tahun 1947 disahkan, Departemen Pertahanan Amerika Serikat atau yang biasa dikenal sebagai “The Pentagon” dan posisi Menteri Pertahanan juga dibentuk, menggantikan posisi Menteri Urusan Peperangan. Departemen Pertahanan juga membawahi tiga Departemen Militer lainnya, yakni? Departemen Angkatan Udara, Departemen Angkatan Laut dan Juga Departmen Angkatan Darat yang mana tiap Departemen dipimpin oleh Menteri dari setiap Departemen, seperti contoh Departemen Angkatan Udara dipimpin oleh Menteri Angkatan Udara dan Menteri tiap Departemen sebagian besar berasal dari golongan Sipil. Sama seperti posisi Menteri Pertahanan, namun jika purnawirawan hendak menduduki posisi Menteri Angkatan Udara, Menteri Angaktan Laut atau Menteri Angkatan Darat, maka purnawirawan tersebut wajib untuk pensiun minimal lima tahun dari dinas militer atau tidak harus mendapatkan waivers juga dari Kongress dan juga Senate guna memasuki proses konfirmasi di Senate.
Namun di sisi lain aturan ini juga menuai banyak polemik, di mana menurut kalangan Militer, aturan ini membuat kaum Sipil seperti Politikus sangat dominan terhadap Militer baik dalam pengambilang keputusan perihal Peperangan, Operasi Militer bahkan anggaran Militer sekalipun. Akibat aturan ini Militer dan sipil sering kali berselisih dalam hal-hal penting seperti pengambilan keputusan di masa perang. Hal ini dikarenakan bahwa aturan ini mengharuskan semua keputusan Militer harus disetujui oleh para kaum Sipil atau yang biasa disebut sebagai atasan Sipil mereka. Bahkan tidak jarang karena protes akibat dari keputusan Militer yang diambil oleh atasan sipil mereka, banyak anggota Militer yang protes dan bahkan berujung pada pengunduran diri atau dibebas tugaskannya mereka dari dinas Militer sejak di berlakukannya Undang-Undang Keamanan Nasional Tahun 1947.
Militer VS. Sipil
Menurut Stimson, Kyoto merupakan salah satu kota terindah di Jepang di mana banyak Situs Warisan Dunia di kota tersebut dan Stimson pun juga pernah menunjungi Kyoto dan sangat terpesona dengan Kota tersebut yang menurutnya sangatlah autentik. Alhasil dihapus lah Kyoto dari daftar sasaran Bom Atom. Hal ini diketahui membuat geram beberapa petinggi Militer seperti salah satunya ketua proyek pembuatan Bom Atom atau “Proyek Manhattan” Mayor Jenderal Leslie Groves yang sempat berkata bahwa “Militer sangat-lah didominasi oleh Sipil, bahkan kita pun tidak bisa menentukan target kita sendiri.”