Beginilah jadinya bila pengusaha, penguasa, sekaligus politisi menjadi pemilik stasiun televisi. Kepentingan bisnis, kepentingan politik, kepentingan sosial budaya, dan macam-macam tumpah tindih jadi satu.Centang perenang. Gak karu-karuan.
Hari-hari ini kita, rakyat Indonesia, dipaksa untuk menikmati propaganda Surya Paloh dan Aburizal Bakrie yang sama berambisi menjadi penguasa dinegeri kaya raya ini.Paloh bos Metro TV, Bakrie bos TVOne.Maka,politik redaksional kedua televisi, yang sama-sama fokus ke berita itu, pun menjadi bias tak karuan.
MetroTV habis-habisan berkampanye untuk Surya Paloh dan nasdemnya.TVOne bersama Karni Ilyas sebagai pemimpin redaksi pun mabuk-mabukan kampanye pencapresan Aburizal Bakrie.Ketika kepentingan ekonomi dan politik bersetubuh, maka tunggulah kerusakannya.
Sekarang MetroTV dan TVOne telah berhasil merusak habis nilai-nilai berita,bahkan yang paling mendasar. Akurasi,keberimbangan,kelengkapan, prasangka.Mana ada liputan Surya Paloh dgn nasdemnya di TVOne? Dan mana ada pula liputan tentang Bakrie, yang baik-baik,di MetroTV?
Televisi menggunakan frekuensi yang sangat terbatas, dan itu ranah publik. Bukan milik pengusaha bernama Surya Paloh, atau Aburizal Bakrie. Surya Paloh punya MetroTV, tapi frekuensi atau channel yang dipakai MetroTV milik rakyat.
Begitu pula dengan Aburizal Bakrie.Dia pemilik TVOne, tapi bukan pemilik frekuensi yang dipakai TVOne untuk menyebarluaskan siarannya ke mana-mana. Prinsip ini sangat mendasar. Semua pengusaha televisi tentu tahu filsafat komunikasi ini. Apalagi, para redaktur dan reporter televisi yang tentu saja sudah banyak membaca dan well-informed.
Taruhlah frekuensi televisi yang tersedia ada 50. Maka, 50 pemilik stasiun televisi itu hanya "dititipi" amanah untuk memanfaatkan channel dengan sebaik-baiknya, demi kemaslahan bersama. Akan sangat elok manakala pengusaha televisi menghindari publikasi dirinya di stasiun milik sendiri.
"Nggilani!" kata orang Surabaya. (Bikin mual).
Lha,kalau televisi dipakai pemilik yang punya kaitan dengan lumpur Lapindo di Sidoarjo untuk publik relation dirinya, bagaimana dengan kepentingan atau suara rakyat korban lumpur? Benarkah Aburizal Bakrie begitu dermawan, ikhlas, baik hati seperti disiarakan di TVOne? Dan masih banyak pertanyaan lain.
Jika frekuensi atau channel itu milik publik, maka tentu publik atau rakyat berhak mencabut "amanah" yang sudah dititipkan kepada para pengusaha pengelola stasiun televisi jika channel disalahgunakan untuk kepentingan politiknya sendiri. Di sinilah peran Komisi Penyiaran atau pemerintah sebagai wasit atau pihak yang diberi kemwenangan untuk mengontrol penggunaan frekuensi.
Yang jelas, saya mual setiap kali menyaksikan propaganda Surya Paloh di Metro TV dan Aburizal Bakrie di TVOne.