Sebenarnya tugas Kompolnas itu apa? Memberikan pertimbangan atau mengusulkan calon Kapolri Kepada Presiden? Pertanyaan itu sempat terlintas di kepala saya yang nyut-nyutan akibat kejedot jendela sekolah kemarin. Namun tekad menulis mengalahkan rasa nyut-nyut itu.
Kalau merujuk pada situs resmi Kompolnas di atas berkenaan dengan Kapolri dinyatakan dengan tegas, tugas Kompolnas hanya memberikan pertimbangan Kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Dalam kasus Budi Gunawan, Kompolnas nampaknya bukan sekedar memberikan pertimbangan, tapi sudah masuk tahap pengusulan. Artinya pejabat setingkat Kapolri bukan lahir dari sistem yang terbangun rapi oleh Institusi Polri sendiri, tapi ditentukan oleh sembilan anggota Kompolnas dimana 3 orang anggota secara ex officio berasal dari pejabat petahana yang terdiri dari Menkumham, Mendagri dan Menko polhukam. Saya tak berani menyatakan Kompolnas bekerja telah melebihi tugas dan wewenangnya. Namun mengartikan kalimat “memberikan pertimbangan” bagi saya tidaklah sama dengan mengusulkan.
Memberikan pertimbangan dapat mencakup dua hal, menyangkut beberapa nama calon Kapolri plus rekam jejak masing-masing kepada presiden, lalu presiden diberi saran untuk memilih yang terbaik berdasarkan kebutuhan dan tantangan polri di masa depan. Dari sinilah unsur petrimbangan dari Kompolnas mengenai sosok yang paling tepat diajukan. Tapi keputusannya tetap ada ditangan Presiden.
Tetapi menurut pengakuan Presiden bahwa nama Budi Gunawan berasal dari usulan Kompolnas. Kalu benar, dalam hal ini Kompolnas sifatnya sudah mengusulkan, bukan memberikan saran atau pertimbangan. Disinilah menurut ukuran isi kepala saya yang mulai lagi nyut-nyutan, Kompolnas sudah bekerja agak berlebihan.
Bagi saya pribadi sangat jelas, memberikan pertimbangan tidaklah sama dengan mengusulkan. Memberikan pertimbangan sama saja dengan memberikan nasehat, saran atau masukan. Terserah mau didengar atau tidak yang penting sudah disuarakan atau disampaikan secara tertulis. Sealnjutnya terserah pihak lain untuk memutuskan. tapi kalau sudah mengusulkan itu namanya sudah memutuskan bahwa inilah yang terbaik dari semua nasehat, saran atau pertimbangan yang ada. Bukankah ini aneh?
Kalau Kompolnas mau berjalan sesuai dengan tugas dan wewenang, menurut saya, mestinya Kompolnas mengajukan beberapa nama kepada Presiden, bukan mengusulkan sebuah nama. Dengan beberapa nama yang diusulkan oleh Kompolnas kelak, disertai dengan beberapa catatan dan saran kepada Presiden, tentunya Presiden akan menggunakan hak prerogatifnya secara kritis untuk menentukan figur yang tepat menjadi Kapolri. Tapi kalau hanya satu nama yang diusulkan, buat apa ada “timbangan” yang akan membandingkan minimal dua nama menyangkut sisi “negatif” dan “positipnya’?
Kesimpulannya jelas. Jika benar Kompolnas hanya mengusulkan satu nama, maka tugasnya sebagai alat pemberi pertimbangan pada Presiden menyangkut pengangkatan dan pemberhentian kapolri sudah bergeser maknanya.
Ke depan memang tugas dan wewenang Kompolnas memang perlu diperjelas dan dibatasi. Soal pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sebaiknya menjadi wewenang institusi Polri sendiri. Masa orang luar yang menentukan siapa yang berhak naik atau turun? Mekanismenya seperti apa, tentu Polri lebih tahu. Dengan syarat, wewenang ini diberikan pada Polri kalau institusi ini bersungguh-sungguh menjalankan pengabdian terbaiknya terhadap nusa dan bangsa. Kalau masih suka mengintai dari balik tembok pada pengendara tak pake helm dan doyan rekening gendut-gendutan, ya bingung juga jadinya.
Tambah nyut-nyutan deh!
Sumber :
Tunjuk Budi Gunawan, Jokowi Dikibuli Kompolnas?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H