Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Resolusi PBB : China Abstain, Rusia Makin Terjepit

17 Maret 2014   08:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:51 2473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dewan Keamanan PBB (REUTERS/Keith Bedford)

[caption id="" align="aligncenter" width="455" caption="Dewan Keamanan PBB (REUTERS/Keith Bedford)"][/caption]

Resolusi DK PBB yang menyangkut referendum sepihak di Krimea mentah di tengah jalan. Rusia dengan tegas menolak Resolusi yang disponsori AS dan sekutunya.  China yang menjadi sekutu Rusia dalam semua urusan menyatakan abstain. Alhasil keputusan China tersebut menjadi kemenangan moral bagi AS dan sekutunya yang menolak campur tangan Rusia terhadap urusan dalam negeri Ukraina. Dalam tubuh DK keamanan PBB, pilihan abstain sekutu suatu negara, adalah kemenangan moral bagi seteru mereka.

Keputusan China untuk abstain nampaknya sudah dipertimbangkan dengan sangat serius. China memaklumi keputusan itu dapat menyebabkan hubungannya dengan Rusia sedikit “terganggu”. Tetapi jika China mengikuti Rusia dengan memveto resolusi tersebut, sama saja China memberi peluang munculnya referendum sepihak lain dinegaranya mengikuti jejak krimea yang jelas-jelas merupakan bagian tak terpisahkan dari Ukraina.

Dikaitkan dengan keutuhan negaranya, Sikap China dari awal jelas tidak akan menyetujui resolusi DK PBB. Dalam hal ini China tak mungkin berterus-terang. Dukungan yang frontal mendorong pihak luar datang mengobok-obok kedaulatan China suatu hari nanti. Banyak kawasan di China yang siap "diledakkan" oleh AS dan sekutunya lewat jalur referendum atau pemberontakan. Hongkong yang menjadi bagian dari China dengan prinsip satu negara dua sistem dapat saja memaksakan referendum sepihak dengan bantuan Inggris dan sekutunya. Begitu juga dengan Tibet yang menuntut negara sendiri sejak beberapa dekade. Belum lagi kawasan  propinsi mayoritas muslim, Xinjiang, yang terus bergejolak menuntut kemerdekaan.

Bervariasinya “bom waktu” yang tersimpan tersebut, adalah wajar jika China tidak akan berpihak pada Rusia menyangkut kemelut di Krimea. Resikonya sangat besar. Sebesar resiko Australia jika berani memberikan dukungan pada separatis di Papua. Balasannya bisa saja pemerintah kita mendukung perjuangan rakyat Aborigin untuk memiliki negara sendiri di atas tanah moyang  mereka.

Dengan abstainnya China, AS selaku musuh ideologis Rusia nampaknya akan memainkan kartu lain. Termasuk memelihara wacana yang didengungkan oleh sekutunya untuk mengeluarkan Rusia dari keanggotaan G8. Sebaliknya Putin bisa saja memainkan isu Suriah. Dukungan AS terhadap kelompok perlawanan akan dijadikan dalih bahwa sebuah negara berhak intervensi apabila kepentingan negaranya terganggu. Dengan memainkan isu Suriah dan kawasan bergejolak lainnya yang ditandai dengan kehadiran AS, Rusia berusaha melepaskan diri dari jepitan AS dan NATO pasca menduanya sikap China.

Bacaan : Antaranews.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun