Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Politikus dan Media Berebut Banjir

14 Januari 2014   22:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:50 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banjir yang menerpa Jakarta menjadi perbincangan hangat di semua saluran. Seperti yang ditebak, para politikus menggunakan jurus banjir untuk 'menenggelamkan' Jokowi. Gubernur DKI ini dianggap tak mampu mengatasi banjir sesuai janjinya. Jokowi sepertinya rileks saja dengan tuduhan tersebut. Toh mayoritas politikus tadi sudah bertahun-tahun menjadi anggota DPR, tapi tak bisa juga mengatasi "banjir"  korupsi di DPR sana. Banjirnya malah lebih parah dan semua rakyat merasakan dampaknya.

Selain politikus yang tentu bersuara miring untuk melemahkan elektablitas Jokowi, media massa juga berperan aktif membangun opini publik dengan latar banjir di suatu kawasan lengkap dengan warga yang terlihat sibuk berbenah. Wawancara dengan berbagai sumber dilakukan mulai dari korban banjir, pedagang k-5, sopir truk mogok, mobil jenazah, bila perlu dengan mayit juga dilaksanakan biar mengundang heboh.

Para narasumber ahli pun didatangkan. Ada ahli tata kota, ahli cuaca, ahli politik, ahli tanah, ahli air, bahkan ahli menghujat juga diundang demi menciptakan kesan betapa parahnya Jakarta selama di pimpin Jokowi. Dengan ahlinya media mengemas acara dengan sesekali menayangkan cuplikan banjir yang mendera ibukota. Ahli-ahli tadi lupa kalau selama ini mereka turut andil menenggelamkan Jakarta dengan kebijakan dan ilmu yang setengah-setengah.

Akibatnya Ahok dengan berang berani meminta BKSP dibubarkan karena tak bisa mengambil keputusan dan hanya menghabiskan anggaran saja. Pantun bersahut. Gubernur Jabar juga sudah capek dan ingin menyerahkan masalah krusial ini pada wamen PU. Padahal kita tahu bagaimana kinerja PU dimana saja. Banyak yang bilang sebagian besar pekerjaan orang-orang PU tidak beres dan seringkali terjadi pelanggaran bestek dan hasil pekerjaan banyak yang menyimpang dari RAB.

Kalau sudah mentok begini siapa yang mesti disalahkan? Salahkan saja pejabat, politikus dan media. Merekalah yang tak bisa mengajak semua orang untuk berpikir objektif agar urun rembuk menyelesaikan tersebut. Semua kembali pada motif. Politikus tak pernah berharap banjir berhenti. Tanpa banjir mereka tak bisa membuat anggaran untuk mengatasi banjir sekaligus mendapatkan fee-nya.

Media setali tiga kutang dengan politikus. Mereka seakan mengharapkan banjir tak bergeming dan rutin mengunjungi Jakarta tiap tahun. Memang, tanpa banjir tak ada tayangan istimewa bagi pemirsa di musim penghujan. Mereka tahu, di musim penghujan dan banjir ini para pemirsa lebih betah menghabiskan waktu di rumah dari pada memakai jas dan jalan-jalan ke Monas. Selain takut masuk angin mereka juga takut melihat ada orang gantung diri di Monas.

Sekali lagi, siapa yang mesti disalahkan? Salahkan saya dan anda karena juga tak bisa berbuat apa-apa. Adil.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun