Dahulu kala terdapatlah sebuah negeri yang kaya dan makmur. Negeri itu dipimpin oleh seorang raja yang dikenal gemar membuat patung. Raja memiliki dua putra kembar yang diberi nama si Sulung dan si Bungsu. Mereka sudah lama dipersiapkan raja sebagai penggantinya. Namun raja tidak tahu siapa yang paling layak menggantikannya.
Suatu ketika negeri yang makmur itu dirundung musibah. Negeri itu mengalami musim kemarau yang panjang. Tanah tandus dan gersang. Pohon-pohon tak lagi berbuah. Dalam mimpinya raja kemudian diperintahkan oleh dewa untuk membuat patung yang indah dan sebanyak-banyaknya. Patung itu harus dipersembahkan untuk menyenangkan hati dewa Hujan.
Raja yang sudah tua kemudian memerintahkan dua anaknya untuk membuat patung seindah dan sebanyak mungkin. Siapa yang paling banyak dan indah membuat patung itu sekalian nanti akan menggantikan dirinya sebagai raja.
Mulailah kedua anak raja membuat patung bergantian. Bila si Sulung bekerja maka si Bungsu yang menemani raja. Bila si Bungsu yang membuat patung di hutan, maka giliran si Sulung yang menemani ayahnya.
Kali ini giliran Bungsu yang bekerja. Ia menelusuri hutan untuk mencari pohon yang besar dan kuat. Akhirnya dia menemukan sebuah pohon yang sangat besar. Pohon itu sangat rimbun dari yang lain. Maka mulailah Bungsu mengayunkan kapaknya. Tiba-tiba pohon itu menjerit.
“Aduh, cukup! Jangan lakukan lagi anak muda!”teriak pohon tersebut. Bungsu kaget mendengar pohon itu dapat bicara.
“Maaf, siapakah engkau gerangan?”
“Aku raja pohon. Penguasa semua pohon di negeri ini. Apa yang kau lakukan?”
Bungsu lalu menceritakan alasannya.
“Baiklah, aku akan membantumu anak muda. Sebutkan permintaan sekarang. Tapi ingat, Bila permintaan sudah kau ucapkan, maka ia tak bisa lagi dibatalkan,”ujar Raja Pohon. Si Bungsu memikirkannya dengan matang.
“Aku ingin pohon-pohon yang sudah ditebang tumbuh kembali, agar aku tak berjalan sejauh ini mencarinya,”pinta Bungsu.
Raja Pohon bergoyang seolah manggut-manggut.
“Permintaan yang baik. Dan aku akan memberimu sebuah patung kecil yang indah sebagai hadiah,”ujar raja pohon, dan tiba-tiba dihadapan Bungsu sudah ada sebuah patung kecil yang sangat indah. Bungsu sangat gembira. Baru kali ini dia melihat patung seindah indah.
“Kau tidak boleh menceritakan kejadian. Sekarang pulanglah,”kata Raja Pohon sambil meliuk-liuk tanda senang.
Bungsu pulang sambil membawa hadiahnya. Sepanjang jalan yang dilaluinya, pohon-pohon yang sudah mati ditebang selama ini tumbuh kembali. Raja dan rakyatnya takjub melihat kejadian itu.
Malam harinya saat ingin beristirahat, Sulung memaksa Bungsu untuk menceritakan keanehan tersebut. Karena takut, Bungsu lalu meceritakannya.
Sulung akhirnya menmui raja Pohon. Persis yang dilakukan si Bungsu, ia mengayunkan kapaknya dan kembali raja Pohon menjerit. Setelah mengetahui maksud kedatangan si Sulung, raja Pohon menawarkan hadiah asal ia tidak ditebang.
“Tapi pikirkan masak-masak seperti saudaramu. Bila permintaan sudah kau ucapkan maka ia tak bisa lagi dibatalkan,”ujar raja Pohon.
Sulung bepikir lama. Akhirnya...
“Aku ingin semua pohon di negeri ini berubah menjadi patung. Aku ingin buahnya yang jatuh berubah jadi bongkahan emas. Aku juga ingin hadiah patung yang lebih besar dan indah dari saudaraku. Aku ingin dirimu sendiri yang menjadi patung itu,”pinta Sulung.
Dalam sekejap pohon-pohon disekitar Sulung berubah menjadi patung-patung yang indah. Sulung takjub dan gembira melihatnya. Tetapi raja Pohon menangis sedih.
“Alam sangat sedih dengan ulahmu anak muda,”ujar raja Pohon dan kemudian dia berubah wujud menjadi patung raksasa. Langit semakin hitam. Hujan turun dengan deras. Petir menggelegar dan sambar-menyambar. Sulung bukannya takut malah sangat gembira. Ia kembali kenegerinya. Sepanjang bukit yang dilalui, semua pohon kini berubah menjadi patung. Sulung juga memunguti buah-buah yang sudah menjadi bongkahan emas sepanjang perjalanan pulang.
Penduduk negeri heboh dengan kejadian tersebut. Selama seminggu mereka berebutan memunguti emas-emas yang berserakan di semua tempat. Sulung bangga dan menceritakan hal itu pada ayahnya. Namun di hari berikutnya, dua pengawal perbatasan kemudian datang menghadap raja. Mereka melaporkan hujan terus mengguyuri negeri seberang tanpa pernah berhenti. Banyak tanggul yang jebol. Banjir ada di mana-mana.
Raja terduduk lemas. Dewa hujan nampaknya tak suka dengan perbuatan anaknya.
“Kita melakukan kesalahan fatal. Kita telah merampas hidup raja pohon dan anak-anaknya. Kini tak ada lagi pohon tersisa yang akan meminum air hujan. Banjir sudah di depan mata anak-anakku,”ujar raja menangis.
Dan benar. Hujan enggan berhenti. Banjir besar pun datang. Negeri yang kaya makmur tenggelam. Tak ada yang tersisa. Hewan, rumah, ternak bahkan manusia hilang ditelan banjir. Tinggal raja dan pangeran kembarnya yang dapat menyelamatkan diri ke puncak gunung tinggi. Dari sana yang terlihat hanyalah lautan di sekeliling mereka.
Raja menyesali diri. Sejak saat itu dia bersumpah tidak akan menyuruh anak-cucunya membuat patung dengan menebang pohon yang tumbuh di sekitar negeri tersebut.
Dongeng ini diambil dari Buku “Kumpulan Dongeng Edukasioner” yang dipersiapkan oleh penulis sendiri. Dongeng sebelumnya “Pangeran Cahaya dan Putri Laron”.
Baca Juga Cerpen yang ini
Pengakuan Chia Menjelang Imlek
Sumber Gambar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H