Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pak Menteri, Kurikulum 2013 Tak Cocok untuk SD

7 Desember 2014   22:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:50 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

(Kurikulum 2013 itu ibarat Word dan excel 2010, serta windows 8.  Walau sudah diluncurkan tapi tak laku dipasaran karena ribet dan kesannya sok profesional - Pendapatku)

Saya bersykur pemerintah menghentikan sementara  kurikulum 2013. Mayoritas guru, terutama dari jenjang SD pasti mendukung langkah pemerintah tersebut. Sementara dikalangan guru SMP/SMA nampaknya masih terbagi dua antara yang pro dan kontra. Dalam tulisan ini saya tidak akan membicaran pandangan dan ulasan guru SMP/SMA menyikapi penghentian tersebut. Mereka lebih tahu kendala dan prospek kuirkulum 2013 di jenjang masing-masing. Sebaliknya, guru SD tentu lebih tahu kendala apa yang kami hadapi saat berhadapan dengan kurikulum darurat 2013.

Banyak kendala kurikulum 2013 tidak cocok diterapkan dijenjang dasar. Selain rasio guru dan siswa yang tidak sebanding, fasilitas di SD tidaklah sama dengan SMP dan SMA. Begitu juga soal beban “menguras otak”. Guru SD mengenal  sistem guru kelas.  Guru mengajar semua bidang studi pokok. Semua pelajaran diajarkan oleh guru kelas, kecuali Penjas, seni budaya atau agama. Bandingkan dengan guru SMP/SMA. Mereka hanya mengajar satu bidang studi. Guru Fisika mengajar fisika. Mustahil mengajar penjas juga karena disiplin ilmu yang beda.

Walhasil sebenarnya kerja guru SMP/SMA bisa dikatakan sedikit santai dibanding guru SD. Malah semakin santai dengan diterapkannya kurikulum 2013.  Kenapa? Dalam kurikulum 2013, guru hanya sekedar memberikan konsep dan materi, siswa diminta kreatif. Belajar melalui berbagai cara, baik berkelompok, melakukan diskusi, turun ke lapangan bahkan diberikan tugas online dan semacamnya. Di saat siswa belajar menguras otak, si guru duduk dengan santai menunggu hasilnya. Apakah tidak disebut guru santai dengan fenomena demikian?

Bisakah guru SD juga santai dengan kuikulum 2013 tersebut? Tidak. Menerapkan KTSP saja mereka kalang kabut. Apalagi ditambah dengan gaya dan sistem mengajar yang dituntut oleh kurikulum 2013. Guru SD sejatinya manusia juga. Mereka bukan guru super yang harus menguras otak untuk mencari strategi pengajaran keesokan harinya selama 24 jam. Tahukah kita seorang guru SD setiap hari masuk kelas untuk mengaja minimal 2-3 pelajaran yang berbeda? Mata pelajaran mana yang mesti dijadikan prioritas? Misalnya besok guru SD mengajar bidang studi  IPA, Bahasa Indonesia, dan Matematika, pelajaran mana yang mesti diprioritaskan? Kemana anak belajar dan dimana, alat peraga apa yang cocok? Metode apa yang dipakai? Kalau setiap hari semua harus dipikirkan seperti anjuran kurikulum 2013, dijamin banyak guru SD yang stres karena  tuntutan kurikulum. Sudah fasilitas minim, listrik tak ada, lantai tanah, internet belum masuk,  teknis penilaiannya pun sangat ribet.

Maknya wajar jika kemudian bisa dikatakan mayoritas guru SD menolak kurikulum 2013. Sebagian kecil guru dijenjang SMP/SMA jelas keberatan karena dengan kurikulum tersebut sebenarnya harus diakui kerja mereka menjadi  lebih santai. Kecuali soal penilaian saja yang membuat mereka agak kebingungan. Toh yang dituntut aktif adalah siswa, guru hanya dituntut kreatif.  Bukankah begitu?

Memang idealnya dalam pandangan saya, Kurikulum 2013 diterapkan di jenjang menengah. Walau sebagian besar guru SMP/SMA juga nyatanya keberatan dengan kurikulum tersebut sehingga beresiko dicap guru pemalas atau kurang frofesional. Itu mah urusan jenajng yang bersangkutan.

Khusus jenjang dasar, harapan saya pada pak menteri,  biarkan saja sekolah menggunakan kurikulum sebelumnya.  Kurikulum sebelumnya fokus pada satu bidang pelajaran. Tidak terintegrasi satu sama lain. Hal itu mempermudah guru menjaring potensi siswa berdasarkan minat dan kemampuan. Sekolah tinggal memolesnya. Tak semua anak jago matematika , IPA dan seni sekaligus. Dalam kurikulum 2013 yang terintegratif, siswa sadisnya diharapkan mampu semua diketiga mata pelajaran tadi yang didapat olehnya dari seorang guru. Wow, kita memerlukan guru dan siswa yang sama-sama super. Sayangnya banyak faktor lain yang luput dari pertimbangan pengambil kebijakan juga guru yang merasa sudah rajin dan profesional tadi. .

Secara objektif, secara pribadi saya menganggap kurikulum 2013 memang bagus. Tapi ingat, kurikulum tersebut untuk memenuhi isi kepala siswa dengan pengetahuan, bukan memenuhi agar guru berubah profesional atau tak lagi malas. Itu salah besar. Percuma saja gurunya super rajin dan profesional, jika muatan kurikulum sendiri terasa membebani siswa. Sekali lagi, Kurikulum 2013 bagus bagi guru yang fokus mengajar satu bidang studi seperti jenjang SMP/SMA. Melaksanakannya seumpama menghadapi teka-teki yang harus dipecahkan. Namun bagi guru yang mengajar semua mata pelajaran pokok di SD kecuali penjas, seni budaya atau agama,  kurikulum adalah harga mati yang harus dihapuskan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun