Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menteri Kita Harus Rajin Nonton Film India

3 Januari 2015   23:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:53 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Habis duka terbitlah amarah. Mungkin perkataan ini harus diterima dengan ikhlas oleh "telinga" maskapai AirAsia. Mulanya publik sangat bersimpati atas musibah jatuhnya pesawat QZ 8501 di Pangkalan Bun yang menyebabkan ratusan penumpang tewas. Tag #PrayofAirAsia QZ8501 acap nyempil di sejumlah artikel atau komentar seseorang berkaitandengan peristiwa tersebut. Namun setelah diketahui maskapai AirAsia terbukti menggar jadwal penerbangan yang sudah ditetapkan, gema simpati perlahan sunyi berganti dengan kekecewaan yang mendalam. Ya Tuhan, tak menyangka demi mengeruk keuntungan berlebih, AirAsia sanggup melakukan pelanggaran dengan membawa penumpang di luar jadwal. Pertanda apakah ini?

Sistem yang buruk, regulasi yang gampang dikangkangi dan pejabat bermental “amplop” adalah salah satu penyebabnya. Jangan salahkan pilot atau penumpang atas kejadian ini. Pilot terpaksa terbang mengikutisesuai jadwal yang ditetapkan atasan. Penumpang juga mungkintak pernah tahu kalau AirAsia tak punya hak untuk terbang di hari minggu. Yang pantas disalahkan itu manajemen AirAsia dan pejabat terkait yang merestui bolehnya penerbangan walau melanggar regulasi. Mereka inilah yang wajib dituntut baik secara hukum maupun moral.

Akan halnya menteri perhubungan. Percuma saja umbar kemarahan setelah peristiwa terjadi. Tak ada gunanya bagi keluarga yang ditinggalkan. Kalau mau menjadi menteri yang dikagumi, sering-seringlah menonton film India jadul yang dibintangi oleh Mithun Cakraborty, Darmendra atau Sanjay Dutt.Petik pelajaran dari polisi-polisi India di film tersebut. Polisi dikarakterkan dua hal, baik dan jahat. Dari awal sampai akhir polisi jahat seringkali terlibat konspirasi, pelanggaran hukum sistematis dan perilaku tak etis lainnya. Polisi baik selalui dihadirkan. Dari awal hingga akhir, ramuan kisah dibaluti skandal asmara terjalin dengan apik. Hingga akhirnya polisi baik berhasil membungkam polisi jahat dengan bantuan pemeran utama.

Beda dengan film kita. Polisi selalu baik sehingga tak perlu dimunculkan di awal atau dipertengahan cerita. Cukuplah polisinya datang diakhir kisah, ketika pelaku kejahatan sukses dibekuk sendiri oleh pemeran utama. Ah, kenapa polisi di film kita selalu datang terlambat? Apa gunanya menunjukkan superior dengan menyandang pistol dan borgol di akhir kisah?

Anti klimaks bagi mereka yang menyadari bahwa sesungguhnya di alam nyata polisi “nakal” dan baik selalu ada diberbagai tempat. Begitu juga dengan aparatur jahat dan baik, semuanya ada diberbagai institusi. Tugas Menteri Perhubungan bukanmendamprat dan memarahi, tetapi membereskan atau membersihkan mereka di semua lembaga yang berkaitan dengan perhubungan. Tiru saja Polisi di film India, terlibat sejak awal hingga akhir, bukan nongol di akhir cerita saja dan baru teriak setelah “sesuatu” terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun