Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menanti Perang Cyber Antar Capres

19 Februari 2014   21:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:40 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Jauh sebelumnya pakar Komuniksi Politik Gun Gun Heryanto sudah menggolongkan Presiden Indonesia terpilih dalam tiga generasi. Generasi Pertama politik kita, menurut Gun Gun, terpilih karena retorikanya bagus. Generasi kedua lebih karena di-publish media secara meluas. Sedangkan generasi ketiga politik saat ini tergolong dalam generasi New Media.

Generasi pertama politik kita merujuk pada pembagian Gun Gun tadi jelas tertuju pada Soekarno yang memang dikenal sebagai orator ulung sebanding dengan Hitler. Kekuatan "lidah" kedua pemimpin ini memang tak ada duanya. Di mana kehadiran mereka selalu disambut gegap gempita oleh rakyat ramai.

Sedangkan Generasi politik kedua tak jauh-jauh dari jenderal yang selalu tersenyum, Soeharto. Kita ketahui Soeharto dari segi retorika kalah jauh dengan Soekarno, bahkan lebih dari itu tak bisa disejajarkan dengan H. Agus Salim yang piawai berpidato dengan berbagai bahasa. Namun kekuatan utama Soeharto tentu liputan media zaman orba yang sangat masif, tiada hari tanpa berita Soeharto baik di media cetak maupun elektronik. Hampir semua media secara berkala menayangkan berita pencapaian Soeharto. Tak ada media yang berani melawan arus kalau tidak mau mengalami nasib yang sama seperti Majalah Tempo atau Tabloid Monitor, walau dengan kasus yang berbeda.

Pasca munculnya televisi swasta nama Soeharto sebagai pemimpin paling ideal di negeri ini tetap bersinar. TPI menjadi salah satu corong pencitraan bagi Soeharto dan partainya. Televisi swasta lain yang bermunculan sama saja setali tiga benang, mengikat erat memori publik dengan pencitraan sang jenderal yang begitu dahsyat.

Kini memasuki generasi politik ketiga, kita berhadapan dengan perkembangan tekhnologi yang luar biasa.Internet, menurut Gun Gun, menjadi sarana produktif untuk menjadikan capres pilihan pemilih. Mau tak mau semua capres yang akan bertarung dalam pipres mendatang harus memanfaatkan internet untuk mendongkrak elektabilitas mereka.

Prabowo konon merajai FB sebagai presiden pilihan rakyat. Jokowi berjaya di Twitter dan hampir semua medsos lainnya (kecuali FB) Kini PAN dan PKS sudah menyiapkan serdadu dunia maya (cyber troops) mereka untuk mempengaruhi keputusan publik. Menariknya, walau beberapa capres sudah memantapkan diri bertarung di medsos, capres lainnya seperti ARB, Surya Paloh, Win-HT masih berkutat dengan media sendiri. Nyaris tak terdengar kesiapan dari para capres terakhir ini mengenai strategi mereka memenangkan laga di dunia maya memanfaatkan cyber troops-nya. Bisa jadi mereka sudah bergerak diam-diam dan tak diekspose pada publik.

Siapa yang akan merajai pertarungan ini ke depan?

Jokowi memang unggul selama ini. Namun tak tertutup namanya meredup suatu hari nanti oleh Prabowo atau Aher. Faktor mengambangnya pencapresan Jokowi dan dan berita keberhasilannya yang selalu diulang membuat publik jenuh. Ketegagaran Bu Risma dalam memimpin Surabaya mengalihkan perhatian publik dari Jokowi. Ini baru satu contoh. Belum lagi jika publik disuguhi berita lain tentang kearifan Prabowo atau Aher. Bila cyber troops keduanya mampu mengemas isu wacana, dan pandangan paling mutakhir tentang kedaulatan, kebhinekaan dan kesejetahteraan, sedikit disisipi aksi kemanusiaan, maka kejayaan Jokowi di dunia maya dikhawatirkan kian tergerus.

Partai mana yang paling siap dengan Cyber Troops-nya?

Dari sekian banyak partai yang ada, banyak yang menduga PKS akan mampu mengelolanya dengan baik. Kenapa? Hasil pengamatan selama ini, menurut sebagian pengamat, selain dikenal solid dan militan, rata-rata DPD PKS se-Indonesia sampai luar negeri sana memiliki situs masing-masing dengan pangsa pasar yang terus meluas. Ini bukan omong kosong dan bisa dilihat sendiri keberadaannya di internet.

Selain itu PKS juga dikenal sebagai partai yang sangat terpelajar. Hampir semua kadernya tidak gagap dengan media. Untuk mengimbangi sepak terjang Cyber Troops PKS pasca pileg, semua partai mau tak mau harus mencari para “pejuang tandingan” yang tidak gagap teknologi. Yang jadi permasalahan sekarang, hampir semua partai yang mempunyai “pejuang tandingan” ini berkutat di kota-kota besar, sedangkan PKS dengan jaringannya sudah sampai di bukit, gunung dan ngarai.

Sumber :

Pilpres 2014, Era Perang Cyber Calon Presiden


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun