Kembali Soal kasus MA.
Saya setuju mereka yang menghina wajib dihukum. Namun yang saya khawatirkan kemudian hanyalah soal batasan. Katakanlah soal merokok. Apakah perempuan yang merokok dianggap suatu penghinaan terhadap harkat dan martabat kaum perempuan, hanya karena merokok dianggap identik dengan kaum laki-laki? Bagaimana jika ada sekelompok aktivis perempuan yang melaporkan pelaku ke kepolisian dengan tudingan merendahkan harkat martabat kaum perempuan? Apakah polisi akan menuntaskan kasus tersebut atau malah akan mentertawakannya?
Oke, itu hanya contoh OOT saja yang tak ada kaitannya dengan judul.
Sekarang kita sedikit mengulas kasus si MA yang ditangkap karena dianggap menghina Jokowi dan Megawati. Apa yang dialukan oleh MA memang tak dapat dibenarkan. Namun kita menyangkan juga karena aparat terkesan lambat merespon kasus ini. Kasus sendiri sudah lama dilaporkan oleh salah seorang timses Jokowi pada 27 Juli lalu. Jauh sebelum Jokowi diangkat menjadi presiden. Sehingga wajar kemudian jika publik mempertanyakan sikap aparat yang baru menangkap pelakunya pada Kamis (23/10). Rentang waktu yang lumayan lama bagi aparat untuk mengungkap kasus yang melibatkan seorang penjual sate dan dikenal bukan seseorang yang ahli soal teknologi informatika.
Publiki melihat aparat kurang serius menangani kasus ini sejak awal.
Termasuk ketua Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai, sikap Polri dalam menangani kasus penghinaan terhadap Presiden Jokowi oleh tersangka MA, terkesan sangat aneh dan diskriminatif. Menurut Neta, polisi hanya berani bersikap secara aktif dalam kasus yang melibatkan rakyat kecil yang tidak berpengaruh.
Saya sependapat dengan Neta, kecuali pada kata aktif. Bagi saya Polisi agak pasif soal kasus ini. sama dengan Kasus penanganan “Obor Rakyat”. Sampai sekarang tak tahu kelanjutan kisahnya. Juga kasus RIP Jokowi. Kasus ini juga hilang dari peredaran. Itu untuk kasus yang dianggap skala prioritas oleh publik. Sebaliknya yang agak aneh sepetrti sinyalemen Neta tadi, parat dianggap hanya berani menangani kasus remeh-temeh yang melibatkan orang kecil. Kasus yang besar malah didiamkan. Okelah untuk kasus-kasus tersebut akan memakan proses yang lama karena melibatkan banyak pihak atau orang kuat dibelakang mereka. Namun kenapa kasus MA ini kesannya baru sekarang diungkap?
Publik membaca kasus MA sepertinya ini :
MA ditangkap untuk membuat efek jera bagi siapapun yang coba-coba menghina Presiden.
Soal ini saya sependapat. Menghina Jokowi, Amien Rais, atau siapa saja memang sangat pantas dikenai sanksi hukum. Maka bersiap-siaplah anda penghina, karena anda akan menjadi korban dari penghinaan itu sendiri.
Aparat menangkap MA sebagai “lampu Kuning” terhadap siapa-siapa saja yang vocal terhadap pemerintahan.
Bagian ini saya kurang sependapat. Sebab, akan berbahaya jika sebuah kritik dianggap sebagai suatu penghinaan. Bisa saja. Menurut kita ini adalah kritik, menurut yang dikrtik itu adalah penghinaan. Bisa jadi. Kelakuan seperti Ini mirip zaman orba. Tapi saya yakin aparat dan Jokowi tak akan mau menerapkannya. Orde baru saja yang kuat dan gagah tumbang, apalagi pemerintahan sekarang yang baru seumur jagung. jika coba-coba membungkam media, Jurnalis, kritikus atau oposan mereka dengan cara yang tidak pantas, maka pemerintahan akan digugat oleh parlemen jalanan yang makin hari makin membesar. Di negara mana saja hal itu terjadi.
Aparat sibuk dengan Pilpres sehingga penanganan kasus tertunda.
Oya? Ada berapa banyak aparat yang bertugas saat pilpres? Apa semuanya ikut mengamati proses pilpres sehingga penanganan-penanganan kasus tertunda? Alasan ini rasanya kurang tepat. Mustahil semua polisi tak ada yang ngetem di kantor untuk menangani kasus tersebut.
Aparat menangkap MA karena “cari muka” dengan Jokowi.
Ini bagian paling menarik. Kasus sudah lama dilaporkan. Baru diusut setelah Jokowi jadi Presiden. Apa diusut juga jika yang menjadi presiden adalah Prabowo? Apakah aparat menuntaskan kasus ini karena takut masuk “daftar bangku panjang” oleh pemerintahan Jokowi atau kasus ini memang rumit dan aparat kesulitan mengungkap jati diri seseorang tadi, yang ternyata hanya penjual Sate?
Kita tidak tahu anggapan mana yang lebih mendekati kebenaran. Namun kita sepakat bahwa kebenaran telah menjadi hal yang asing di negeri ini, terutama bila menyangkut pelanggaran hukum yang dilakukan “orang kecil”. Jokowi mestinya mau memaafkan dan menyantuni hidup “Mereka”. “Indonesia Hebat” tak harus memenjarakan rakyat kecil. Masih banyak tuh para pejabat yang layak dipenjarakan.
Sumber :
Polri Tetap usut Kasus Penghinaan Presiden
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H