[caption id="" align="aligncenter" width="597" caption="Abaikan rakyat Marah dan lapar, Infrastruktur Suriah Tinggal Kenangan (Viva.co.id)"][/caption]
Saya tertarik membaca artikel beberapa Kompasianer yang beda persepsi menyangkut Infrastruktur dan pangan. Satu tulisan menekankan Pangan mesti didahulukan dari pada membangun infrastruktur. Ada yang menanggapi bahwa tak masalah infrastruktur dulu yang dibangun karena berpotensi meningkatkan pemasukan negara dari sektor pariwisata dan lain-lain.
Ok. Tak usah jauh-jauh dengan tiori filsafat atau mencari celah untuk membenturkan kaum borjuis dengan rakyat jelata. Bahasanya nanti ketinggian dan sulit di cerna. Saya lebih suka mengulas secara sederhana, mengulasnya dari sudut pandang saya selaku warga perempatan, warga yang hidupnya berada antara rakyat jelata dan menengah. Maksudnya, penghasilan saya hanya cukup untuk satu bulan. Kalau rakyat jelata mungkin hanya cukup untuk satu atau setengah hari. Kalau kaum borjuis penghasilan sehari malah mungkin cukup untuk makan seminggu, bahkan sebulan atau satu tahun.
Oke, fokus kembali pada maksud tulisan. Sesungguhnya mana yang lebih diprioritaskan, membangun infrastruktur dulu atau memenuhi pangan rakyat dengan mendorong ke arah kemakmuran?
Ada dua bukti bahwa memenuhi pangan rakyat itu lebih diprioritaskan dari membangun infrastruktur.
Bukti pertama silahkan cek di buku sekolah masing-masing. Dalam sebuah keluarga, memenuhi pangan adalah hal pokok yang wajib dilakukan. Dia menjadi hal yang primer. Yang lain statusnya sekunder dan tersier. Akan berbahaya keutuhan keluarga tersebut jika memilki rumah yang mewah tetapi langka makanan pokok. Apa gunanya? Begitu juga dalam kehidupan di rumah besar kita bernama Indonesia ini. Memenuhi kebutuhan primer bagi rakyatnya adalah wajib bagi negara. Infrastruktur yang megah dan berniali seni tinggi tak gunanya jika rakyat masih banyak hidup dalam kesempitan.
Bukti yang kedua yang menegaskan bahwa kemakmuran atau penyediaan pangan rakyat itu lebih utama dari infrastruktur, dapat bercermin pada Korea Utara. Negara sosialis ini terus membangun infrastruktur yang megah dan terkesan mewah, bahkan reaktor nuklir yang berbiaya selangit terus mereka bangun dan kembangkan. Lalu bagaimana dengan kehidupan rakyatnya? Memprihatinkan. Kelangkaan pangan seringkali terjadi. Kelaparan kerap merebak. Banyak penduduk Korea Utara yang bunuh diri dan makan rumput karena kelaparan.
[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Mengutamakan Infrastruktur, Rakyat Korut Didera Kemiskinan Dan Kelaparan (sumber : uniqpost.com)"]
Kalau sudah begini, pemerintah Korea Utara sering “berulah” dengan memprovokasi tetangganya untuk kembali berperang dengan mengaktifkan Rudal Nuklir mereka. Mengancam agar tetangganya dan dunia peduli dengan penderitaan warga mereka. Ketegangan di Semenanjung Korea mereda jika mereka yang terancam merespon dengan memberikan bantuan dalam bentuk pangan, selimut, obat-obatan dan lain sebagainya.
Gambaran di Korea Utara adalah fakta yang diakui oleh dunia bahwa pemerintahan Korea Utara salah konsep dalam mengelola negara mereka. Mereka lebih mengutamakan membangun infrastruktur dan persenjataan dari pada memperhatikan kesejahteraan rakyat. Akibatnya mereka terisolasi dari pergaulan internasional karena dunia tak akan pernah membiarkan sebuah negara mengabaikan rakyatnya sendiri menyangkut HAM dan Kemanusiaan. Pangan masuk kategori ini.
Satu hal yang pelu dicatat kenapa saya menganggap pangan dan kemakmuran itu lebih prioritas dari pada membangun infrstruktur adalah : Semegah-Semewah-Sekuat apapun infrastruktur yang dibangun, tak ada gunanya jika rakyat yang marah atau lapar merangsek maju untuk merobohkannya. Itulah yang terjadi pada Stalin-Lenin, Patung Sadam Hussein, atau yang tengah terjadi di Suriah sekarang. Infrastruktur tinggal puing ketika rakyat diabaikan.
[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Secuil Kemajuan Infrastruktur Irak, Patung Saddam Hussein Dirobohkan (store.tempo.co)"]
Semoga gambaran-gambaran di atas tak terjadi di negeri kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H