[caption id="attachment_380404" align="aligncenter" width="562" caption="Ketua Umum Partai Golkar demisioner Aburizal Bakrie (tengah) bersama pengurus DPP Golkar demisioner setelah memberikan keterangan kepada wartawan di sela-sela Munas IX Golkar di Nusa Dua, Bali (Kompas.com/HERU SRI KUMORO)"][/caption]
Kemenangan Ical di Munas Golkar Bali tidak menguntungkan dua kubu di Senayan. KMP rugi hitungan moral dan KIH rugi total. Benar, kemenangan Ical bagi KMP mampu menjaga superioritas mereka di Parlemen menghadapi kebandelan KIH dengan wacana liarnya. KMP tak merasa khawatir nama mereka jeblok di mata rakyat mengingat kasus "danau lumpur" yang masih menyisakan masalah dan terus disorot publik jika menyangkut nama Ical dan Golkar-nya.
Jelas secara moral, terpilihnya Ical secara aklamasi merugikan KMP seakan-akan koalisi ini punya hobby menampung partai atau orang yang dianggap sarat masalah. PKS dengan kasus LHI-nya, eks bendum Demokrat beserta Anasnya, SDA berikut Romy-nya. Terakhir eks Bupati Bangkalan dengan Gerindra-nya. Tanpa bermaksud memuji, mungkin hanya PAN yang relatif sedikit lebih oke dibanding yang lain. Cuma itu baru kemungkinan dan saya tidak mentahbiskan PAN partai yang suci. Kalo PAN dibilang partai yang lumayan solid layaknya PKS, mungkinsaja iya. Cuma siapa tahu solid di luar, Tapi di dalam menyimpan segudang masalah. Kita tidak tahu itu. Mereka yang ada di dalam lebih tahu kondisi rielnya dari pada kita yang parkir sembarangan di depan gerbang partai.
Berbanding lurus dengan kmp, KIH juga sangat dan sangat dirugikan jika Ical terpilih kelak. Usaha mereka mengulur waktu dengan wacana DPR tandingan, ogah rapat bersama KMP dan lain-lain, yang diharapkan dapat memberi waktu bagi Agung Laksono cs mengkonsolidasikan “pasukan” melawan hegemoni Ical akhirnya menjadi ”kasih Tak Sampai”. Mayoritas pengurus DPD I dan II Golkar ternyata lebih sreg dengan Ical dari pada yang lain. Secara de facto memang begitu, secara de jure ya tergantung pemerintah kelak akan mengakui hasil Munas tersebut atau memberi ruang pada yang lain untuk melakukan Munas Tandingan. Terserah, yang penting damai, dinamis, dan tidak lagi dikalahkan lagi oleh PTUN. Hehehehe...
Pasca terpilihnya Ical ini, dipastikan gerbong KMP akan terus melaju dengan pilihan mereka sebagai oposan pemyeimbang. Boleh-boleh saja asal kata “penyeimbang” dilontarkan secara tulus. Takutnya nanti kata “penyeimbang” berubah menjadi “pengimbang”. Kalau di daerah saya kata “pengimbang” berkonotasi negatif, yakni mengintai secara sembunyi-sembunyi. Di saat mereka yang diintai lemah atau lengah, si pengintai akan mengambil atau merampas semuanya baik secara paksa maupun halus.
Mungkin disinilah kekhawatiran dari KIH. Untuk menepis itu bahkan mendorong agar KMP tak memilki agenda lain tersembunyi yang dapat membuat situsi politik nasional kurang kondusif, walau secara hukum mungkin dipandang legal, KIH memang perlu menata ulang peranan dan kekuatan mereka di Parlemen serta tanggungjawab mereka di eksekutif.
KIH mesti mengawal pemerintahan ini dengan sebaik-baiknya. Sedikit saja salah langkah, di senayan sana sudah bersiap orang-orang yang mewacanakan interpelasi dan sebagainya sambil mengumandangkan Takbir,”Allahu Akbar...”
Takbir itu telah terdengar saat Ical diumumkan sebagai ketum Golkar oleh pimpinan sidang. Semoga tak disalahgunakan. Saya juga bisa bertakbir, kok. Hehehehehe....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H