Saya tak mengenal Gibran. Apalagi Jonru. Kalaupun dua sosok populer ini mengajak berteman agar saling mengenal satu sama lain, mungkin saya akan menolak. Tak ada untungnya berteman dengan dua pribadi bermasalah. Yang satu sosok pendiam dan dipandang angkuh. Satunya lagi bermasalah karena dianggap super nyinyir. Dua kepribadian yang unik dan rentan dengan pertikaian. Seandainya terlanjur berteman dengan keduanya, jangan-jangan nanti dituduh pihak ketiga alias setan yang kerjanya hanya menghasut. Rugi kuadrat nanti. Mending ambil langkah bijak, mengamankan posisi dibalik perseteruan dua kepribadian beda pandangan politik dan ideologi perjuangan tadi.
Memang, Gibran mewakili ideologi partai bokapnya yang terkesan agak liberal dan tidak menjadikan agama sebagai alat politik. Sementara Jonru malah mewakili perjuangan  sebuah partai dakwah yang sempat dianggap ingin merubah UUD 1945 dan pancasila.
Gibran dengan ketidaktahuannya memajang simbol yang dianggap refresentasi Dajjal oleh orang banyak. Makanan empuk bagi Jonru dan mulai mengulasnya. Terlanjur dipermasalahkan dan menyedot perhatian publik, bahkan bisa mengundang kehadiran militan dikafenya, dengan berat hati Gibran menghapusnya sembari mengucapkan terimakasih pada orang-orang yang meributkannya. Baguslah itu. Tak ada yang kalah dan bahkan keduanya menang. Gibran menang karena sudi menghentikan polemik yang tercipta akibat ketidaksensitifannya. Jonru juga menang karena mampu membangkitkan kesadaran mayoritas umat yang masih agak alergi  dengan gambar-gambar berbau zionis.
Memang sih menyangkut ilustrasi gambar di kafe Gibran semuanya tergantung persepsi. Bagi Jonru mungkin itu dianggap penghambaan atau penyusupan agen-agen zionis ke republik melalui anak kepala negara. Mungkin iya mungkin tidak. Bagi Gibran mungkin ini bagian dari seni dan tak berkaitan sama sekali dengan zionis.
Persepsi saya kalau melihat gambar di kafe Gibran mungkin tidak serumit Jonru atau seremeh pembelaan Ghibran. Kalau Gibran menyatakan lambang segitiga sebagai pertanda kafe yang ketiga miliknya, bukan lambang iluminati,  persepsi saya lambang segitiga tadi  sebagai pesan tersembunyi Gibran pada calon istrinya kelak kalau punya anak nanti cukup tiga saja!  Mungkin bagi orang lain persepsinya Gibran pengen punya istri tiga saja!
Begitu banyaknya persepsi yang muncul akibat sebuah gambar, Gibran dan Jonru mungkin terjebak dalam persepsi masing-masing. Berikut pendukung masing-masing. Tentu langkah elok jika Gibran lalu menghapusnya sehingga kesan nyinyir yang ditampilkan Jonru juga mereda. Keduanya kali ini menjadi sosok yang beruntung. Gibran dapat amal dan Jonru juga dapat pahala. Yang tetap memusuhi keduanya malah dapat dosa. Nah, pihak ketiga inilah yang perlu diwaspadai karena terlibat pada rasa cinta dan benci berlebihan pada seseorang.
Sekali lagi, untung saya tidak berteman dengan Gibran dan Jonru, sehinga saya tak perlu membela atau membenci salah satunya. Catat, saya tak ingin menjadi  pihak ketiga! Justeru saya berdoa keduanya siap berkoalisi sebagai capres-wapres pada pemilu 2019 mendatang. Kalau terwujud, di jamin saya tak akan pilih Jokowi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H