Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berharap Transfer Teknologi Dari Negara Maju Adalah Omong Kosong

10 November 2014   23:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:08 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menjadi bangsa yang mandiri dan Berdaulat. Intisari pidato Soekarno tersebut sempat dikutip oleh Jokowi saat pelantikannya sebagai presiden. Usai pelantikan tak berapa lama Jokowi bertemu dengan penemu dan pemilik facebook, banyak yang mempersoalkan pertemuan tersebut apa urgensinya. Salah satu alasan yang dikemukan adalah keuntungan yang bakal didapat dibalik pertemuan tersebut misalnya soal alih teknologi. Benarkah semudah itu?

Mungkin benar bagi mereka yang selalu memandang segala sesuatunya dengan positif. Namun jika kita renungkan lagi jelas pandangan tersebut lumayan keliru. Facebook sesungguhnya hanyalah media sosial layaknya twitter atau line. Facebook bukanlah perusahaan sejenis Nokia, Samsung, Yamaha, Philips, Mclaren atau Honda yang selalu mengeluarkan inovsi teknologi terbaru melalui produk-produk mereka. Facebook hanya sebatas memperbaiki jelemahan atas pelayanan produk komunikasi mereka untuk memuaskan pelanggan. Hal yang riskan bagi facebook mengungkap rahasia dapur mereka. Jangan-jangan setelah diajarin muncul faceook tandingan dengan kualitas luar biasa sehingga pasaran facebook jeblok nantinya.

Apa yang ada dikepala punggawa facebook sebenarnya sama saja dengan industri-industri lain seperti yang disebut tadi. Kita ambil contoh soal mobil. Walau sudah diberi berbagai keringanan oleh negara, banyak pabrik automotif yang enggan mengajarkan bagaimana memproduksi suku cadang produk mereka. Contohnya mobil “Timor”( Teknologi Industri Mobil Rakyat) yang sempat diagung-agungkan dulu pada masa orde baru.

Mobil Timor merupakan versi dari mobil Kia Sephia dari korea selatan. Komponen lokal yang digunakan selama 3 tahun berturut-turut adalah 20%, 40% dan tertinggi 60%. Sisanya masih impor dari pemilik hak paten. Nasib mobil Timor berakhir dengan jatuhnya orde baru dan ketidakmampuan bangsa kita menyediakan suku cadang atau pengganti komponen impor. Hal yang sama juga terjadi pada pesawat tempur bikinan AS atau Rusia. Mereka hanya menjual dengan harga mahal, soal suku cadang dan lain-lain tetap mereka yang menyediakan. Kalau rusak mereka yang urus. Kita tinggal kirim uang ke rekening. Mereka tak akan melakukan transfer teknologi. Selain rugi secara bisnis, mereka juga tak mau penguasaan teknologi dar negara lain akan memperkecil hegemoni mereka.

Karena itu kalau kita bicara soal kemauan negara maju untuk melakukan tranfer teknologi, maka semua itu hanya omong kosong. Kita harus mencontoh bangsa Iran yang maju pesat teknologi mereka bermodalkan kepercayaan diri yang tinggi. Dunia pendidikan benar-benar dikelola dengan baik. Beasiswa digelontorkan tanpa henti. Mereka yang pandai digaji dengan tinggi, kesejahteraan hidup terjamin.

Dampaknya para tenaga pendidik Iran dapat bekerja dengan nyaman. Kaum intelektual bangkit dan terus berimprovisasi dengan berbagai penemuan yang membanggakan. Setidaknya walau bukan penemu pertama, inovasi mereka terhadap berbagai produk yang lagi ngetrend dan vital di dunia dapat mereka buat seperti bikin Nuklir, bahkan sampai membuat pesawat siluman yang membuat gentar musuh-musuh mereka. Semangat bangsa Iran untuk maju harusnya menginspirasi pemerintah kita untuk mengambil pola yang sama.

Memang bicara soal transfer teknologi itu mudah. Masalahnya sejak merdeka, sudah berapa banyak teknologi yang disumbangkan negara maju pada kita dan produk yang kita hasilkan kemudian mendunia? Jika jawabannya tak ada, maka mulai sekarang pemerintah harus percaya diri untuk membangun perindustrian nasional disegala bidang dengan memberdayakan putra-putri terbaik bangsa. Revolusi dunia pendidikan kita. Panggil intelektual kita yang bertebaran di luar negeri untuk pulang. Beri kesejahteraan dan tunjangan masa depan yang memadai. Di jamin kehadiran mereka akan menjadikan kita bangsa yang maju, mandiri dan berdaulat kelak, tanpa harus mengemis teknologi dari negara maju. Buat apa mengemis kalau ujungnya harus siap diekploitasi? Bukankah begitu Mang Cek?

Referensi :

Wikipedia (Mobil Timor)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun