Â
Alkisah hakim Bao pernah didatangi oleh dua orang yang berperkara. Keduanya bersahabat karib. Namun suatu ketika terlibat insiden yang menyebabkan salah seorang dari mereka kehilangan sebagian telinganya oleh pisau. Si korban lalu menuntut keadilan. Pelaku yang merasa bersalah siap bertanggungjawab atas perbuatannya. Mereka menghadap hakim Bao untuk meminta penyelesaian.
Singkat cerita, setelah mendengarkan argumen kedua belah pihak, hakim Bao memvonis pelaku untuk membayar denda. Versi lainnya menyatakan pelaku dihukum kerja sosial plus membayar denda. Terserah mana yang benar. Yang jelas korban pun tak terima. Baginya hukuman yang diberikan kepada pelaku teramat ringan. Ia merasa diperlakukan tidak adil. Ia menginginkan pelaku di hukum lebih berat dari rasa sakit yang ia rasakan.
Hakim Bao tersenyum. Ia lalu meminta  bawahannya untuk mengambil sebuah pisau. Setelah itu ia memerintahkan korban untuk memotong telinga pelaku. Dengan syarat, berat telinga yang terpotong harus sama. Banyaknya darah yang menetes harus sama. Rasa sakit yang dirasakan pelaku harus sama dengan rasa sakit yang ia derita.
Tentu saja korban kebingungan dan tidak berani melakukan itu. Jelas saja sodara. Bagaimana mungkin ia dapat mengukur semua itu dengan pasti. Kalau telinga  yang ia potong ternyata lebih panjang atau lebar, jelas saja gantian telinganya balik dipotong pelaku agar berat  dan ukurannya sama. Belum lagi volume darah yang keluar. Jangan-jangan darah pelaku yang menetes dari telinga pelaku  lebih banyak dari darah yang ia keluarkan. Toh akan ditimbang langsung oleh pengadilan. Sedangkan darahnya yang keluar banyak tercecer di jalanan dan mengering.
Alhasil ia pun dengan berart hati menerima keputusan yang sudah ditetapkan oleh hakim Bao.
Dari kisah di atas, akhirnya kita harus akui. Keadilan itu memang perkara yang rumit. Ketika hakim atau seorang pemimpin telah memutuskan suatu perkara, tentu saja keputusan itu tidak akan memuaskan semua orang. Paling kencang keputusan tadi mendekati 'rasa keadilan' yang diinginkan oleh seseorang atau kelompok. Â Bagi seseorang atau kelompok yang merasa diperlakukan tidak adil dalam kehidupan modern, tentu ia diberi ruang untuk mengajukan keberatan, banding atau semacamnya.
Sekarang kita meluncur ke cerita  IMB di pulau reklamasi yang sudah dikeluarkan Anies Baswedan. Keputusan Anies tadi tentu menuai protes dari berbagai kalangan. Mantan gubernur DKI saja merasa keheranan dengan keputusan tersebut. Keputusan itu menurut Ahok dapat menghilangkan potensi Pemprov DKI mendapatkan dana kontribusi tambahan sebesar 15 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP)
Seperti dilansir kompas.com, Anies menjawab keheranan tadi dengan pernyataan yang menarik,"
"Menghukum itu dengan dasar hukum, atau menghukum berdasar rasa marah dan memuaskan perasaan? Saya rasa kita perlu jaga prinsip dasar ini, janganlah ketidaksukaanmu pada seseorang atau suatu kelompok membuatmu bersikap tidak adil." ujar Anies.
Anies adalah salah satu tokoh penentang reklamasi di DKI. Janjinya dalam kampanye adalah segera menghentikan reklamasi di DKI apabila terpilih sebagai gubernur. Janji itu ia tunaikan setelah ia benar-benar terpilih. Problem kemudian yang muncul, pulau-pulau rekalamsi dan bangunan yang sudah berdiri di atasnya akan dijadikan apa? Tetap seperti itu tanpa ada proses penyelesaian? Atau meminjam rumus Menteri Susi, Tenggelamkan?!