Banyak yang memuji langkah bu Susi menolak tawaran turun jabatan dari “mafia lengser jabatan” dengan nilai kompensasi 5 trilyun. Tapi saya tak akan percaya begitu saja dengan pernyataan menteri Susi melalui akun twitter-nya tersebut. Apalagi menteri Susi sendiri menyatakan itu karena ia mendapat kabar dan bukan mendengar langsung.
Dari sini unsur kebenaran dan pencitraan nilainya adalah sama. Menjadi benar jika menteri Susi mendengar langsung tawaran tersebut plus bisa membuktikan siapa-siapa orang yang berada dibalik “mafia lengser jabatan” tadi. Setelah tahu, mungkin menteri Susi perlu melaporkannya pada KPK atau kepolisian untuk ditindaklanjuti. Tuduhan gratifikasi atau menyuap pejabat negara bisa dilayangkan dengan seonggok bukti. Tapi kalau hanya sekedar memberi pernyataan tanpa bukti, maka unsur pencitraan bisa saja dialamatkan orang pada menteri Susi. Menteri Susi tak boleh marah. Resiko menjadi pejabat zaman sekarang memang begitu. Jika sebuah pernyataan tidak bisa dibuktikan dengan kasat mata, maka apa yang diucapkan akan dianggap pencitraan semata.
Menjadi repot bangsa kita jika dijejali dengan sebuah pencitraan. Hari ini menteri Susi mengaku ditawari “walk Away” 5 trilyun rupiah. Besok Menpora, misalnya, tak mau kalah dan mengaku ditawari 9 trilyun rupiah untuk mencabut pembekuan PSSI. Lebih kacau lagi jika kelak Presiden Jokowi menyatakan pernah ditawari 50 trilyun rupiah sebagai kompensasi mundur terhormatnya sebagai presiden. Kacaunya menteri-menteri Jokowi yang selalu merasa lebih pinter dan lebih berkualitas dibanding presidennya nanti nggak malu-malu mengaku pernah ditawari 100 trilyun rupiah oleh pengusaha-pengusaha KMP untuk membantu melengserkan Jokowi dengan cara membuat kebijakan yang kontroversial dan tidak populis.
Nah lho, semuanya sibuk membangun image dirinya bahwa mereka orang-orang terhormat, bersih, berintegritas dan berkualitas, punya nurani dan kehormatan, dan tidak akan tergoda dengan uang trilyunan demi bangsa dan negara seperti pernyataan menteri Susi yang menuai simpati.
Kalau begitu saya juga tak mau kalah nih. Besok-besok saya akan mengaku pernah ditawari uang 50 ribu rupiah agar berhenti menulis di Kompasiana. Saya bilang saja menolak dengan tegas karena kepuasan hati dalam menulis sebuah kebebasan tak bisa dibeli. Paling anda bilang, sangat wajar saya menolak karena nilai kompensasinya sangat kecil. Mungkin akan terima “walk away” tersebut jika nominalnya 100-an juta.
Saya apresiasi positif kinerja Menteri Susi. Namun soal cerita 5 trilyun, hati saya menyatakan perang antara kebenaran dan pencitraan berada dibalik pernyaataan tersebut. Mana yang benar? Wallahu'alam.
Jos!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H