Tak perlu bertanya pada lembaga survei berlisensi A untuk mengecek tingkat popularitas Jokowi dan pemerintahannya saat ini. Tanya saja langsung pada masyarakat yang ada disudut-sudut kampung, pasar tradisional atau kaum nelayan di tepi pantai. Pasti mayoritas dari mereka agak kecewa dengan pemerintahan sekarang yang kesannya selalu menimbulkan kegaduhan dalam pemberitaannya.
Gaduh jabatan adalah kegaduhan pertama dan merebak saat Jokowi mengumumkan sosok-sosok yang akan mengisi kabinetnya. Warga yang melek politik agak kecewa dengan pilihan tersebut karena mereduksi unsur profesionalitas yang selama ini didengung-dengungkan Jokowi. Pos-pos yang dirasa vital diisi oleh “petugas Partai” pendukung Jokowi. Termasuk tiga pos kementerian yang seyogyanya di isi oleh orang lua partai agar dapat meminimalisir kegaduhan. Pos yang dimaksud adalah Kemendagri dan Menkumham yang dijabat kader PDIP, serta Menkopolhuk dan Ham yang diserahkan pada kader partai Nasdem. Terbukti kemudian, ketiga pos yang mestinya menjadi ujung tombak Jokowi dalam memasyarakatkan "Revolusi Mental" yang diusungnya, malah "petugas partai" yang ditunjuk kerap mengeluarkan kebijakan dan statement yang menimbulkan polemik dan kontroversi.
Tak usah disebut polemik seperti apa yang diciptakan ketiga menteri tersebut. Namun kalau boleh mengulang, masyarakat dari Sabang sampai Merauke tahu betul dimana letak server E-KTP yang sebenarnya setelah mendengarkan paparan dari ahlinya. Masyarakat juga tahu betul betapa besar uang 1000 milyar yang akan dibagikan cuma-cuma kelak. Nilai “cuma-Cuma” yang luar biasa. Padahal, jangankan 1 trilyun, 1 juta pun uang tersebut menjadi lembaran langka bagi mayoritas rakyat, mengingat sulitnya penghidupan akhir-akhir. Jangan dibayangkan perasaan rakyat jika kelak menyaksikan negara membagi-bagikan uang tersebut pada calon-calon koruptor yang lahir dari rahim parpol. Selain marah, apa lagi yang bisa diwujudkan oleh rakyat untuk mencetuskan ekspresinya?
Lalu ada juga kegaduhan hukum, kegaduhan etika dan seterusnya. Misalnya kasus pembatalan SK oleh PTUN dan pernyataan “rakyat tak Jelas’ seorang menteri yang mengundang amarah sejumlah pihak. Kegaduhan ini terus diikuti kegaduhan lain, mulai dari kegaduhan hukuman mati, KPK vs Polri, merosotnya nilai tukar rupiah sertakegaduhan skala ringan, sedang dan berat lainnya, yang tentunya sudah terekam dengan baik dalam ingatan publik.
Namun, cukuplah “buah pikiran” nyeleneh Mendagri di atas sebagai sampel, bagaimana tiga kementerian yang dimaksud bekerja dengan mengabaikan kualitas dan hanya menciptakan kegaduhan yang tak perlu. Penyebabnya mungkin karena mereka merasa sebagai “petugas Partai” bukan “pembantu” dalam pemerintahan Jokowi.
Jika Jokowi ingin mendekatkan hatinya pada rakyat kembali, memang sebaiknya Jokowi segera melakukan reshuffle kabinet dan mengganti para pejabat yang dimaksud dari kalangan profesional. Kalau tidak pamor Jokowi niscaya kian tiarap di mata semua orang. Memang bukan pekerjaan yang mudah, tetapi Jokowi dulu pernah mengatakan dalam debat capres-nya bahwa segala sesuatu bisa dilakukan,”yang penting itu adalah kemauan dan niat”. Kemauan dan niat untuk menjaga wibawa, pamor dan pemerintahannya, itulah yang mesti kita tagih pada Jokowi saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H