Tenang semuanya sebelum membaca. Tarik nafas. Sebut nama Tuhan dan bersegera mengelus dada. Bahasa kerennya istighfar. Peringatan ini terpaksa diumumkan mengingat banyak juga gejala stroke menghampiri sseorang tanpa diundang. Bisa jadi setelah melirik judul tulisan ini amarah anda langsung membuncah. Padahal isi tulisannya biasa-biasa. Percayalah, saya tidak berbakat menjadi provokator. Juga kurang terbiasa memprovokasi.
Lanjut, gan.
Apa kaitan Bu Risma dan Bonek?
Kaitannya jelas. Bu Risma adalah walikota Bonek. Nggak mungkin walikota Bobotoh. Mustahil juga wagub-nya Jack Mania, kecuali memang Bu Risma bersedia mendampingi Ahok jika Jokowi terpilih menjadi R1 kelak. Inilah yang kita sorot. Haruskah Bu Risma meninggalkan “Tugu Pahlawan” untuk mengejar “Tugu Monas?
Jika banyak yangberanggapan Risma cocok mendampingi Ahok, maka bagi saya itu suatu kekeliruan yang sesaat. Mereka dua insan yang berbeda. Ahok orangnya buka-bukaan, sedangkan Risma perempuan. Kalau mereka berpasangan takutnya sering "ribut". Secara teknis memang agak riskan Risma mendampingi Ahok. Buktinya, Ahok ingin melokalisir lokalisasi “penjaja” syahwat, sementara Risma ingin menutup Dolly. Nggak nyambung deh!
Pasangan ideal Ahok dalam hal ini bukan Risma, tapi anaknya Bang Ali Sadikin yang memang secara visi mungkin mewarisi gebrakan sang ayah saat membangun Jakarta dulu. Siapa namanya? Silahkan ditimbang-timbang. Yang jelas bukan “Si Doel Anak Pademangan”. (Pademangan masih banjir ya?)
Kembali soal Risma, jelas Bonek tidak akan rela kalau walikota terbaiknya “dimutasikan” ke Jakarta. Bonek masih butuh Risma untuk menyelesaikan dualisme Persebaya. Hijrahnya Risma ke Jakarta akan membuat kompetitornya kesenangan. Dulu sebagian pihak gagal ingin melengserkan Risma, maka momentumnya dianggap pas saat Jokowi duduk di istana. Alamat kacau bagi warga Surabaya yang giat membangun melalui ketulusan hati seorang ibu, walau terkesan agak sentimentil. Toh fakta menyajikan Risma berhasil menggelorakan kembali semangat Arek Suroboyo membenahi kotanya.
Kalau Risma tergoda menjadi wagub DKI, maka Bonek marah. Warga Surabaya jangan-jangan menganggapnya serakah atau kutu loncat. Kemarahan itu bisa diredam jika ada jaminan pengganti Risma berbuat yang lebih baik, kalau sebaliknya? Maka khawatirnya Bonek bakal turun ke ibukota. Awas tawuran. Bonek nekat naik kereta. Tutup jendela mereka lewat. Mungkin ucapan sinis itu terngiang kembali di telinga.
Tapi sinisme itu berlaku dulu. Sekarang zamannya sudah beda. Bonek tengah merajut kedamaian di Surabaya bersama walikotanya dengan mesra. Bulan madu itu jangan direnggut pihak lain. Jangan diambil Bu Risma dengan tujuan dan motif tertentu yang ada di kepala politisi “kurang beres”. Kalau Bu Rusma mendarat di Jakarta, siapa yang akan menjaga tugu Pahlawan? Kita tahu semua, para “pencuri kekuasaan dan anggaran” sudah melumuti semangat Bung Tomo. Surabaya akan merana jika para “pencuri” masih merajalela. Bukankah baru Risma yang sukses “memborgol” mereka?
Semoga isi hati bukan Bonek ini tidak keliru.