[caption id="" align="aligncenter" width="577" caption="Timur Tengah (kabarislamia.com)"][/caption]
Rencana Hamas dan Fatah untuk mengakhiri kekerasan di antara mereka menyangkut isu pendirian negara Palestina dan eksistensi Israel, mendapat rintangan dari negeri para Rabi tersebut. Israel rupanya tidak menyukai adanya perdamaian tersebut dan malah mengirim pesawat tempur mereka untuk menyerang jalur Gaza yang tengah merayakan rencana kedua faksi untuk membentuk pemerintah persatuan nasional.
Tindakan Israel tak hanya melanggar kedaulatan sebuah negara yang diakui mayoritas dunia internasional, tetapi dapat menimbulkan serangan balik dari mereka yang marah dengan serangan tersebut. Memang hingga saat ini belum ada aksi balasan dari Hamas sebagaimana yang diinginkan Israel agar menjadi dalih pendukung bahwa Hamas memang layak dicap sebagai organisasi teroris internasional seperti yang diyakini oleh Uni Eropa dan AS.
Dunia internasionall memang bersikap mendua dalam menyikapi isu palestina. Uni Eropa dan AS menempatkan Hamas sebagai teroris, tetapi Israel yang mncaplok sebagian wilayah Palestina dan membangun pemukiman secara ilegal tetap didiamkan walau PBB sudah menegaskan langkah tersebut bertentangan dengan peta perdamaian yang sudah dirancang sebelumnya. Disinilah terlihat kebiasan negara-negara yang bernaung di Uni eropa dan AS sebagai lokomotif demokrasi dunia. Nampak sekali mereka mereka bersikap tidak jelas kalau tidak mau dikatakan sangat membela kepentingan Israel.
Pembelaan yang membabibuta ini sudah diketahui secara luas oleh dunia internasional. Tak heran beberapa negara besar seperti Rusia dan Tiongkok sudah mulai jengah dan berani berbeda sikap terang-terangan dengan AS dan para sekutunya. Jika kedua negara ini secara resmi membangun fakta bersama dengan musuh-musuh negara Israel sebagai bentuk kekecewaan atas hegemoni barat di timur tengah, posisi Israel yang selalu aman selama ini jelas akan terganggu . Menghadapi Hamas dan Hizbullah dukungan Iran saja Israel sudah kerepotan, apalagi jika Rusia dan Tiongkok turun langsung ke medan laga untuk membela kepentingan mereka yang terganggu dengan ulah Israel.
Israel boleh saja percaya diri dengan kekuatan militer mereka. Tetapi perang, jika terjadi kemudian,tidaklah sama dengan tahun 1967, dimana saat itu Israel terdesak hebat setelah diserang negara-negara Arab dari berbagai penjuru, namun diselamatkan oleh campur tangan Inggris dan sekutu tradisionil mereka lainnya melalui peranjian damai dan genjatan senjata dengan Suriah karena Israel enggan melepaskan Dataran tinggi Golan. Perang yang akan dihadapi Israel di masa depan akan sangat mengerikan. Timur Tengah secara persenjataan saat ini beda denga tahun 1967. Belum lagi kebijakan pemerintah Turki yang mulai berani "mendamprat" Israel dengan segala keangkuhannya pasca tragedi Mavi Marmara. Sangat sulit bagi Israel untuk mengulangi kejayaan “manis” mereka di tahun 1967, sesulit mereka menyerang Iran tanpa bantuan dari AS dan sekutunya.
Memang kekhawatiran Israel dengan bersatunya Hamas-Fatah sangat beralasan. Israel takut pemerintah persatuan yang dibuat nanti justeru berbalik memusuhi mereka. Israel tak ingin Fatah yang berjuang demi kemerdekaan Palestina, tetapi mengakui entitas negara Israel, nantinya berbalik arah dan mengambil sikap sama seperti Hamas yang sama-sama berjuang tetapi menolak eksistensi negara Yahudi tersebut. Karena itulah langkah Israel yang menekan Fatah untuk memilih berdamai dengan mereka dari pada berdamai dengan Hamas mutlak dilakukan. Pertanyaannya, jika Israel tak ingin adanya perdamaian dalam sebuah keluarga atau antar tetangga, maka apa masih layak membicarakan tentang kedamaian?
Israel memang cerdas, cuma suka lupa makna perdamaian yang sesungguhnya.
Baca Juga :
Israel Serang Gaza Setelah Perjanjian Penyatuan Palestina
Netanyahu : Abbas Mesti Putuskan Pilih Hamas Atau Israel
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H