Samandayu (kompasiana.com)
Saya tertarik membaca tulisan yang dipublish Samandayu mengenai PR seorang anak yang sebenarnya benar tetapi disalahakan oleh gurunya dengan logika dari si guru sendiri. Jujur, kasus seperti ini sering terjadi di mana seorang guru gagal faham dengan kurikulum dan cenderung memaksakan logika mereka sendiri terhadap anak. Padahal 6x4 sama saja artinya dengan 4 x 6, dan keduanya jawaban mengandung kebenaran karena hasilnya adalah sama. Mungkin si guru lupa kalau dalam matematika dikenal "Hukum komutatif" artinya kita bisa menukar angka dan jawabannya tetap sama untukpenjumlahan, atau perkalian.
a + b  =  b + a
a × b  =  b × a
Saya tak tahu konsep apa yang diajarkan si guru dalam mengajarkan matematika tersebut. Atau karena si guru merasa si anak SD baru kelas dua sehingga tak layak diperkenalkan hukum tersebut? Menurut saya ini aneh kalau dia punya pemikiran seperti itu.
Kembali pada kasus, setahu saya yang juga mengajar Matematika di SD, yang namanya perkalian tersebut selalu dikatakan sebagai penjumlahan berulang. Misalnya :
6 x 4 = 6 + 6 + 6 + 6 = 24 (enamnya ada empat dan semua dijumlahkan)
Tetapi jika jawaban 6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4+ 4 + 4 = 24, 4-nya ada enam dan semua dijumlahkan, si guru benar tetapi menyalahi konsep termudah mengajar untuk anak SD. Dalam kasus ini si guru memang layak di jewer cenderung menghambat kreatifitas anak dalam menemukan jawaban. Â Mau jadi apa apa anak jika jawaban sama benar tetapi jawaban guru yang paling benar?
Jadi sebenarnya mau  5 x 6=6 x 5, dua2nya boleh diajarkan tergantung kemudahan si anak dalam menjumlahkan bilangan. Misalnya,  5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 = 5 x 6 = 30.  Murid lebih mudah menghitungnya dengan menjumlahkan semua angka 5 dibanding jika 5 x 6 = 6 + 6 + 6 + 6 + 6 = 30. Nggak percaya? Coba anda jumlahkan ini
15+15+15+15+15+15=....
Jelas anda lebih mudah menghitung dengan cara menjumlahkan 6 buah angka 15 daripada menjumlahkan angka 6 sebanyak 15 biji.
Jadi kalau semuanya sama, maka beri kemudahan pada siswa untuk mengikuti mana menurut mereka yang paling mudah. Jangan dipersulit. Guru yang suka mempersulit hasil yang benar adalah ciri guru yang otoriter yang akan menghambat ruang pengetahuan siswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H