Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

E-KTP Jangan Dihentikan, Kurikulum 2013 di "Musiumkan" Saja

17 November 2014   18:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:36 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mirip dengan Kurikulum 2013, peluncuran E-KTP dulu memang tidak disertai dengan pertimbangan yang matang. Segala aspek kurang diperhitungkan oleh pemerintah untuk mensukseskan program tersebut. Peralatan yang kurang, rusak atau bermasalah, sampai masalah wilayah NKRI saja di E-KTP ada yang keliru sehingga menimbulkan kontroversi.

Memang mustahil menampilkan semua wilayah Indonesia sampai pulau terpencil dan terkucil dalam sebuah kartu ukuran nyaris sama dengan ATM. Tapi jikalau  dulu dipertimbangkan dengan matang, lalu disodori berbagai pilihan, dari pada menampilkan wilayah RI, dari pada gambar peta, mending ditampilkan saja gambar Tugu Monas (tanpa ada simbol gantung diri karena nggak enak sama mas Anas). Bisa juga diganti dengan  gambar  Komodo lepas yang sedang  berkeliaran di sekitar Istana Presiden. Selain kesan pertamanya unik, kesan keduanya,  Istana  seperti mengajak semua warga negara yang sudah berumur untuk melestarikan dan mempromosikan Komodo sebagai salah satu keajaiban dunia.

Selain peralatan yang rusak karena kualitas barang tak sama dengan besar anggaran, birokrat yang juga rusak dan bermasalah, kita kurang tahu pasti penyebab utama E-KTP mengalami kendala dilapangan.

Namun khusus kurikulum 2013, rasanya tak perlu dicari penyebab amburadulnya kurikulum tersebut dilapangan. Dulunya, walau sering dikritik oleh pemerhati pendidikan karena sifatnya yang buru-buru dan pemberlakuannya agak dipaksakan, tanpa melakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya, pemerintah tetap ngotot menerapkan kurikulum  tersebut seolah-olah mereka paling tahu “berapa gelas ilmu” yang dapat dituangkan ke kepala siswa dengan kurikulum tersebut tanpa perlu terjun langsung ke daerah atau tempat terpencil. Semua siswa dipandang sama. Sama “kurang”  atau sama pintar? Kalau sama pintar maka kurikulum 2013 cocok diterapkan, jika sama  “kurannya” maka Kurikulum sebelumnya yang mesti diterapkan. Tahukah pemerintah soal itu?

Mungkin pemerintah tahu, tahu setelah kurikulum diterapkan.  Wajar jika  dilapangan terjadi kegagapan tenaga pendidik yang mendorong kemunduran mutu. Saya sebut kemunduran mutu karena memang  kurikulum 2013 sangat aneh dan sok pinter, padahal materinya ketahuan kacau-balau.  Selain faktor tergesa-gesa tadi, faktor lain juga menghambat suksesnya kurikulum 2013.  Misalnya,


  • Kompetensi guru yang kurang mendukung sehingga mesti dibenahi total.
  • Sarana dan prasarana yang minim. Semua daerah tak bisa dipandang sama.
  • Rasio antara guru dan murid yang kurang ideal. Kurikulum 2013 cocok diterapkan jika satu guru mengajar antara 10-24 siswa. Artinya hanya Eks RSBI yang bisa menerapakan itu. Tahukah pemerintah berapa banyak sekolah yang mengemban predikat eks RSBI? Hanya sehelai daun dari sebuah taman yang bernama sekolah!
  • Masih menjamurnya kelas kombinasi. Mayoritas sekolah di kabupaten/kota masih mengenal kelas Kombinasi, masuk pagi dan siang. Dampaknya jumlah jam idela tak terpenuhi.
  • Yang menjadi pokok  utama, tentu karena faktor tidak meratanya kemampuan anak di tiap daerah atau sekolah. Inilah penyumbang terbesar  penyumbang terbesar gagalnya penerapan kurikulum 2013 di sekolah-sekolah.

Mayoritas guru sebenarnya menolak keberadaan kurikulum 2013. Orang tua juga tak suka dengan kurikulum yang dianggap ‘aneh dan ketinggian”.  Namun seperti itulah Indonesia, kebanyakan mereka enggan bersuara karena capek berurusan dengan pemerintah yang gagal tanggap dan dunia birokrasi yang "bermasalah".

Kita berharap dibawah naungan kemendagri dan kemendikdasmen sekarang, upaya pembenahan terus dilakukan. Khusus E-KTP rasanya tak perlu dihentikan atau di ganti program baru, cukup dibenahi sistemnya demi menghemat anggaran. Namun khusus kurikulum 2013, besar harapan saya agar kurikulum ini segera "dimusiumkan" dan dunia pendidikan kembali menggunakan kurikulum sebelumnya. Tentunya dengan sedikit perbaikan. Berapapun biayanya, pemerintah harus siap mengucurkan investasi demi kemajuan SDM kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun