Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Reformasi Birokrasi Jokowi Gusur 10 Lembaga Non-Struktural

13 Desember 2014   08:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:24 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak semua kebijakan Jokowi harus dikritisi atau ditolak. Semuanya berpulang pada azas manfaat. Bermanfaat bagi bangsa akan didukung, jika kurang bermanfaat tentu akan dihujani dengan kritik yang konstruktif. Dan untuk kebijakan Jokowi yang berani mmbubarkan 10 lembaga Non-struktural demi menunjang efisiensi dan efektifitas pelayanan pemerintah pada publik, kita semua tak ada salahnya memberikan standing applause baik individu maupun berjamaah di kediaman masing-masing.  (Lengkapnya baca di kompas.com)

Bukannya apa-apa. 10 lembaga non-struktural ini menurut saya pribadi tak jelas apa fungsinya. Mirip dengan komisi-komisi yang beredar selama ini dan dulu sempat dilontarkan Ahok untuk membubarkannya. Kita ambil salah satu contoh dari lembaga yang dibubarkan misalnya Komisi Hukum Nasional (KHN). Dari segi kontribusi apa sih yang sudah diberikan KHN ini terhadap masyarakat terutama terhadap negara?  Apakah kehadirannya membuat supremasi hukum di negeri ini menjadi tegak? Apakah peluang terjadinya pelanggaran HAM menghilang?

Memang salah satu tugas KHN adalah memberikan pendapat atas permintaan Presiden. Jika tidak dimintai pendapat artinya tidak bersuara. Tapi gaji dan tunjangan jalan terus, kan? Kalau iya, itu murni pemborosan. Lagian presiden sudah punya Kemenkum dan HAM sebagai tempat bertanya soal hukum dan penegakkan HAM.  Pun di dalam menjalankan tugasnya, mustahil juga presiden tidak dibantu pakar-pakar hukum yang banyak bertebaran di republik ini, termasuk hukum agama atau adat.  Pasti mereka tak rela Presiden dengan keluguannya soal hukum adat  tiba-tiba dijadikan tersangka oleh CIA setelah mengunjungi sebuah Masjid di Suriah hanya karena Presiden lupa bahwa yang baru saja dipeluknya usai khutbah adalah pentolan ISIS. Presiden dianggap sohib-sohiban dengan musuh nomer satu Paman Sam ini. Halah, kejauhan argumennya, tapi anggap saja masuk akal.

Soal masukan, Presiden sebenarnya bisa saja minta pendapat gratisan dari pakar hukum disekelilingnya. Mereka pasti bersedia kok  demi kebaikan bangsa.  Gratis  lagi. Tak masuk akal sekedar  memberi pendapat saja harus keluar biaya mahal seperti KHN tadi yang notabene digaji juga oleh negara. Susah kalau untuk berbuat baik  alat ukurnya adalah uang.  Bisa terbebani anggaran negeri ini oleh  komisi-komisi yang terkadang tugasnya maah tumpang tindih satu  sama lain.  Pilihan satu atap memang ideal.   Namun  jika dirasa manfaatnya memang kurang, membubarkan semua lembaga baik struktural maupun non-struktural  yang tak efektif adalah langkah realistis.

Ngomong-ngomong, kapan BBM naik lagi, Pak Jokowi? Xixixixi....

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun