Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hal Prerogatif vs Hak Publik: KPK Buktikan ‘Hak’ Mereka Lebih Kuat?

14 Januari 2015   07:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:11 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden berhak mengangkat siapa saja untuk membantunya.  Tak ada yang boleh usil atau nyinyir.  Mau dia angkat kondektur Bus transjakarta sebagai wakil menteri perhubungan juga tak masalah. Publik boleh mengkritik, hanya sebatas mengkritik.

Namun di negara yang demokratis dan modern, publik tak sekedar boleh mengkritik. Mereka juga berhak menolak pengangkatan seorang pejabat jika banyak menemukan “kejanggalan” dalam proses pengangkatan tersebut. Hak prerogatif seorang presiden berhak dipertanyakan oleh publik. Dia tak boleh menjadi satu-satunya “senjata” yang digunakan seorang presiden dalam mengambil suatu keputusan. Publik akan diciderai perasaannya jika seorang pejabat sekelas presiden mengabaikan semua informasi yang didapat dan tidak menguji terlebih dahulu validitas informasi tersebut.

Termasuk saat Jokowi ingin mengangkat siapa saja untuk menempati posisi tertentu di pemerintahan. Latar belakang dan rekam jejak seorang calon  selama ini berhak diketahui publik. Hak  Presiden konsekuensinya akan berembuk dengan hak publik untuk mendapatkan kebenaran.

Menyangkut pengangkatan Kapolri, kasus Budi Gunawan sebenarnya sudah cukup menjadi pelajaran bagi Jokowi untuk tidak bermain-main dengan perasaan publik. Saat nama Budi Gunawan disebut-sebut sebaagai calon Kapolri oleh Kompolnas, entah apa pertimbangan dari Kompolnas, publik sudah bereaksi dan berani menyatakan yang bersangkutan bukan sosok idela untuk menduduki jabatan tersebut. Sekali lagi Jokowi dan orang-orang disekitarnya mengabaikan kebaratan tersebut dengan bersandar pada hal prerogatif. Padahal publik keberatan bukanlah karena faktor oposan terhadap pemerintahan. Publik hanya keberatan sosok yang dianggap bermasalah seperti Budi Gunawan seperti yang didengungkan sebagaian pihak, tiba-tiba melenggang mulus tanpa hambatan berarti. Publik yang mempermasalahkan tersebut tak melulu diwakili orang-orang oposan, banyak juga berasal dari mereka yang selama ini mendukung pemerintah atau lembaga-lembaga yang sudah terjamin integritasnya.

Dalam kasus Budi Gunawan, penolakan publik terhadap sosok Budi Gunawan terbagi atas dua jalur. Jalur pertama dicetuskan oleh lembaga atau tokoh yang selama ini konsen memberantas dan mencegah perilaku korup pejabat di Indonesia, baik yang telah lalu atau di masa mendatang. Kelompok penolak ini terdiri dari ICW, KPK dan bahkan mantan kepala PPATK Yunus Hussein sendiri sudah menyatakan Budi Gunawan mendapat “catatan  merah” dari lembaga yang pernah dipimpinnya. Malah disaat Jokowi dulu mengajukan nama-nama calon menteri Kabinet Kerja, KPK sudah menyatakan bahwa yang bersangkutan masuk dalam daftar kasus yang tengah  mereka selidiki. Menjadi pertanyaan menarik kemudian, kenapa Jokowi tetap keukeuh mencalonkan Budi Gunawan tanpa mempertimbangkan masukan pihak lain? Untuk menun jukkan bahwa hak prerogatif presiden lebih berkuasa dari hak publik yang sudah terlembaga juga di PPATK dan KPK?

Publik sebenarnya masa bodoh dengan siapa kapolri kelak. Namun publik juga berhak diberitahu dan memberitahu presiden bahwa Budi Gunawan bukanlah sosok yang paling tepat saat ini untuk menjabat sebagai kapolri. Publik tak peduli dengan prestasi dan hak prerogatif prediden, yang publik tahu, Budi Gunawan tempo hari pernah bertatatp muka dengan timses Jokowi disebuah restoran. Publik menganggap perbuatan itu tidak etis, dan tidak etis lagi jika publik disodori nama yang pernah membuat jagat politik kita panas membara. Inilah jalur publik kedua yang menolak kencang pengangkatan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.

Pertarungan hak Prerogatif presiden dan hak publik selesai ketika  KPK telah menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus suap saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier SDM Mabes Polri tahun 2004-2006. KPK mengirim pesan pada Istana, mereka juga punya hak untuk menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka berdasarkan temuan dua alat bukti. Kini, masih saktikah hak prerogatif itu kelak?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun