Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tegas Dan Tidaknya Jokowi Adalah Lumrah

20 Januari 2015   02:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:47 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam politik, tegas atau tidak tegas adalah dua hal yang boleh dilakukan. Seorang pejabat negara seperti Presiden terkadang mesti menjalani kedua hal tersebut dengan pertimbangan tertentu. Terkadang dia harus  bersikap tegas menyangkut sebuah isu atau keputusan, namun terkadang dia sebaliknya bersikap kurang tegas sebelum mendapat “asupan nasehat” dari orang-orang disekitarnya.

Itu juga yang berlaku pada Jokowi. Tak selamanya dia harus bersikap tegas. Namun tak mesti menunjukkan dia pemimpin yang lembek. Agak keliru kalau kita memuji presiden adalah orang tegas atau lembek. Bagi pendukung Jokowi, sikap Jokowi pasti dipandang tegas menyangkut sebuah isu, bagi yang lain tentu sebaliknya.

Kita ambil contoh. Soal menghukum mati  pengedar narkoba dan penenggelaman kapal, Jokowi dapat dianggap tegas. Namun soal kenaikan BBM satu kali dan turunnya malah dua kali, tentu akan dianggap sikap yang plin-plan. Termasuk soal penundaan pengangkatan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Idealnya, Jokowi dalam hal ini langsung bersikap tegas dengan memilih satu dari dua opsi : Tetap melantik atau membatalkan. Menunda, antara melantik dan menbatalkan adalah contoh sebuah ketidaktegasan. Pandangan objektif saya seperti itu, walau akhirnya kembali pada awal tulisan, Jokowi terpaksa mengambil pilihan “tidak tegas” tadi karena mempertimbangkan hal-hal tertentu yang pastinya tidak kita fahami sebagai orang luar istana.

Sebagai catatan, rakyat yang  umumnya  tidak terbelah antara pendukung fanatik atau penentang, seperti yang sering saya dengar dalam sebuah obrolan warung kopi, mereka lebih menyukai seorang presiden yang sikap yang penuh  kehati-hatian, bukan “tegas” atau “tidak tegas”. Nampaknya ini “asupan gizi” yang patut didengar Presiden. Biarlah kedua pendukung “tegas” dan “tidak tegas” bertarung wacana, namun dengarkan suara rakyat yang tidak sekubu dengan pengagum dan pembenci yang sama-sama maniak politk. Contohnya saya. Hehehehe...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun