Beberapa minggu yang lalu saya pulang dan mengunjungi kakak saya. Seperti sore biasanya, kami berkumpul di ruang tengah sambil mengobrol. Ada keponakan saya Alif dan ayah ibunya. Kebetulan alif sudah mau masuk SD. Kami membahas beberapa hal tentang sekolah Alif dan dia juga terlibat dalam diskusi itu meskipun ada beberapa hal yang tidak dia pahami. Ibunya bertanya tentang sekolahnya akhir-akhir ini, kebetulan neneknya yang sering menemani Alif sekolah memperhatikan bahwa Alif kadang tidak memperhatikan panggilan gurunya jika disebut namanya. Ibunya berkata pada Alif dengan sedikit nada menasehati, “Mas Alif, kalau dipanggil bu guru mbok ya ditanggapi, nanti dikira nggak dengar.”
Ayahnya pun mengiya-kan perkataan ibunya. Alif dengan nada yang tegas bilang: “Soalnya kalau Bu guru manggil gak Alif gitu, tapi ALIP, makanya alif gak dengar, kan nama Alif itu ALIF FATHAN NAFIS, bukan ALIP!”
Saya dan bapaknya saling melihat dan menyadari bahwa memang Alif lah yang benar. Kami tertawa, menertawai keadaan tersebut dan obrolan pun berlanjut hingga Alif mengantuk.
Seorang anak berumur enam tahun saja sudah bisa dan berani menghargai dirinya sendiri. Itu saja baru dalam tataran nama. Mungkin Alif tidak terlalu memikirkan istilah-istilah berat seperti kebanggaan, integritas, harga diri dan lainnya. Sederhana, dia hanya merasa sebagai seorang Alif dengan akhiran ‘f’ bukan ‘p’. Dia tahu jati dirinya sebagai seorang anak TK yang beranjak SD dan dia hidup dalam dunia kecilnya, dengan namanya yang melekat padanya sejak nama itu diberikan.
Tidaklah menjadi alasan kita melupakan siapa diri kita karena embel-embel yang berbau materi. Tidak lah menjadi masalah apa pekerjaan kita, karakter kita, kebiasaan-kebiasaan sederhana kita, makanan sehari-sehari kita, ayah-ibu-kakek-nenek kita. Hargailah diri kita sepantasnya biarpun orang lain tidak, berjuanglah untuk itu, seperti Alif yang mengadakan ‘aksi diam’ pada Bu gurunya.
Kita adalah Alif-Alif lain dalam wajah, umur, jenis kelamin, dan bentuk yang berbeda.
(Untuk Keponakanku Alif yang pemberani dan menjadi inspirasiku)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H