Mohon tunggu...
Erwin Dharmawan
Erwin Dharmawan Mohon Tunggu... Freelancer - Ajari saya cara menulis yang baik

Bekerja untuk mendapatkan sesuap nasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengakuan Sang Sopir

26 September 2019   13:03 Diperbarui: 26 September 2019   13:11 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di pagi yang cukup sunyi sekitar pukul 02.30 Waktu Jakarta, saya bertolak dari penginapan menuju Bandara Soekarno Hatta.  Saya mencarter Kendaraan Jenis Innova, karena diwaktu seperti itu akan sulit untuk mendapatkan moda transportasi. Dalam perjalanan yang cukup panjang, sekitar satu jam 15 menit banyak yang coba saya tanyakan pada Sang Sopir.  Mulai kehidupan pribadi sampai dengan kondisi sosial politik yang terjadi saat ini.

Mengawali cerita, sang Sopir bercerita bahwa kehidupan ekonominya lima tahun terakhir sangat sulit, terutama banyaknya pelanggan beliau yang dulu sering mengunjungi Jakarta. Banyak pelanggan beliau secara individu berasal dari Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, hingga Papua.

Para langganan umumnya berasal dari Instansi Pemerintah dan Swasta, namun yang lebih dominan adalah pemerintah. Ada yang berprofesi sebagai sekelas Sekda hingga Staf biasa, Dokter, Perawat, Guru dan Lain-lain.  Ada yang datang berombongan, ada juga yang sendiri-sendiri.  

Lama mereka menginap di Jakarta bervariasi, ada yang tiga hari, bahkan ada yang lebih dari lima hari, terutama yang berasal dari Papua biasanya lebih dari lima hari.

Mereka menggunakan mobil cateran sang sopir antara dua hingga tiga hari, dengan biaya sewa Rp. 450.000 hingga Rp. 550.000 per hari.

Namun sejak 4 Tahun yang lalu, kondisinya mulai berubah, ekonomi mulai sulit katanya. Ekonomi keluarga saya sangat tergantung dengan orang-orang daerah Pak, demikian keluhnya. Pemimpin kita banyak yang tidak memikirkan orang-orang seperti saya, mereka hanya memikirkan korporasi dan orang-orang yang bisa berkontibusi bagi mereka.  Semua harga barang kebutuhan naik, sedangkan pendapatan saya menurun, jadi lama-lama saya juga bisa jadi gelandangan. Deg hatiku saya langsung berdecak.

Saya lalu menjelaskan beberapa hal kepada beliau, mencoba menjawab kegelisahan beliau.  Tidak semua yang saya jelaskan masuk diakal Bapak Sopir ini.

Salah satu contoh yang dikatakan Pak Sopir ini, tentang Jalan Tol yang dibangun.  Menurutnya, masyarakat tidak butuh Tol, yang butuh Tol itu Pengusaha.  Yang masyarakat butuhkan itu jalan penghubung yang berkualitas, agar kita bisa berjualan disepanjang jalan, kalau Tol yang bisa berjualan ya hanya Pemilik Tol.

Terkait demo Mahasiswa yang terjadi, beliau sangat mendukung bahkan beliau siap memberikan logistik apabila diperlukan.  Rakyat mulai melawan katanya.

Hingga tak terasa, saya pun sampai di bandara.

Terima kasih Pak Sopir, semoga pembicaraan ini sampai ke langit dan didengar oleh sang pencipta. Selamat berjuang untuk ekonomi keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun