Mohon tunggu...
Erwin Suryadi
Erwin Suryadi Mohon Tunggu... profesional -

Indonesia for better future

Selanjutnya

Tutup

Money

Mobil Listrik Indonesia, Solusi Anak Bangsa

25 Maret 2014   17:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:30 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Tulisan kali ini dibuat dengan mempelajari, merangkum, menyimak berbagai artikel yang telah ada mengenai mobil listrik Indonesia sebagai sebuah terobosan bangsa Indonesia untuk menjawab permasalahan bangsa yang semakin hari semakin berat terutama dengan ketersediaan cadangan minyak yang semakin hari semakin sedikit dan juga efek buruk dari pemakaian BBM yang berlebihan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Riset dan Teknologi, disebutkan bahwa jumlah kendaraan saat ini di Indonesia mencapai sekitar 20 juta kendaraan, dimana sumber utama untuk menjalankan kendaraan tersebut adalah BBM. Jumlah pemakaian BBM untuk transportasi tersebut ternyata menyerap lebih dari 50% dari total penggunaan BBM kita secara nasional. Jumlah tersebut apabila diproposionalkan akan meliputi transportasi angkutan jalan raya sebesar 88%, angkutan laut sebesar 7%, angkutan udara 4%, angkutan KA dan SDP sebesar 1%. Dimana khusus untuk angkutan jalan raya akan dapat terbagi menjadi mobil angkutan barang sebesar 32%, mobil pribadi 34%, sepeda motor 13%, bus dan angkutan kota lainnya sebesar 9%. Jadi apabila disimpulkan, menurut data yang diperoleh dari Kementerian Riset dan Teknologi pada tahun 2010 terdapat penggunaan 363 juta barel BBM yang mana 191,9 juta barel dikonsumsi oleh alat transportasi angkutan jalan raya.

Apabila kita coba konversikan, 1 barel setara dengan 159 liter minyak. Jadi apabila dihitung pemakaian 363 juta barel BBM maka setara dengan 53.419.712.160 atau mudahnya sekitar 53.4 miliar liter BBM. Dari angka tersebut, anggaplah yang memperoleh subsidi BBM adalah mobil pribadi, sepeda motor dan angkutan umum sekitar 56% dari pemakaian tersebut, artinya jumlah BBM yang disubsidi sebesar 29.9 miliar liter BBM. Apabila kita asumsikan bahwa harga BBM non subsidi adalah Rp. 11.000,-/liter dan harga BBM subsidi adalah Rp. 6.500,-/liter, maka selisih yang didapat adalah Rp. 4.500,-/liter. Sehingga apabila kita kalikan antara jumlah BBM disubsidi dengan selisih subsidi maka didapat angka sekitar Rp 134,6 Triliun sebagai angka besaran subsidi BBM yang harus dikeluarkan oleh Negara melalui APBN kepada para pengguna angkutan jalan raya tersebut.

Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, angka diatas ternyata sudah tidak relevan lagi, karena berdasarkan UU no 23 tahun 2013 mengenai UU APBN tahun 2014, besaran subsidi BBM saat ini sudah mencapai Rp. 210,7 Triliun dari total belanja negara sebesar sekitar Rp. 1.842 Triliun. Angka subsidi BBM tersebut, belum mencakup subsidi listrik yang disebabkan karena penggunaan BBM untuk menjalankan pembangkitnya sebesar Rp. 71,3 triliun. Sehingga total subsidi yang harus sudah dikeluarkan oleh APBN khusus untuk BBM adalah Rp 282 triliun atau sekitar 15,3% dari total belanja negara kita.

Dari pemaparan diatas, dapat di lihat bahwa semakin banyak kendaraan yang berbahan bakar BBM itu turun ke jalan, maka semakin besar pula pengorbanan negara untuk memberikan subsidi yang sesungguhnya tidak perlu diberikan kepada masyarakat yang telah memiliki kemampuan untuk membeli kendaraan bermotor yang harganya tidak murah. Selain dari besaran subsidi, hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah mengenai jumlah pasokan BBM yang berasal dari perut bumi pertiwi Indonesia. Dimana apabila saat ini, Kementerian ESDM, SKK migas dan Kontraktor (K3S) tidak segera melakukan upaya eksplorasi baru yang utamanya ada di lautan dalam Indonesia, yang tidak diikuti dengan adanya program diversifikasi bauran energi, khususnya dalam penggunaan energi alternatif serta makin melonjaknya jumlah kendaraan, maka diperkirakan oleh Kementerian Ristek dalam waktu 23 tahun ke depan ketersediaan BBM akan habis dan Indonesia akan semakin mengalami penjajahan BBM oleh asing.

Selain itu, penggunaan BBM yang tanpa mempertimbangkan penggunaan energi alternatif, juga akan memunculkan kesulitan baru yaitu makin tingginya emisi dan polusi yang mengakibatkan bukan hanya pemanasan global tapi diikuti juga dengan berbagai resiko lainnya, seperti makin banyak anak-anak yang lahir dalam kondisi cacat mental. Hal ini jelas sangat merugikan eksistensi bangsa kita yang mempunyai cita-cita untuk menjadi bangsa yang kuat.

Untuk menghadapi masalah tersebut, maka para pemimpin bangsa berupaya untuk berbuat sesuatu, seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa Sebuah keberhasilan teknologi untuk pembangunan ekonomi akan terlihat pada arah, strategi dan agenda yang jelas. "Tidak hanya merancang teknologi, tetapi arahnya harus jelas. Agendanya harus jelas untuk apa penelitian itu? Strateginya seperti apa? Apakah yang dirancang itu benar-benar dibutuhkan masyarakat Indonesia? atau lebih luas lagi apakah diperlukan dunia". Presiden juga menghimbau "Pilihlah agenda prioritas untuk melakukan inovasi yang tepat"

Pernyataan inilah yang menjadi semangat bagi Meneg BUMN Dahlan Iskan untuk membangun kelompok "Pendawa Putra Petir" yang terdiri dari: Danet Suryatama, Dasep Ahmadi, Mario Revaldi, Ravi Desai dan Ricky Elson. Kelompok ini secara intens berdiskusi untuk membuat rancang bangun hingga membuat prototype mobil listrik nasional.

Banyak orang kagum dengan pencapaian Meneg BUMN Dahlan Iskan dengan Pendawa Putra Petirnya, karena kendaraan seperti Tucuxi, Selo, Gendhis, Evina, Executive Car dan Executive Bus telah lahir dari tangan dingin mereka. Akan tetapi, selain mengapresiasi pencapaian tersebut, juga ternyata masih banyak orang yang belum memahami apa yang disebut dengan mobil listrik itu. Menurut International Standard (ISO) 8713: 2002, mobil listrik (atau disebut Electric Road Vehicles (ERV)) adalah mobil yang menggunakan listrik sebagai sumber tenaga penggeraknya dan dikembangkan menjadi 2 jenis, yaitu Zero Emission Vehicles (ZEV) dan Low Emission Vehicles (LEV). Dimana yang dikategorikan sebagai ZEV adalah mobil baterai dan mobil fuel cell, sedangkan yang dikategorikan sebagai LEV adalah mobil hibrid, yang mengkombinasikan mesin bakar dan listrik. Mobil-mobil listrik yang dihasilkan oleh Meneg BUMN Dahlan Iskan dengan Pendawa Putra Petirnya semuanya bertipe ZEV.

Mobil listrik tersebut tidak membutuhkan apapun dari pembakaran, karena listrik diubah menjadi tenaga melalui motor listrik untuk menggerakan mobil yang memiliki sifat ramah lingkungan, tidak bising, dan memiliki akselerasi yang baik. Saat ini, kelemahan teknis yang dimiliki oleh mobil listrik tersebut adalah masalah pengisian baterai yang membutuhkan infrastruktur yang tepat dan tidak sepraktis mobil konvensional.

Dari uraian mengenai permasalahan BBM yang menyedot keuangan negara, menimbulkan berbagai permasalahan mengenai pemanfaatan Sumber daya alam Indonesia bahkan sampai permasalahan polusi yang sangat mengerikan, maka sesungguhnya kehadiran mobil listrik ini merupakan sebuah jalan keluar bangsa untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Akan tetapi, kembali seperti yang sudah disampaikan oleh Bapak Presiden SBY, mengenai strategi perancangan teknologi, mobil listrik juga menghadapi banyak kesulitan terutama terkait dengan masalah perijinan yang tak kunjung jelas, masalah infrastruktur pengisian yang juga belum terlihat master plannya dan juga kesiapan industri untuk dapat memproduksi secara masal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun